Makassar, IDN Times - Dalam bab "Menunggu Memoar M. Jusuf" buku Misteri Supersemar (2006, Media Kita), diceritakan bahwa beberapa pemimpin redaksi surat kabar pada awal 2000-an membuka sayembara untuk para wartawan: siapa pun yang berhasil mewawancarai Jenderal (Purn.) M. Jusuf dengan topik utama Supersemar, gajinya bakal dinaikkan tiga kali lipat.
Para jurnalis pun beramai-ramai mendatangi kediaman Menteri Pertahanan dan Keamanan di Kabinet Pembangunan III milik Orde Baru (1978-1983) di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat. Namun, semuanya pulang dengan tangan hampa.
Sayembara prestisius tersebut seolah menjadi bumbu dari misteri Surat Perintah Sebelas Maret 1966. Misteri yang belum terungkap selama lima dekade, misteri tentang sepucuk surat yang membawa Indonesia ke dalam kubangan rezim otoriter.
Lantas, kenapa harus M. Jusuf? Apa peran petinggi militer kelahiran Kajuara, Bone, Sulawesi Selatan, 23 Juni 1928 tersebut dalam tahap awal peralihan kekuasaan dari Soekarno ke tangan Soeharto?