Merah Tak Pernah Padam: Kobaran Reformasi 1998 di Makassar (2)
Soeharto mundur sehari usai aksi besar-besaran di Makassar
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Sepekan sejak Maqbul Halim dinyatakan hilang, Pembantu Rektor III Universitas Hasanuddin yakni Amran Razak menyatakan bahwa Maqbul sudah ditemukan. Namun ia enggan merinci di mana mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi FISIP tersebut berada. Padahal pihak Poltabes dan Polda Sulsel menyebut sama sekali tak ada penahanan mahasiswa.
Pada Kamis 16 April 1998, sekitar 30 aktivis mahasiswa FISIP Unhas mendatangi kantor Amran Razak untuk menanyakan keberadaan Maqbul sebab pernyataan sehari sebelumnya bahwa rekan mereka telah ditemukan. "Kalau memang rekan kami Maqbul sudah ada, tolong hadirkan dia di tengah kami. Kami ingin melihat langsung," tutur Ketua Senat FISIP kala itu, Nur Alamsyah, dikutip dari harian Kompas edisi Jumat 17 April 1998.
Beruntung dalam waktu bersamaan muncul pencerahan. Dalam tabloid Siar edisi Jumat 17 April 1998, Polsek Belawa Kabupaten Wajo melaporkan Maqbul sudah lima hari berada di rumah sanak keluarganya di Kecamatan Attake. Sementara itu menurut mahasiswa, Maqbul dianggap tak mungkin minggat dari rapat evaluasi pasca aksi 9 April 1998 tanpa kabar rinci.
1. Di bulan-bulan terakhir Soeharto memerintah, penculikan aktivis terjadi di beberapa kota
Namun, kabar kehilangan tak berlarut terlalu lama. Maqbul pun kembali bergabung bersama teman-temannya tepat sepekan setelah dinyatakan hilang. Nasibnya jelas lebih beruntung ketimbang sembilan aktivis lain yang hingga kini keberadaannya masih abu-abu lantaran diduga jadi korban penculikan bermotif pembungkaman dari medio Januari hingga Mei 1998.
Pada bulan April 1998, sinyal bahwa rezim Soeharto akan jatuh memang kian menguat. Krisis moneter kian menjadi, demonstrasi tak henti dilakukan setiap hari. Dari setiap sudut jalan di kota-kota besar seluruh Indonesia, orang tak henti-hentinya menyuarakan bahwa tirani harus diakhiri.
Pada Rabu 15 April 1998, Soeharto meminta para mahasiswa agar menghentikan aksi protes dan kembali ke kampus untuk melanjutkan perkuliahan. Permintaan itu ditolak mentah-mentah. Usaha membujuk kembali ditempuh pada Sabtu 18 April 1998. Wiranto, yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan sekaligus Panglima ABRI, bersama 14 menteri Kabinet Pembangunan VII mengundang perwakilan mahasiswa untuk berdialog di Pekan Raya Jakarta.
Namun, undangan dialog hanya ditanggapi oleh sedikit perwakilan. Keinginan mendongkel tirani dari tahta sudah bulat.
Baca Juga: Merah Tak Pernah Padam: Kobaran Reformasi 1998 di Kota Makassar (1)