Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi storytelling (freepik.com/zinkevych)

Branding bukan sekadar soal logo atau kemasan menarik. Lebih dari itu, branding adalah cara UMKM memperkenalkan jati diri produknya ke pasar, menanamkan kesan yang kuat di benak konsumen, dan menciptakan kepercayaan yang mendalam. Sayangnya, banyak pelaku UMKM yang terlalu fokus pada produksi, tanpa benar-benar memahami pentingnya strategi branding yang tepat sasaran. Akibatnya, produk sulit menonjol di tengah persaingan yang semakin ketat.

Beberapa kesalahan branding justru sering dianggap sepele padahal berdampak besar terhadap keberlangsungan bisnis. Tidak sedikit UMKM yang sebenarnya punya produk berkualitas, tapi gagal membangun kedekatan emosional dengan konsumen hanya karena salah langkah dalam branding. Tanpa branding yang kuat, produk rentan tersisih oleh kompetitor yang lebih cerdik menyusun citra. Artikel ini mengulas lima kesalahan branding paling umum yang wajib dihindari supaya produk UMKM tetap kompetitif di pasaran.

1. Identitas brand yang gak konsisten

ilustrasi membuat logo (freepik.com/rawpixel.com)

Salah satu kesalahan terbesar UMKM adalah gak punya identitas brand yang konsisten. Mulai dari logo, warna, tone komunikasi, sampai gaya visual, semuanya acak dan berubah-ubah. Hal ini membuat konsumen sulit mengenali dan mengingat produk secara emosional. Padahal, konsistensi adalah kunci supaya brand terasa familiar dan bisa dipercaya.

Saat brand tampil berbeda di setiap platform, konsumen bakal merasa asing dan meragukan profesionalisme bisnis tersebut. Branding bukan hanya urusan estetika, tapi juga soal membentuk persepsi yang kuat dan berkesinambungan. Kalau identitas berubah terus, maka semua upaya pemasaran yang sudah dilakukan pun terasa sia-sia. UMKM harus menyusun panduan brand yang jelas dan disiplin dalam menerapkannya di semua aspek promosi.

2. Gak tahu siapa target pasarnya

ilustrasi beauty blogger (freepik.com/tirachardz)

Banyak UMKM yang langsung menjual produk ke semua orang tanpa menentukan siapa target pasar yang sebenarnya. Padahal, gak semua orang cocok untuk jadi konsumen produk tertentu. Tanpa mengenali target pasar, strategi branding pun jadi meleset dan pesan yang disampaikan gak nyambung. Ini membuat produk terasa generik dan kehilangan nilai spesial di mata pembeli.

Mengetahui siapa yang paling cocok dengan produk akan memudahkan dalam menentukan gaya komunikasi, visual, dan bahkan platform pemasaran. Misalnya, produk kecantikan alami akan lebih efektif menyasar perempuan muda yang peduli kesehatan kulit, daripada ditawarkan secara luas tanpa arah. Dengan fokus pada target pasar yang jelas, branding akan terasa lebih hidup dan relevan. Konsumen pun akan merasa brand tersebut benar-benar mengerti kebutuhan mereka.

3. Terlalu meniru brand lain

ilustrasi membuat logo brand (freepik.com/freepik)

Mengagumi brand besar bukan masalah, tapi menirunya mentah-mentah justru merugikan. Banyak UMKM yang terjebak dalam jebakan ini menganggap brand terkenal sebagai standar lalu menyalin desain, tone, bahkan gaya komunikasi. Alih-alih terlihat profesional, hal ini justru menimbulkan kesan gak orisinal dan kehilangan keunikan. Branding yang hanya meniru malah membuat produk mudah dilupakan.

Brand yang kuat harus punya karakter khas yang membedakannya dari yang lain. Konsumen lebih tertarik pada brand yang jujur menunjukkan identitasnya sendiri daripada yang hanya mengikuti arus. Daripada meniru, lebih baik menggali nilai-nilai yang melekat pada produk dan menjadikannya fondasi branding. Dengan begitu, brand akan terasa lebih otentik dan punya daya tarik tersendiri.

4. Gak punya cerita yang menggugah

ilustrasi storytelling (freepik.com/zinkevych)

Brand tanpa cerita akan terasa hambar. Salah satu kekuatan utama dari branding adalah storytelling, yaitu menyampaikan kisah di balik produk atau usaha. Banyak UMKM yang melewatkan aspek ini dan hanya fokus menjual fungsi atau harga. Padahal, cerita yang menyentuh bisa menciptakan kedekatan emosional dan membuat konsumen merasa terhubung secara personal.

Storytelling bisa muncul dari perjuangan membangun usaha, filosofi produk, atau pengalaman pelanggan yang mengesankan. Cerita semacam ini membentuk kepercayaan dan loyalitas. Saat konsumen merasa menjadi bagian dari cerita, mereka gak hanya membeli produk tapi juga nilai yang dibawanya. UMKM seharusnya menjadikan cerita sebagai jantung dari strategi branding.

5. Mengabaikan branding digital

ilustrasi branding digital (freepik.com/pressfoto)

Di era digital, kehadiran online adalah kebutuhan, bukan pilihan. Sayangnya, masih banyak UMKM yang mengabaikan pentingnya branding digital. Entah karena kurang paham atau merasa belum butuh, kehadiran di media sosial, website, atau marketplace sering kali gak dikelola dengan serius. Padahal, konsumen zaman sekarang hampir selalu mencari informasi lewat internet sebelum memutuskan membeli.

Branding digital bukan sekadar upload foto produk, tapi juga soal bagaimana menyampaikan pesan yang selaras dengan identitas brand. Visual harus konsisten, caption harus berbobot, dan interaksi dengan audiens harus dijaga. Dengan mengelola branding digital secara profesional, UMKM bisa menjangkau pasar lebih luas dan bersaing dengan brand yang lebih dulu mapan.

Branding yang kuat gak bisa dibentuk secara instan, tapi butuh kesadaran, strategi, dan konsistensi. Kesalahan-kesalahan di atas seharusnya bisa dihindari sejak awal agar produk UMKM bisa bertahan dan terus berkembang. Dengan membangun branding yang autentik dan relevan, UMKM punya peluang lebih besar untuk bersaing di pasar yang dinamis.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team