Masjid Tua Gantarang dan Riwayat Penyebaran Islam di Pulau Selayar

Ada peran penting Datuk ri Bandang di awal abad ke-17

Makassar, IDN Times - Jejak Khatib Abdul Makmur atau Datuk ri Bandang selaku penyebar Islam di Sulawesi Selatan tak cuma berada di Makassar dan Gowa saja. Pulau Selayar juga pernah disinggahi oleh ulama asal Minangkabau tersebut dalam perjalanannya pada awal abad ke-17.

Salah satu bukti Datuk ri Bandang menyebar Islam di Pulau Selayar adalah Masjid Tua Gantarang atau Masjid Awaluddin, sebuah masjid yang terletak di Dusun Gantarang Lalangbata, Desa Bontomarannu, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Kepulauan Selayar.

Pola yang dipakai oleh Datuk ri Bandang di Gowa-Tallo, yakni dakwah ke lingkaran dalam kerajaan dan bangsawan istana, juga diulanginya saat mengislamkan Pangali Patta Raja selaku pemangku tahta Kerajaan Gantarang pada tahun 1605. Tak jelas tarikh pastinya, namun sejumlah sejarawan berasumsi bahwa Pangali Patta Raja juga masuk Islam di tahun yang sama dengan Raja Luwu La Patiware dan Raja Tallo I Malingkaeng.

1. Meski telah beberapa kali direhab, kesan sederhana tetap terasa pada bagian dalam masjid

Masjid Tua Gantarang dan Riwayat Penyebaran Islam di Pulau SelayarDok. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemdikbud

Dusun Gantarang sendiri adalah sebuah kawasan perkampungan tua yang berada di atas ketinggian 275 meter dari permukaan laut dan dikelilingi oleh lembah. Dengan pemandangan lepas pantai di sebelah timur. Dusun tersebut di masa lampau juga menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Gantarang, dibuktikan dari susunan batu tua yang melingkari dusun tersebut sebagai penanda area benteng Gantarang.

Masjid Tua Gantarang berdiri di atas lahan seluas 25 meter, dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari batu karang yang direkatkan semen. Pintu besi yang menghadap ke selatan jadi akses utama para jemaah dan wisatawan menuju masjid.

Menurut penuturan masyarakat setempat, masjid tersebut dahulu sangat sederhana. Temboknya dari batu kali yang dipahat, disusun tanpa perekat, berlantai tanah, dengan rangka bangunan berupa kayu serta beratap ijuk.

Kini bangunan masjid telah banyak berubah usai jalani sejumlah renovasi. Dinding bangunan telah saling lekat berkat semen. Lantai telah berlapis tegel. Tiang kayu masih dijaga dalam kondisi aslinya, dengan pergantian dilakukan pada rangka atap balok. Bagian atap telah berganti menjadi atap seng.

2. Dinding Masjid Tua Gantarang sendiri terbuat dari ribuan batu kali yang dipahat

Masjid Tua Gantarang dan Riwayat Penyebaran Islam di Pulau SelayarDok. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemdikbud

Pintu masuknya terbuat dari kayu dengan tinggi 2 meter dan lebar 1,5 meter. Jendelanya pun sederhana, hanya terbuat dari semen menyerupai pilar, dengan total di sekeliling bangunan mencapai sepuluh jendela.

Denah Masjid Tua Gantarang terbagi menjadi empat ruang yaitu, teras tertutup yang berada pada sebelah timur, sepasang teras terbuka di sebelah selatan dan utara, serta ruang keempat adalah ruang utama.

Para jemaah atau pengunjung harus melalui teras tertutup dengan luas 3 x 9 meter sebelum memasuki ruang utama yang menjadi ruang beribadah, dengan tiga anak tangga yang harus lebih dahulu dilalui.

Ruang kedua dan ketiga adalah teras terbuka seluas 1 x 9 meter, yang turut dilengkapi tiga anak tangga dari semen. Di setiap teras terbuka juga terdapat masing-masing satu pintu masuk menuju ruang utama.

Baca Juga: Masuknya Islam di Tanah Daeng: Ada Budaya yang Harus Tetap Dijaga

3. Pada mimbar masjid juga terdapat sepasang bendera yang diyakini sebagai peninggalan Datuk ri Bandang

Masjid Tua Gantarang dan Riwayat Penyebaran Islam di Pulau SelayarDok. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemdikbud

Ruang utama berfungsi sebagai ruang ibadah di mana terdapat mihrab, mimbar dan beduk. Ruang ini memiliki luas 2,126 x 1,685 meter. Corak warna hijau amat dominan di dinding bagian dalam ruang utama.

Di dalamnya terdapat 16 tiang penopang atap masjid yang berbentuk tumpang. Persatu baris terdapat 4 tiang, dan satu tiang utama (soko guru) dengan panjang 6,793 meter berada tepat di tengah ruangan. Uniknya, tiang utama ini tak menapak lantai melainkan ditopang oleh rangkaian rangka kayu yang terpasang presisi. Jika dihitung dengan tiang utama, seluruh tiang berjumlah 17 atau sama dengan jumlah rakaat seluruh salat wajib.

Mimbar yang dipakai oleh khatib juga berwarna hijau. Yang unik, terpasang dua bendera putih bertulis huruf Arab di samping kini dan kanan mimbar. Ada semacam keyakinan bahwa ini demi karamah dan berkah saat sang khatib berceramah di hadapan para jemaah. Sepasang bendera tersebut juga diyakini sebagai peninggalan Datuk ri Bandang.

4. Status Masjid Tua Gantarang sebagai situs cagar budaya masih dalam peninjauan sejak tahun 2016

Masjid Tua Gantarang dan Riwayat Penyebaran Islam di Pulau SelayarSitusBudaya.id

Selain itu, masjid yang dipercaya sudah berdiri sejak awal abad ke-16 tersebut juga memiliki beberapa barang bersejarah seperti meriam tua dan sebuah tongkat yang menyerupai barang pusaka.

Tepat di bagian belakang masjid terdapat sebuah kuburan yang dipercaya sebagai makam Datuk ri Bandang, meski kuburan sang ulama mahsyur tersebut juga terdapat di Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Suasana asri amat kental lantaran area halaman terbuka ditumbuhi oleh pohon-pohon rindang.

Masjid Tua Gantarang sendiri masih menjalani proses verifikasi di tingkat dinas daerah sebelum diakui sebagai salah satu cagar budaya yang terdaftar. Pengajuannya sendiri dilakukan oleh masyarakat Dusun Gantarang pada 20 September 2016.

Dalam situasi normal, wisatawan yang ingin mengunjungi jejak penyebaran Islam di Pulau Selayar tersebut harus menjalani perjalanan darat dari Benteng (ibu kota kabupaten) sejauh 12 kilometer ke arah timur dengan waktu tempuh sekitar setengah jam.

Baca Juga: Saat Kerajaan Luwu Menerima Islam yang Dibawa Datuk Pattimang

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya