Menelusuri Riwayat Organisasi Freemasonry di Kota Makassar
Kerap dipandang berbahaya orang penganut Teori Konspirasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Apa yang pertama kali terpikir saat mendengar nama organisasi Freemasonry? Meski punya situs resmi dan buklet yang bisa dibaca siapa saja, tapi sifat rahasia serta penggunaan simbol sarat pesan tersirat membuat mereka kerap dipandang miring. Bagi penganut teori konspirasi, Freemasonry dituding memiliki "agenda berbahaya."
Menurut data United Grand Lodge of England, saat ini ada sekitar enam juta anggota Freemasonry aktif di seluruh dunia. Tapi, identitas masing-masing ditutup rapat, kecuali para pejabat teras yang kerap terlihat mengikuti acara tertentu.
Bagaimana dengan Indonesia? Freemasonry ternyata pernah eksis selama dua abad. Pembawanya adalah Jacobus Cornelis Mattheus Radermacher (1741–1783), seorang botanis dan pegawai VOC yang bertugas di Batavia (Jakarta). Peresmian loji (rumah pertemuan) La Choisie pada 1762 jadi awal masuknya Vrijmetselarij di Nusantara.
Menurut sejawaran Dr. Th. Stevens dalam buku Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962 (Sinar Harapan, 2004), ada lebih dari 250 loji di Indonesia yang didirikan Freemasonry. Salah satunya berada di Makassar.
1. Loji Freemason di Makassar berdiri pada akhir abad ke-19
Tak ada petunjuk tentang kapan loji Freemasonry di Makassar berdiri. Tapi, berdasarkan dokumentasi yang dikumpulkan Th. Stevens, loji tersebut bernama Arbeit Adelt (Pekerjaan Meluhurkan). Ukurannya disebut kecil, dan lokasinya tidak diketahui. Tapi salah satu anggotanya ternyata berpengaruh, yakni S.C. Tromp yang menjabat sebagai Gubernur Sulawesi pada 1882.
Lebih jauh, ditemukan fakta bahwa loji Arbeid Adelt Makassar ini ternyata aktif dalam kegiatan sosial. Mereka mendirikan sekolah dasar yang beroperasi pada 1888, sekolah Fröbel (setingkat Taman Kanak-Kanak) di tahun 1909 serta sekolah teknik setahun sebelum sekolah dasar. Tapi, tak cuma Freemasonry saja yang menjalankan program ini sendirian.
Th. Stevens menulis bahwa warga Makassar dilibatkan dalam persiapan sekolah-sekolah itu. Selain itu, mereka ternyata rutin memberi bantuan seragam kepada para murid dari kalangan kurang mampu. Sesuatu yang cukup mewah pada saat itu.
"Salah satu tujuannya agar anak-anak ini bisa mengikuti pelajaran dengan pakaian kering pada musim hujan. Pembagiannya dilakukan dua kali dalam setahun," tulis Th. Stevens tentang aktivitas Freemasonry Makassar di bidang pendidikan.
Baca Juga: Riwayat Bugis dan Makassar dalam Denyut Perdagangan Nusantara
Baca Juga: Nuansa Tradisi Syiah dalam Kebudayaan di Sulawesi Selatan