Kisah WR Supratman Mengawali Karier Bermusik di Makassar

Wara-wiri di acara pejabat Hindia-Belanda dengan band jazz

Makassar, IDN Times - Apa yang dikenal dari komposer Wage Rudolf Supratman? Tentu saja karena sumbangsihnya menciptakan Indonesia Raya. Diperdengarkan pertama kali pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 di Batavia, lagu tersebut kemudian mengiringi jatuh bangun negara ini di bidan manapun: ekonomi, politik, olahraga hingga tentu saja musik.

Negara pun mengakui sumbangsihnya pada pergerakan nasional. Ia mendapat gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1971, lalu tanggal lahirnya pada 9 Maret (tahun 1903) ditetapkan sebagai Hari Musik Nasional, meski masih mengundang perdebatan.

Musik dan WR Supratman memang tak bisa dipisahkan. Meski di tahun-tahun terakhir hidupnya ia menekuni profesi sebagai jurnalis, sosok kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, juga pernah berkarier sebagai anggota band. Dan kariernya dalam grup musik justru terjadi di Makassar yang terpisah lautan.

Baca Juga: Biografi WR Supratman, Jurnalis dan Pencipta Lagu Indonesia Raya

1. Minat pada musik ditumbuhkan oleh suami sang kakak, WM van Eldik

Kisah WR Supratman Mengawali Karier Bermusik di MakassarKomposer dan pencipta lagu Indonesia Raya, W.R. Soepratman, bersama dua adik perempuannya. (Wikimedia Commons)

Di usia 11 tahun, Supratman remaja hijrah ke Makassar bersama kakak sulungnya, Roekijem Soepratijah, yang menikah dengan bintara militer Hindia-Belanda KNIL bernama WM van Eldik. Pada tahun 1914, ia memulai studi di Europeesche Lagere School (ELS)  sekolah khusus anak-anak Eropa dan kalangan bangsawan pribumi.

Penulis biografi sang komposer yang terbit pada 2001, Anthony C. Hutabarat, menyebut bahwa di momen inilah ia mendapat tambahan tengah "Rudolf" yang sangat Eropa, dengan tujuan agar ia mendapat hak yang sama dengan murid. Sayang, pihak ELS Makassar kemudian tahu bahwa Supratman tak punya garis keturunan Eropa atau darah biru Jawa. Ia kemudian dikeluarkan.

Supratman kemudian masuk sekolah berbahasa Melayu yang lebih "merakyat." Di saat bersamaan, van Eldik mulai mengenalkan dunia musik pada Supratman. Ia mengajarkan sang ipar cara bermain gitar dan biola. Dan ternyata, Wage muda suka dan langsung menguasai alat musik petik dan gesek itu. Bahkan di ulang tahun ke-17 pada 1920, Wage dihadiahi biola. 

2. Rutin menghibur pengunjung Societeit de Harmonie bersama Black and White Jazz Band

Kisah WR Supratman Mengawali Karier Bermusik di MakassarPemandangan gedung Societeit de Harmonie, salah satu gedung bersejarah di Makassar, antara tahun 1900 hingga 1920. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Di usia 17 pula, Supratman mulai tergabung dalam grup musik bentukan van Eldik yakni Black and White Jazz Band. Sang ipar seolah ingin memaksimalkan potensi Wage, sehingga direkrut sebagai violinis. Terlebih Supratman juga sudah lulus sekolah pada 1917, dan bisa mengisi waktu luang di sela kesibukan belajar bahasa Belanda sembari nge-band.

Anwar Jimpe Rachman dalam buku Rock In Celebes dan 100 Tahun Musik Populer Makassar (Tanah Indie, 2021) menulis bahwa meski tergolong grup musik amatir, Black and White Jazz Band sudah rajin wara-wiri. "Mereka kerap diundang memainkan di Balaikota, di rumah pejabat dan Societeit de Harmonie (kini Gedung Kesenian Sulsel, red.)," tulisnya.

Status amatir ternyata tak berimbas pada honor. Popularitas dan mutu penyajian musiknya, lantaran mereka banyak membawakan musik Western langgam selain jazz, yang belum ada duanya membuat Black and White Jazz Band mendapat imbalan besar setiap mengisi acara seperti ulang tahun hingga pernikahan.

3. Lagu "Indonesia Raya" diperdengarkan pada penutupan Kongres Pemuda II tahun 1928

Kisah WR Supratman Mengawali Karier Bermusik di MakassarPartitur lagu Indonesia Raya hasil gubahan komposer W.R. Soepratman. (Wikimedia Commons)

Namun, karier bermusiknya cuma bertahan empat tahun. Pada 1924, ia meninggalkan Makassar lantaran merasa tak lagi bebas beraktivitas, sekaligus melepas jabatan sebagai pegawai sebuah perusahaan dagang. Bambang Sularso dalam buku WR Supratman (Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya Kemendikbud, 2019) menulis bahwa Wage kembali ke Jawa lantaran diawasi intel yang melihatnya kerap ikut rapat dan pertemuan organisasi pergerakan.

Supratman kemudian menetap di Bandung, memutuskan berkarier sebagai jurnalis untuk surat kabar Kaoem Moeda serta Kaoem Kita. Di sini ia melihat tulisan pada sebuah majalah berisi tantangan membuat lagu kebangsaan. Tapi, perlu waktu sekitar tiga tahun sebelum Wage menyatakan Indonesia Raya siap dibawakan di depan umum.

Namun, ia tak sempat merasakan angin kemerdekaan Indonesia. Supratman mengembuskan napas terakhir di Surabaya pada usia 35 tahun, tanggal 17 Agustus 1938, akibat sakit urat saraf yang ia derita. Jelang maut, ia masih bisa membuat aparat keamanan Hindia-Belanda gerah berkat lagunya yang berjudul Matahari Terbit.

Baca Juga: 9 Maret Hari Musik Nasional, Ini Sejarah dan Alasan Penetapannya

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya