TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Menengok Museum Kota Makassar: Sepi di Tengah Belantara Urban

Siang itu, hanya ada dua pengunjung. Mereka orang Prancis

Museum Kota Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Makassar, IDN Times - Bangunan tua bergaya eksterior art deco khas Eropa itu berdiri kokoh menghadap salah satu jalan utama di Kota Makassar. Dari luar, seluruh bangunan tampak dicat berwarna krem dengan paduan cokelat tua pada kosen jendela dan pintu. Tepat di depan jendela utama, terdapat satu tiang dengan bendera warna merah putih.

Nuansa Eropa klasik langsung menyergap saat saya memasuki bangunan peninggalan Belanda itu. Ya, Museum Kota Makassar merupakan satu dari sejumlah peninggalan Belanda di Kota Daeng. Gedung itu dibangun pada 1916 silam, dahulu difungsikan sebagai Balai kota.

Saya mengunjungi Museum Kota Makassar pada Rabu (22/1) siang. Tampak empat orang mahasiswa yang mengenakan jas almamater dari salah satu universitas terkemuka di Makassar duduk di sofa tamu yang terletak di tengah lobi.

Mereka terlihat berbincang santai dengan salah seorang pegawai Museum. Di sisi belakang, terlihat meja resepsionis yang di atasnya terdapat sebuah buku tamu. Di balik meja itu, ada dua orang pegawai yang siap memandu pengunjung.

Museum ini memajang lukisan yang bercerita tentang jejak sejarah Makassar. Pakaian adat Suku Bugis Makassar serta senjata dan keramik berjajar rapi di dalam lemari kaca. Foto-foto tokoh pahlawan berdarah Bugis-Makassar yang memperjuangkan kemerdekaan, dipajang berdampingan dengan foto Ratu Kerajaan Belanda, Wilhelmina. 

Tak ketinggalan juga terpampang foto para pemimpin Makassar sejak masa pemerintahan Jepang hingga masa NKRI.

1. Kunjungan warga negara asing

Salah satu ruangan di Museum Kota Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Nama Museum Kota Makassar mungkin masih kurang tenar bagi sebagian orang, bahkan bagi warga Kota Makassar sendiri. Terletak di Jalan Balai Kota yang menjadi jantung Kota Makassar, tepatnya bersebelahan dengan kantor wali kota, museum yang diresmikan pada 7 Juni 2000 itu seolah tak tampak di tengah ramainya aktivitas pemerintahan dan perkantoran di kawasan tersebut.

Saat saya menyusuri satu per satu ruang penyimpanan koleksi museum, hanya ada dua orang pengunjung lain. Dari ciri fisiknya, jelas mereka bukan warga lokal. Mereka berasal dari Eropa, satu laki-laki dan seorang lagi perempuan. Kedua pengunjung itu saling bercakap sembari mengamati benda-benda koleksi yang tersimpan di museum kota.

Pengunjung laki-laki itu bernama Jean Pelin. Dia adalah wisatawan mancanegara asal Prancis. Dia mengaku sudah dua kali datang ke Makassar. Dia datang ke museum itu lantaran ia mengaku sangat suka dengan sejarah Makassar.

"Museum ini sangat menarik karena saya bisa tahu banyak sejarah tentang Kota Makassar. Saya juga suka museumnya karena tempatnya cukup luas, keren, dan bersih," kata Jean Pelin saat berbincang denganku.

Baca Juga: FIB Unhas Ajak Anak Muda Gowa Mengenal dan Merawat Situs Sejarah

2. Museum Kota sasar kaum millennial

Salah satu koleksi di Museum Kota Makassar. IDN Times/Asrhawi Muin

Kurang diminatinya Museum Kota oleh warga lokal, utamanya kaum muda, disebut karena adanya anggapan bahwa museum adalah tempat yang kuno dan membosankan. Berbeda dengan tempat wisata lain seperti wisata alam dan taman bermain. Selain itu, minimnya promosi dan lokasi yang dianggap jauh juga jadi penyebab museum kurang diminati.

Menjawab hal itu, Kepala UPT Museum Kota Makassar Nurul Chamisany beranggapan bahwa pemahaman seperti itu merupakan stigma masa lalu yang perlu dihilangkan. Menurutnya, saat ini banyak kaum muda yang juga peduli dengan perkembangan Museum Kota Makassar.

"Untuk Museum Kota, saya sudah tahun ke-10 mengelola dan saya merasakan bagaimana minat remaja itu memang pelan tapi pasti. Di tiga tahun terakhir ini, saya melihat luar biasa kaum millennial ini punya minat sama museum," kata perempuan yang akrab disapa Nurul.

Nurul menyebutkan, untuk menarik perhatian dan minat warga lokal, khususnya kaum muda, pihaknya mengandalkan event-event tertentu atau program khusus. Untuk tahun 2019, sebutnya, ada 20 jenis kegiatan yang dilakukan di museum dengan sasaran kaum muda.

"Ada namanya Jelajah Museum. Itu sangat dekat dengan milenial karena kita bermain-main di beberapa museum. Kita berjalan-jalan sambil belajar sejarah," ucap Nurul.

Baca Juga: Mengenang Perjanjian Bongaya yang Diteken VOC dan Gowa 352 Tahun Silam

Berita Terkini Lainnya