Manis Ballo' yang Iringi Bentang Sejarah Sulawesi Selatan

Jadi minuman segala kasta, mulai dijauhi sejak abad ke-17

Makassar, IDN Times - Ada salah satu hal yang membekas dalam benak peneliti-naturalis asal Inggris, Alfred Russell Wallace, saat berkunjung ke Makassar pada September 1856 hingga Januari 1857. Hal tersebut adalah sagueir, arak tradisional khas Sulawesi yang juga dikenal sebagai ballo'.

Yang memperkenalkan Wallace kepada cairan pohon khas daerah tropis ini adalah Jacob Mesman, seorang Belanda pemilik lahan perkebunan di Maros.

"Pohon-pohon palem (aren/enau) milik Mesman memberinya persediaan sagueir pengganti bir sepanjang tahun. Dan gula yang dihasilkan dari pohon tersebut manis luar biasa," tulis Wallace dalam buku The Malay Archipelago (1869).

"Saya pun mendapat suplai sagueir manis kegemaran saya dalam jumlah banyak," dia melanjutkan.

Baca Juga: Mengenal Arief Rate, Tokoh yang Diabadikan Jadi Nama Jalan di Makassar

1. Ballo' atau sagueir biasanya berasal dari sadapan pohon aren dan nipah

Manis Ballo' yang Iringi Bentang Sejarah Sulawesi SelatanIDN Times/Dhana Kencana

Ballo' yang jadi kegemaran Wallace berasal dari sadapan nira pohon aren (Arenga sacchifea). Ada juga ballo' nipa yang berasal dari nira pohon nipah (Nypa fruticans) serta ballo' tala' dari nira pohon lontar (Borassus flabellifer). Semuanya berasa manis di lidah sebab belum mengalami proses fermentasi.

Jika telah melalui mengolahan, rasa cairan akan terasa kecut dan punya aroma tajam. Yang ini disebut sebagai ballo' kacci. Selain berasal dari aren dan nipah, turut pula hasil fermentasi beras yang disebut ballo' ase.

Dikutip dari Jurnal Farmanesia Vol. 3 No. 1 (2016), kandungan alkohol dalam tuak ini ternyata bervariasi. Yakni antara 5,1 hingga 9,9 persen. Bahkan pada beberapa jenis bisa mencapai angka 30 persen, setara vodka dan soju.

2. Bagi masyarakat Sulsel dulu, ballo' selalu ada dalam setiap acara penting

Manis Ballo' yang Iringi Bentang Sejarah Sulawesi SelatanLukisan tentang kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan pada abad ke-16. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Bagi masyarakat Sulsel, ballo' sejak berabad-abad lalu dikenal sebagai minuman perekat interaksi sosial. Bergelas-gelas nira diedarkan ke tamu-tamu undangan acara pernikahan atau upacara adat. Bahkan, painung ballo (istilah bagi penikmat tuak ini) masih bisa ditemui hingga sekarang.

Menyitir apa yang ditulis mendiang sejarawan A. Rahman Rahim dalam buku Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis (Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin, 1958), ballo' bahkan masuk dalam pepatah Bugis-Makassar tentang pentingnya berpegang teguh pada budaya.

"Iyyanarigessara’ ada’ biyasana buttaya tammattikamo ballo, tanaikatinganngamo jukka, annyalatongi aseya."

Terjemahan : Jika adat dirusak maka tuak berhenti menetes, ikan menghilang pula dan padi pun tidak jadi.

3. Ballo' pun jadi unsur wajib dalam setiap upacara penting kerajaan dulu

Manis Ballo' yang Iringi Bentang Sejarah Sulawesi SelatanLitograf buatan Auguste van Pers tahun 1854 memperlihatkan seorang tentara pribumi Hindia-Belanda (KNIL) sedang meminum tuak yang dijajakan oleh penjual. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Ballo' pun turut iringi kisah bangkit dan jatuhnya kerajaan-kerajaan kuno di Sulsel. Gelas-gelas sadapan nira terhidang ketika menjamu tamu penting. Menurut pegiat sejarah Sulsel, Erik Hariansyah, minuman ini bahkan dilibatkan dalam beberapa ritual penting.

"Ballo' pernah dijadikan minuman wajib dalam ritual sebelum mengucah sumpah atau perjanjian," ungkap pengelola situs Attoriolong.com itu kepada IDN Times, Jumat malam (3/9/2021).

"Seperti yang pernah terjadi antara dia kerajaan kecil Sulsel, yaitu Kerajaan Suppa dan Nepo di federasi Ajatappareng saat melakukan gencatan senjata setelah berperang," lanjutnya.

Peristiwa tersebut, termasuk ballo' dalam ritual, diceritakan secara rinci dalam Lontaraq Nepo. Lontara tersebut jadi sumber sejarah dinamika dan hegemoni di wilayah yang kini menjadi Pinrang, Sidrap, Enrekang, Parepare dan Barru.

4. Dengan status sebagai minuman beralkohol, produsen dan penjualnya kerap dijerat hukum

Manis Ballo' yang Iringi Bentang Sejarah Sulawesi SelatanTuak yang dikemas dalam botol plastik. IDN Times/Imron

Bagi masyarakat, ballo' memiliki banyak khasiat. Mulai dari menghangatkan tubuh, mengatasi sembelit, menurunkan demam hingga meningkatkan gairah bercinta. Tapi menurut Erik, minuman ini perlahan ditinggalkan oleh masyarakat sejak abad ke-17.

Ini tak lepas dari masuknya Islam ke Sulsel yang dibawa oleh Datuk Tellue. Dengan metode sinkretisme nan persuasif, ulama asal Tanah Minang itu berhasil meyakinkan masyarakat bahwa ballo' lebih banyak mendatangkan kerugian bagi diri sendiri dan lingkungan ketimbang untung.

Namun, banyak masyarakat yang memilih tetap meminum ballo' hingga sekarang. Entah secara sembunyi-sembunyi atau di depan umum. Statusnya sebagai minuman beralkohol membuat polisi memburu para produsen dan penjualnya.

Di masa pandemik COVID-19, ballo' justru punya peran baru. Ini dicontohkan oleh Polres Takalar pada medio November 2020, saat mereka meracik hand sanitizer dengan bahan baku ballo' hasil sitaan.

Baca Juga: Catatan Alfred Russel Wallace tentang Makassar di Tahun 1856

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya