Saat Kerajaan Luwu Menerima Islam yang Dibawa Datuk Pattimang

Kerajaan tertua di Sulawesi paling pertama menerima Islam

Makassar, IDN Times - Kerajaan Luwu sebagai kerajaan tertua di Pulau Sulawesi tak lepas dari I La Galigo. Dalam epos perihal terciptanya alam dan peradaban tersebut, Batara Guru dan Tomanurung lainnya turun dari kahyangan (Botting Langiq) ke Ale Luwu' untuk mengisi kehidupan di muka bumi. Batara Guru pula, yang dalam kepercayaan lokal, dipercaya menjadi leluhur para Datu' (sebutan Raja Luwu) dan seluruh orang Sulawesi.

Tak ada yang tahu secara pasti tarikh berdirinya Kerajaan Luwu, lantaran I La Galigo hanya bertindak sebagai gambaran kebudayaan sebelum abad ke-14 dan tak bertindak sebagai rujukan sejarah. Sebagai kerajaan tertua, Kerajaan Luwu pula yang pertama-tama menerima agama Islam yang dibawa oleh tiga ulama mahsyur asal Sumatera.

Dalam buku Damai di Bumi Sawerigading (Dwia Aries Tina Pulubuhu, 2020), dijelaskan bahwa Kerajaan Luwu menguasai wilayah pesisir Teluk Bone yang tenang, wilayah Tana Toraja yang berbukit, membujur ke utara hingga Sulawesi Tengah, lalu ke timur yakni sebagian wilayah di sekitar Danau Matano atau Sulawesi Tenggara kini.

1. Tanah Kerajaan Luwu yang subur membuatnya berkembang pesat di sektor ekonomi pada abad 14 hingga 18

Saat Kerajaan Luwu Menerima Islam yang Dibawa Datuk PattimangTropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures

Berkat hamparan tanah yang subur, Kerajaan Luwu mencapai masa keemasan pada abad ke 14-16 Masehi. Mereka menjadi salah satu bandar maritim lantaran hasil bumi yang dimiliki seperti besi, damar serta sagu menjadi komoditas yang paling dicari. Pada masa tersebut pula, Luwu diketahui sudah ditinggali oleh para migran dari luar seperti Bugis, Makassar, Jawa, Melayu dan masih banyak lagi.

Berdasarkan riwayat, Luwu pula yang pertama-tama menerima ajaran Islam yang dibawa oleh salah satu dari Dato' Tallu/Dato' Tellu, tiga ulama asal Minangkabau di akhir abad ke-16. Menurut buku Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi Selatan (Depdikbud, 1980), Datuk Pattimang (Sulaiman, Khatib Sulung) berjasa dalam penyebaran Islam di Kerajaan Luwu.

Datuk Pattimang, seorang ahli tauhid atau konsep keesaan, bertugas di tanah Luwu lantaran waktu itu masyarakatnya masih menganut sistem kepercayaan lama yakni menyembah Dewata Seuwae. Dia disebut mengajarkan hal-hal sederhana seperti sifat-sifat mendasar ketuhanan menurut Islam di kalangan keluarga raja.

Muhammad Adlin Sila dalam Maudu': A Way of Union with God (2015) menyebut bahwa Datuk Pattimang tak mengajarkan tauhid dengan konsep Islam pada umumnya yang ketat. Ia menyesuaikannya dengan ajaran monoteis Dewata Seuwae yang konon dibawa oleh para Tomanurung, serta sudah menjadi kepercayaan turun temurun penduduk Luwu waktu itu (hal. 32).

2. Kompleks pemakaman Lokko'e didirikan oleh putra Datu' La Patiware, Raja Luwu pertama yang memeluk agama Islam

Saat Kerajaan Luwu Menerima Islam yang Dibawa Datuk PattimangTropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures

Strategi dakwah Datuk Pattimang yang lebih dahulu menyasar lingkungan istana memang disebut sebagai strategi jitu. Datu' Luwu tak serta merta langsung turun derajat hanya karena melepas kepercayaan lama dan memeluk agama baru. Posisinya sebagai pemimpin tetap bertahan, malah jauh lebih kuat.

"Dengan menjadi bagian dari bangsawan beragama Islam, dia (Datu' Luwu) akan diakui sebagai orang yang memiliki hak istimewa yang diberikan Tuhan untuk menjadi lebih unggul daripada umat manusia lainnya dan menjadi perwujudan Tuhan di muka bumi," tulis sejarawan Leonard Y. Andaya dalam artikel jurnal berjudul Kingship-Adat Rivalry and the Role of Islam in South Sulawesi (1984).

Tak butuh waktu lama, Datuk Pattimang berhasil mengetuk pintu hati Raja La Patiware Daeng Parabu dengan gelar Petta Matinroe' ri Malangke (1587-1615). Menurut naskah Lontara Wajo, sang Datu' Luwu mengucapkan dua kalimat syahadat pada 15 Ramadan 1013 H atau 4 Februari 1605. La Patiware kemudian digelari Sultan Muhammad Wali Muzhir.

Berdasarkan catatan yang dihimpun sejawaran Christian Pelras, Luwu lebih dahulu menerima Islam dibanding Gowa-Tallo. Raja Karaeng Matoaya baru menjadi muslim, dibimbing oleh Khatib Abdul Makmur alias Datuk Bandang, pada 22 September 1605,

Baca Juga: Masjid Tua Katangka, Saksi Sejarah Masuknya Islam di Sulsel

3. Salah satu peninggalan Islam milik Kerajaan Luwu yang masih berdiri adalah Masjid Jami di Kota Palopo

Saat Kerajaan Luwu Menerima Islam yang Dibawa Datuk PattimangGoogle Maps

Dalam buku Monumen Islam di Sulawesi Selatan (Balai Cagar Budaya Makassar, 2013), La Patiware kemudian mendapuk putra pewaris tahtanya yakni Pattipasaung, Datu' Luwu ke-16 yang bergelar Sultan Abdullah (1615-1637) sebagai pengembang agama Islam yang sudah diterima oleh kalangan istana ke seantero Luwu.

Pattipasaung pula yang berinisiatif memindahkan pusat pemerintahan Luwu dari Pattimang (Malengke) ke Palopo (Tompoq Tikkaq). Usai mengislamkan Datu' Luwu dan keluarganya, Datuk Pattimang masih menetap di Luwu hingga mengembuskan napas terakhir. Ia kemudian dimakamkan di Desa Pattimang.

Beberapa peninggalan Islam kuno milik Luwu masih bisa dilihat hingga kini. Ada situs pemakaman Lokko'e yang didirikan oleh Datu' Luwu ke-18 yakni Settiaraja (1663-1704) dengan gelar Petta Matinroe ri Tompoq Tikkaq. Lokko'e menjadi tempat peristirahatan terakhir sejumlah Datu' Luwu, permaisuri, anggota kerajaan dan sejumlah bangsawan lainnya.

Ada pula Masjid Jami, salah satu situs Islam tertua dari Kerajaan Luwu yang masih berdiri hingga kini. Didirikan oleh Pattipasaung pada tahun 1619, masjid yang terletak di Kelurahan Batupasi, Kecamatan Wara Utara itu masih mempertahankan bentuk arsitektur asli mulai dari dinding hingga atapnya yang khas.

Baca Juga: Kiprah Tiga Datuk Minang Penyebar Islam di Sulawesi Selatan

https://www.youtube.com/embed/uVVGYLadbfo

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya