Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(Ilustrasi) Dok. Djarum Foundation

Makassar, IDN Times - Bagi orang-orang di Sulawesi Selatan (Sulsel), khususnya masyarakat Bugis, predikat "I La" terkesan sebagai kepingan bahasa para tetua. Mengingat dua konsonan itu ada dalam nama epos terpanjang dan salah satu yang tertua di dunia, yakni "I La Galigo."

Padahal, penggunaan "La" masih dipraktikkan hingga sekarang jika menyangkut gelar bangsawan. Begitu juga dengan predikat "I" di depan nama seseorang.

Namun, ternyata kita juga bisa melihat kemiripan nama-nama gelar Bugis dalam peradaban dunia. Mulai dari Mesopotamia hingga Spanyol. Berikut IDN Times merangkumnya dari berbagai sumber.

1. "I La" di peradaban Akkadia dan Amorite

Tablet tanah liat peninggalan peradaban Akkadia dari abad ke-7 SM. (Wikimedia Commons)

Predikat "I La" sendiri ternyata ikut muncul dalam peradaban Akkadia dan Amorite, dua kekaisaran di wilayah Mesopotamia (kini Timur Tengah) yang berdiri sekitar tahun 2300 SM. Tapi disebut sebagai "Ila."

Ila adalah bentuk ejaan nama ilahi, dengan tulisan normal 'ilah, dengan rumpun bahasa dari Semit barat laut (ʾēl) dan Akkadia (ilum). Semuanya merujuk pada predikat dewa, mengingat Akkadia dan Amorite adalah peradaban dengan sistem kepercayaan politeistik.

Predikat yang dimaksud di sini adalah bagian kalimat untuk menandai apa hal yang dikatakan pembicara mengenai subjek.

Menurut Georgii Wilhelmi Freytagii dalam buku Lexicon Arabico-Latinum (1975), Ila kemudian turun ke rumpun bahasa Arab untuk tiga kata. Antara lain ʾIlāh (semua orang atau segala sesuatu yang disembah, dewa), ʾilāhat (dewi) dan Allāh (Tuhan), sebutan dalam Islam yang berciri monoteistik.

2. "Petta" menurut peradaban Mesir Kuno, "Tenri" di masyarakat Mongol

Editorial Team

Tonton lebih seru di