Lukisan Andi Sultan Daeng Radja, salah satu Pahlawan Nasional asal Sulawesi Selatan (Dok. Direktorat Kepahlawanan, Keperintisan, Kesetiakawanan dan Restorasi Sosial Kementerian Sosial)
Terakhir adalah Andi Sultan Daeng Radja yang lahir di Desa Matekko, Kecamatan Gantarang, Kabupaten Bulukumba, pada 20 Mei 1894. Ia adalah putra pertama pasangan bangsawan Passari Petta Tanra Karaeng Gantarang dan Andi Ninong.
Sejak remaja, Daeng Radja mulai aktif dalam organisasi pergerakan. Salah satu catatan menyebut bahwa ia juga mengikuti Kongres Pemuda pada 28 Oktober 1928. Padahal saat itu Daeng Radja tercatat sebagai salah satu pegawai Hindia-Belanda. Tahun 1930, ia dipercaya menduduki posisi Jaksa pada Landraad Bulukumba. Selain itu, Daeng Radja juga aktif dalam organisasi pergerakan seperti Muhammadiyah, Serikat Dagang Islam dan Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI).
Ia menjadi saksi perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, menyaksikan langsung Soekarno membacakannya, serta ikut dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Administrasi NICA-Belanda coba kembali mengajaknya bekerja sama, tapi ditolak mentah-mentah. Alhasil, Daeng Radja diringkus oleh NICA pada Desember 1945. Sempat dipenjara di Makassar, ia kemudian diasingkan ke Manado di akhir tahun 1949.
Bebas setelah KMB, Daeng Radja berkarier di bidang pemerintahan sipil. Jabatan yang ia emban antara lain Bupati Bantaeng, residen diperbantukan untum Gubernur Sulsel hingga anggota Konsituante. Wafat di Makassar pada 17 Mei 1963, Daeng Radja diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 085/TK/Tahun 2006 tertanggal 3 November 2006.