Makassar, IDN Times - Syekh Yusuf tiba di daratan kering berbukit bernama Zandvliet, 6 kilometer arah timur Cape Town, pada 14 Juni 1694. Ia tiba bersama 49 pengikut, dua istri beserta 12 anak-anaknya di tanah pembuangan. Sosok yang saat itu sudah berusia 68 tahun tersebut mungkin terlihat ringkih, beruban, dan sudah berada di masa senja. Tapi, VOC tetap memandangnya sebagai seorang "pembuat onar."
Syekh Yusuf diasingkan 10 ribu kilometer dari kampung halamannya, dan bahkan ditempatkan cukup jauh dari Cape Town. Peneliti Ebrahim Mahomed Mahida, dalam buklet History of Muslims in South Africa: A Chronology, menyebut bahkan ini adalah upaya mereka meminimalisir pengaruh sosok Pahlawan Nasional tersebut.
Sang ulama menjadi salah satu pengobar perlawanan di Perang Banten melawan VOC pada 1680 hingga 1683. Meski akhirnya menyerahkan diri, Syekh Yusuf tetap memiliki pengaruh di mata masyarakat. Tempat penahanannya di Batavia ramai dikunjungi penduduk, begitu pula ketika dipindahkan ke Ceylon (Sri Lanka). Kompeni seolah ingin menghukum lebih berat dengan cara membawanya begitu jauh dari Makassar, menyeberangi Samudera Hindia menuju benua Afrika.