Cara Mengelola Gaji UMR ala Timothy Ronald

Gaji UMR sering kali dipandang sebagai angka pas-pasan untuk bertahan hidup di kota besar seperti Jakarta apalagi di kota lainnya. Banyak yang merasa penghasilan dengan gaji UMR hanya cukup untuk kebutuhan dasar, tanpa ruang untuk menabung, apalagi untuk melakukan investasi. Namun, melalui salah satu unggahan di kanal YouTube miliknya, Timothy Ronald justru menunjukkan bahwa gaji UMR tetap bisa dikelola sedemikan rupa dan dimanfaatkan untuk membangun masa depan finansial yang lebih stabil.
Dalam video tersebut, Timothy diberikan pertanyaan "Apa yang akan dilakukan kalau punya gaji UMR?" Ia pun menjawab dengan rinci. Penjelasan ini menarik karena memberikan perspektif yang berbeda tentang bagaimana seseorang bisa bertumbuh meskipun dengan gaji terbatas. Berikut cara Timothy Ronald mengelola gaji UMR yang bisa kamu jadikan inspirasi.
1. Memetakan pengeluaran harian secara rasional

Langkah awal yang dilakukan Timothy adalah menghitung ulang semua kebutuhan pokok berdasarkan kondisi hidup minimalis. Ia menetapkan bahwa tinggal di kos-kosan sederhana dengan biaya Rp1,5 juta per bulan sudah cukup layak untuk hidup sendiri di Jakarta. Tidak perlu apartemen mewah atau tempat tinggal dengan fasilitas lengkap, selama aman dan strategis, tempat tinggal itu bisa mengakomodasi aktivitas sehari-hari.
Selain tempat tinggal, kebutuhan makan ditargetkan hanya Rp1 juta per bulan. Ini berarti sekitar Rp30 ribu per hari, jumlah yang masuk akal jika memasak sendiri atau mencari tempat makan dengan harga terjangkau. Untuk transportasi, Timothy hanya mengalokasikan Rp500 ribu, yang berarti ia lebih memilih transportasi umum seperti KRL atau Transjakarta. Internet dan kebutuhan lain-lain seperti pulsa dan langganan digital ditetapkan Rp200 ribu. Total kebutuhan hidup dasar hanya sekitar Rp3,2 juta dari gaji UMR Jakarta yang berkisar Rp5 juta.
2. Menolak gaya hidup konsumtif yang tak perlu

Salah satu hal yang sering menggerus gaji adalah pengeluaran sosial seperti nongkrong, ngopi di kafe, atau belanja impulsif. Dalam simulasinya, Timothy secara tegas memilih untuk tidak mengalokasikan dana untuk hal-hal semacam itu. Ia menyebut langsung bahwa gaya hidup seperti nongkrong atau hangout bukan prioritas ketika penghasilan masih sebatas UMR.
Keputusan ini mungkin terasa keras bagi sebagian orang, tapi ada logika di baliknya. Dengan menunda kenikmatan sesaat, Timothy justru membuka peluang lebih besar untuk mencapai kestabilan finansial. Uang yang seharusnya habis untuk keperluan sosial bisa dialihkan ke pos yang lebih bermanfaat seperti investasi atau pengembangan diri. Prinsipnya sederhana: selama pengeluaran tidak menambah nilai atau memperbaiki kualitas hidup secara signifikan, maka itu bukan prioritas.
3. Mengalokasikan uang untuk ilmu dan juga skill terlebih dahulu

Salah satu prinsip penting dalam strategi Timothy adalah investasi leher ke atas. Ia tidak langsung menyarankan investasi ke aset seperti saham atau kripto jika kapasitas diri masih terbatas. Bahkan, Timothy menyebut bahwa sebelum punya ilmu dan skill yang layak, ia tidak akan berani menyentuh instrumen investasi berisiko tinggi. Target awalnya adalah mengembangkan diri sampai punya value Rp100 juta, bukan lewat portofolio, tapi lewat kompetensi.
Ini bisa berarti ikut kursus online, baca buku, atau bayar pelatihan untuk meningkatkan kemampuan kerja. Dari sini terlihat bahwa Timothy sangat mengutamakan fondasi. Menurutnya, orang dengan gaji UMR akan jauh lebih kuat jika dia punya keterampilan yang bisa meningkatkan pendapatan. Investasi pengetahuan bukan hanya membuka peluang kerja yang lebih baik, tapi juga mengurangi ketergantungan pada gaji tetap yang stagnan dari waktu ke waktu.
4. Menyusun skema investasi agresif tapi terukur

Setelah kebutuhan dasar dan pengembangan diri terpenuhi, Timothy baru akan mulai mengalokasikan uang untuk investasi. Ia menyusun dua skenario. Skenario pertama, seluruh dana sisa (sekitar Rp1,8 juta) dialihkan 100% ke Bitcoin. Skenario kedua, uang yang sama dibagi rata antara saham lokal dan kripto. Ini tergolong strategi agresif, mengingat volatilitas dua instrumen tersebut sangat tinggi.
Namun, agresif bukan berarti asal-asalan. Timothy tetap menekankan pentingnya memahami apa yang kamu beli. Ia tidak menyarankan untuk ikut-ikutan atau fomo, tapi belajar dulu sebanyak mungkin sebelum terjun. Skema ini cocok untuk kamu yang masih muda dan belum memiliki tanggungan berat, karena secara mental dan finansial masih bisa mengambil risiko lebih besar. Dengan asumsi waktu investasi panjang, strategi ini bisa menghasilkan return yang signifikan.
Mengelola gaji UMR bukan soal bertahan hidup, tapi bagaimana membuat keputusan yang membawa kamu selangkah lebih dekat ke tujuan jangka panjang. Strategi mengelola gaji UMR ala Timothy Ronald bukan rumus mutlak, tapi bisa jadi referensi realistis untuk menyusun prioritas keuangan kamu. Selama kamu tahu arah dan mampu konsisten, gaji UMR tetap bisa jadi pijakan yang kokoh untuk berkembang.