Kisah Hidup Sultan Alauddin, Raja Gowa Pertama Memeluk Islam

Menentang monopoli, menjadi raja di usia 14 tahun

Makassar, IDN Times - Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin, memiliki tempat istimewa dalam sejarah Islam di Nusantara dan Sulawesi Selatan. Ia tercatat dalam sejarah sebagai penguasa Gowa pertama yang memeluk agama Islam, berkat bimbingan dari seorang ulama asal Minangkabau yakni Datuk ri Bandang.

Tak cuma dalam bidang keagamaan saja, Sultan Alauddin dikenal sebagai sosok yang membina hubungan baik dengan pedagang Eropa dan Asia. Siapa sangka, pandangan hidup bahwa bumi ini milik bersama menjadi alasannya menentang sistem monopoli perdagangan. Berikut ini IDN Times membahas profil singkatnya untuk pembaca.

Baca Juga: Kisah Sultan Hasanuddin Usai Perjanjian Bongaya: Menolak Takluk ke VOC

1. Sultan Alauddin lahir pada tahun 1586 dan anak dari Raja Gowa ke-12 yakni Tunijalloq

Kisah Hidup Sultan Alauddin, Raja Gowa Pertama Memeluk IslamSuasana Istana Raja Gowa antara tahun 1870 hingga 1892. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Sultan Alauddin yang bernama asli I Mangngarangi lahir pada tahun 1586. Ia adalah anak dari Raja Gowa ke-12, I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa atau Tunijalloq, yang memerintah antara 1565 hingga 1590. Sultan Alauddin juga cucu dari Raja Gowa ke-9, Tuma'parisi Kallonna (1510-1546), yang mengukuhkan posisi Kerajaan Gowa di Nusantara.

Masa kecil I Mangngarangi sendiri tidak tercatat secara jelas. Tapi, ketika dinobatkan menjadi Raja Gowa pada 1593, ia masih berusia 14 tahun. Alhasil, saat itu wewenang pemerintahan diwakilkan pada Raja Tallo-6 yakni Karaeng Matoaya.

Menginjak dewasa, I Mangngarangi menikah sebanyak dua kali. Syahrir Kila dalam artikel ilmiah Perjuangan Sultan Alauddin Raja Gowa ke-14 (1593-1639) (Jurnal Walasuji, 2016) mencatat bahwa istri pertamanya adalah I Laja Daeng Mappasang tapi tidak dikaruniai anak. Ia baru mendpat anak dari istri keduanya, I Mainung Daeng Maccini, salah satunya kelak menjadi Raja Gowa ke-15 dengan nama I Manuntungi Sultan Malikussaid.

2. Memeluk agama Islam di bawah bimbingan ulama Datuk ri Bandang pada 22 September 1605

Kisah Hidup Sultan Alauddin, Raja Gowa Pertama Memeluk IslamSuasana Masjid Babul Firdaus di Makassar antara tahun 1910 hingga 1934. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Pada 22 September 1605, I Mangngarangi mengucap dua kalimat syahadat di bawah bimbingan Datuk ri Bandang. Saat itu, ia masih berusia 19 tahun dan sudah mengambil alih tampuk pemerintahan. Setelah itu, I Mangngarangi mendapat gelar Islam yakni Sultan Alauddin, nama yang lebih sering dirujuk oleh para sejarawan.

Dua tahun berselang, seluruh penduduk Kerajaan Gowa dan Tallo telah menerima ajaran agama Islam. Sebagai tanda keseluruhan masyarakat kedua kerajaan telah memeluk Islam, diadakan salat Jumat pertama di Tallo pada tanggal 9 November 1607.

Kendati demikian, Islam sebenarnya sudah masuk di Gowa pada masa pemerintahan Tunijalloq (1565-1590). G.J. Wolhoff dalam buku Sedjarah Gowa (Jajasan Kebudajaan Sulawesi Selatan dan Tenggara) menulis bahwa orang-orang Islam dari Melayu (umumnya pedagang) sudah mendiami Gowa. Sebuah masjid pun sempat didirikan di daerah Mangalekkana, sebelah utara Benteng Somba Opu.

3. Membebaskan pelabuhan Makassar untuk disinggahi oleh pedagang dari mana saja

Kisah Hidup Sultan Alauddin, Raja Gowa Pertama Memeluk IslamSuasana pesisir Kota Makassar pada dekade 1930-an. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Dari sisi politis, Sultan Alauddin meneruskan kebijakan diplomasi sang ayah. Tunijalloq membina relasi dengan penguasa Mataram, Johor, Malaka, Pahang, Blambangan, Patani, Banjar, dan raja-raja di wilayah Maluku. Sedangkan ia menerapkan asas perdagangan bebas tanpa monopoli kepada semua pedagang, baik asal Asia dan Eropa.

Mattulada dalam buku Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah (Ombak, 2011) menulis bahwa Sultan Alauddin membuka pelabuhannya untuk semua pedagang. Ini didasari oleh pandangan hidup bahwa semua manusia setara, dan bumi ini merupakan sumber rezeki bagi semua bangsa. Oleh karena itu, pelabuhan Kerajaan Makassar memiliki peran yang sangat signifikan pada awal abad ke-17.

Sultan Alauddin berkuasa selama empat dekade. Ia wafat pada 15 Juni 1639, di usia 53 tahun. Didaulat sebagai penerusnya adalah I Mannuntungi Daeng Mattola Karaeng Ujung Karaeng Lakiyung, atau lebih dikenal sebagai Sultan Malikussaid. Sultan Malikussaid sendiri merupakan ayah dari Pahlawan Nasional Sultan Hasanuddin.

Baca Juga: Karamah dan Penahbisan Wakil Allah: Cerita Pengislaman Gowa-Tallo

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya