Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Dok. Istimewa (Facebook.com/gerejakatolik)

Makassar, IDN Times - Membahas tentang perayaan Natal di Makassar, keberadaan Gereja Katedral Makassar (nama resmi: Gereja Hati Yesus Yang Mahakudus) tak bisa dipisahkan. Bangunan tersebut menjadi salah satu landmark Kota Daeng lantaran memiliki nilai historis.

Beralamat di Jalan Kajaolalido No.14, Kecamatan Ujung Pandang, letak Gereja Katedral Makassar (GKM) sangat strategis di pusat kota serta tak jauh dari Lapangan Karebosi. GKM pula menjadi saksi bisu perkembangan pesat Makassar, masa pemerintahan kolonial Belanda, penjajahan Jepang hingga revolusi kemerdekaan.

Berikut ini IDN Times menyajian secuplik kisah singkat sejarah GKM, yang tak lepas dari  lika-liku penyebaran Katolik di Sulawesi Selatan.

1. Penyebaran Katolik di Makassar dan Sulawesi Selatan dimulai pada 1525

Repro Grote Atlas van de Verenigde Oost-Indische Compagnie

Sejarah Gereja Katedral Makassar tak lepas dari riwayat Katolik di Makassar. Dalam buku Sejarah Gereja Katolik Indonesia (G. Vriens, 1972), tibanya tiga pastor dan misionaris asal Portugal yakni Pastor Antonio do Reis, Cosmas de Annunciacio, seorang bruder bernama Bernardinode Marvao, di Pelabuhan Makassar pada 1525 jadi awal penyebaran Katolik di Makassar dan Sulawesi Selatan.

Di Makassar, ketiganya melakukan pelayanan kepada para pelaut dan warga Portugis yang beragama Katolik. Selain itu, mereka turut melayani sejumlah raja dan bangsawan Sulawesi Selatan yang telah dibaptis. Pada 1548, Pastor Vincente Viegas didatangkan dari Malaka ke Makassar sebagai tambahan tenaga.

Pada masa pemerintahan Sultan Alauddin (1591-1638), Raja Gowa pertama yang memeluk Islam, ia secara resmi memberi izin umat Katolik untuk mendirikan gereja pada 1633. Ini jadi contoh bahwa toleransi sudah berada di Bumi Daeng sejak zaman lampau.

2. Perjanjian Bongaya pada 1667 berimbas pada pengusiran seluruh orang Portugis, termasuk para rohaniawan Katolik

Editorial Team

Tonton lebih seru di