Rasa Kagum Tome Pires pada Para Pelaut dan Lanun Bugis

Ini dituangkan dalam naskah "Suma Oriental" yang ia tulis

Intinya Sih...

  • "Suma Oriental" merupakan dokumen awal yang penting tentang Asia Tenggara dan Timur abad ke-16.
  • Tome Pires membahas kondisi Sulawesi, termasuk jumlah kerajaan dan reputasi pedagang serta pelaut Bugis.
  • Penelitian Pires membawa informasi mengenai geografi, budaya, perdagangan, ekonomi, masyarakat di Asia dan dampak besar pada publik.

Makassar, IDN Times - Suma Oriental kerap dipandang sebagai salah satu dokumen awal dan penting tentang gambaran kondisi Asia Tenggara dan Timur abad ke-16. Disusun oleh apoteker dan penjelajah asal Portugal, Tome Pires, naskah tersebut ditulis berdasarkan pengamatannya selama perjalanan di Malaka serta kawasan sekitarnya.

Informasi yang dimuat yakni mengenai geografi, budaya, perdagangan, ekonomi, dan masyarakat di nyaris seantero Asia. Siapa menyangka bahwa catatan dari pelayaran ke Malaka sebagai anggota ekspedisi Portugal pada tahun 1511 ternyata membawa dampak yang besar.

Suma Oriental, yang ditulis Tome Pires pada 1512 hingga 1515 memang baru dipublikasikan secara luas di tahun 1944. Tapi publik akhirnya mendapat banyak informasi tentang Asia dari kacamata petugas utusan Eropa abad ke-16. Tak cuma penilaian yang jujur, tapi juga rasa kagum pada tekad orang-orang yang ia temui dan cerita yang ia dengar.

1. "Suma Oriental" jadi rujukan para peneliti untuk melihat kondisi sosial Asia di abad ke-16

Rasa Kagum Tome Pires pada Para Pelaut dan Lanun BugisSampul buku Suma Oriental yang diterbitkan pada tahun 1944 dan salinan naskah manuskrip asli yang ditulis oleh Tome Pires. (Internet Archive)

Salah satu yang dibahas oleh Tome Pires dalam Suma Oriental adalah bagaimana kondisi Sulawesi dan para penduduknya. Dalam catatannya, ia menyebut pulau tersebut sebagai Makassar alih-alih Celebes. Berjarak empat hingga lima hari perjalanan laut dari Jawa, ia menulis bahwa pulau tersebut memiliki banyak raja, dan ditaksirnya mencapai 50.

Tentu saja catatan tersebut masih bisa diperdebatkan mengingat angka tersebut bisa saja datang dari informasi pihak ketiga. Tapi jika melihat dari konteks waktu penulisan naskah, sejarah mencatat terdapat puluhan kerajaan di Sulawesi yang eksis di awal abad ke-16. Salah satunya yakni Kerajaan Gowa, yang saat itu dipimpin oleh raja ke-9 yakni Tumapaqrisiq Kallonna.

Namun yang menarik, penduduk Sulawesi sudah dikenal sebagai pedagang yang ulet. Tempat-tempat asing di seberang samudera sudah tak asing dalam kehidupan perniagaan mereka.

"(Penduduk) pulau-pulau ini berdagang dengan Malaka, Jawa, Kalimantan, Siam dan semua tempat antara Pahang dan Siam. Mereka adalah laki-laki yang lebih mirip orang Siam dibandingkan ras lainnya. Mereka punya bahasa sendiri, berbeda dengan yang lain. Mereka semua pemuja berhala, kuat, pejuang yang hebat. Mereka juga punya banyak bahan makanan," tulis Tome Pires.

2. Orang-orang Bugis sudah memiliki reputasi sebagai lanun saat Tome Pires bertugas di Melaka

Rasa Kagum Tome Pires pada Para Pelaut dan Lanun BugisLukisan yang menggambarkan suasana Makassar dari laut antara tahun 1747 hingga 1779. (Wikimedia Commons)

Di sisi lain, reputasi pelaut Bugis (atau Bujuus menurut naskah) sebagai lanun yang ditakuti turut diakui oleh Tome Pires. Hal tersebut kemudian dijabarkan secara rinci empat abad kemudian oleh para sejarawan seperti Merle Calvin Ricklefs, Bernard Hubertus Maria Vlekke, Christian Pelras hingga Edward L. Polinggomang. Tome Pires bahwa bahkan menulis secara rinci tentang kebiasaan para perompak dengan barang hasil jarahan mereka.

"Orang-orang di pulau-pulau ini adalah pencuri yang lebih hebat daripada siapa pun di dunia, dan mereka kuat serta mempunyai banyak perahu. Mereka berlayar untuk menjarah, dari wilayah mereka sampai ke Pegu, ke Maluku dan Banda, dan ke seluruh pulau di sekitar Jawa; dan mereka turut membawa perempuan melaut," tulisnya.

Lebih jauh, ia menulis bahwa hasil jarahan para lanun ini kemudian dikumpulkan, sekaligus menjual budak yang mereka tangkap. Semuanya dilakukan di sebuah wilayah dekat Pahang, yang kini menjadi wilayah Malaysia. Dengan kata lain, para pelaut Bugis ini memiliki wilayah jelajah sepanjang 3 ribu kilometer yang membentang dari pesisir timur Malaysia (Pahang) hingga Laut Banda.

Baca Juga: Mengenang Perlawanan Orang Makassar Digempur Ribuan Prajurit Thailand

3. Kapal jung nan kokoh jadi satu-satunya kapal yang tak bisa ditaklukkan oleh lanun Bugis

Rasa Kagum Tome Pires pada Para Pelaut dan Lanun BugisIlustrasi perahu jung China yang dibuat oleh Isaac Commelin pada tahun 1646. (Wikimedia Commons)

Tome Pires pun turut mengakui reputasi para lanun Bugis yang ditakuti oleh para pelaut yang melintasi Nusantara. Tak cuma lantaran penampilan, tapi juga persenjataan nan berbahaya. Kendati demikian, mereka tetap tak berkutik saat melawan salah satu kapal kokoh di zaman itu.

"Mereka semua memakai keris. Mereka adalah pria-pria berbadan tegap. Mereka berkeliling dunia dan semua orang takut pada mereka, karena tidak diragukan lagi semua perampok mematuhinya dengan alasan yang baik," tulisnya.

"Mereka membawa banyak racun (di senjata) dan menembakkannya. Mereka tidak punya kekuatan memadai melawan kapal-kapal jung yang semuanya dapat mempertahankan diri sendiri, tapi mereka akan dengan mudah menguasai kapal jenis lain di wilayah mereka," tutup Tome Pires.

Setelah bertugas di Malaka, Pires dikirim ke China sebagai utusan Portugal. Tapi misinya tidak berhasil dan ia ditahan selama beberapa tahun. Nasib akhirnya tidak diketahui pasti, tetapi diyakini ia meninggal di China sekitar tahun 1540. Meski begitu, manuskrip "Suma Oriental" menjadi peninggalan terpentingnya untuk para peneliti dan sejarawan.

Baca Juga: Jejak Louis Pierre dan Louis Dauphin Asal Makassar di Kerajaan Prancis

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya