Jadi Nama Jalan Tol di Makassar, Siapa Sosok Insinyur Sutami?

Pimpin banyak proyek, awet jadi menteri selama 12 tahun

Makassar, IDN Times - Diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyonon pada 26 September 2008, Jalan Tol Makassar Seksi IV jadi salah satu penghubung penting di ibu kota Sulawesi Selatan (Sulsel).

Dengan panjang 11,57 kilometer, Jalan Tol Seksi IV menghubungkan Jalan Tol Reformasi (yang sudah beroperasi sejak 1998) dengan Bandara Internasional Sultan Hasanuddin. Rinciannya yakni dari Simpang Susun Tallo ke Simpang Lima Mandai, dekat perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros.

Namun, Jalan Tol Seksi IV ini sehari-hari disebut sebagai Tol Ir. Sutami, seorang insinyur sipil yang "awet" menjadi menteri dalam dua era pemerintahan yang berbeda.

1. Dikenal sebagai mahasiswa cemerlang saat kuliah di STT Bandung

Jadi Nama Jalan Tol di Makassar, Siapa Sosok Insinyur Sutami?Salah satu gedung Institut Teknologi Bandung pada tahun 1936. (Tropenmuseum, part of the National Museum of World Cultures)

Menurut buklet Daftar Riwayat Hidup: Prof. Dr. Ir. Sutami (Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, 1977), Sutami lahir di Surakarta (Jawa Tengah) pada 19 Oktober 1928.

Sejak masih menempuh pendidikan formal di kota kelahirannya, SD hingga SMA, ia dikenal sebagai murid berotak encer. Lulus SMA pada 1950, Sutami membawa nilai sangat memuaskan miliknya saat mendaftar ke Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung, yang jadi cikal bakal Institut Teknik Bandung.

Sebelum lulus dengan gelar insinyur pada 1956, Sutami sudah terdaftar sebagai mahasiswa ikatan dinas di perusahaan NV Holland Beton Maatschappij (HBM, kini jadi PT Hutama Karya) cabang Bandung sejak 1953. Setahun sebelum masuk ikatan dinas, ia jadi asisten mata kuliah Bangunan Air dan Mekanika Teknik.

Usai kantongi gelar insinyur, Sutami langsung direkrut menjadi pegawai oleh kantor pusat NV HBM Jakarta. Ia langsung dipercaya menangani dua proyek penjernihan air, masing-masing di Pejompongan Jakarta (1956) dan Cisangkui Bandung (1957).

2. Menjadi menteri di masa pemerintahan Sukarno dan Suharto

Jadi Nama Jalan Tol di Makassar, Siapa Sosok Insinyur Sutami?Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Ir Sutami meresmikan sistem pengairan fondasi Kali Konto, Siman, Kediri, Jawa Timur, 16 November 1973. (Perpustakaan Nasional)

Dalam waktu singkat, Sutami naik jabatan. Mulai dari Pemimpin II NV HBM Jakarta (1958), Direktur Pelaksana NV HBM (1959), hingga akhirnya Direktur Utama pada (1960).

Awal 1963, ia didapuk sebagai pemimpin proyek pembangunan jembatan sungai Musi (Jembatan Ampera). Meski belum rampung, rapor cemerlang sudah membuat Presiden Sukarno mengangkat Sutami sebagai Menteri Negara untuk urusan Penilaian Konstruksi pada 25 Mei 1965.

Di tahun-tahun terakhir Orde Baru, Sutami menempati empat jabatan dalam kabinet. Mulai dari Menteri Negara untuk urusan Penilaian Konstruksi, Menteri Negera diperbantukan pada Menko PUT, Menko Kompartemen Pekerjaan Umum dan Tenaga, serta Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga.

Setelah Sukarno lengser, Suharto sebagai penggantinya tetap memberi satu posisi pada Sutami di badan eksekutif. Jabatan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) ia duduki dari 1968 hingga 1978. Total masa baktinya adalah 12 tahun.

Baca Juga: Mengenal Arief Rate, Tokoh yang Diabadikan Jadi Nama Jalan di Makassar

3. Salah satu karya Sutami adalah Gedung MPR/DPR Senayan

Jadi Nama Jalan Tol di Makassar, Siapa Sosok Insinyur Sutami?IDN Times/Kevin Handoko

Selama bekerja di Orde Baru, Sutami kerap bersitegang dengan teknokrat Mafia Berkeley karena proyek-proyek strategisnya kerap direvisi. Mendiang Habibie menceritakan ini dalam buku Pembangunan Berdasarkan Nilai Tambah dengan Orientasi Teknologi dan Industri (Teknotama Arya Kreasi, 1993). Saat itu, Habibie sebagai anak buah memang kerap mendengar keluh kesah Sutami. Tapi, sang menteri memilih berkompromi dengan keadaan.

Bekerja belasan tahun sebagai menteri untuk dua presiden berbeda, Sutami tetap mempertahankan gaya hidup sederhana. Hendropranoto Suselo dalam Edisi Khusus 20 Tahun Majalah Prisma (LP3ES, 1991) pernah menulis bahwa tamu-tamu Lebaran yang datang berkunjung kaget saat melihat banyak bekas bocor di langit-langit pribadi Soetami. Selain itu, ia rela jalan kaki puluhan kilometer saat meninjau wilayah pedalaman.

Sutami enggan memanfaatkan status menteri untuk akses kemewahan. Tak heran ia kemudian mengembalikan semua fasilitas negara yang terima saat diganti pada 1978. Masih banyak cerita kesederhanaannya. Mulai dari listrik di kediaman pribadinya yang pernah dicabut karena kekurangan uang untuk membayar, hingga keengganan dirawat di rumah sakit lantaran menipisnya kas.

Sutami meninggal di Jakarta, 3 November 1980, pada usia 52 tahun akibat penyakit sirosis dengan diagnosa awal kekurangan gizi. Pemerintah menanggung segala biaya perawatan sebelum ia tutup usia. Beberapa karya monumentalnya masih bisa disaksikan hingga sekarang. Mulai dari Gedung DPR/MPR, Bendungan Jatiluhur hingga Jembatan Semanggi.

Baca Juga: Meluruskan Salah Kaprah Nama Jalan Bau Mangga di Makassar

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya