7 Fakta Rainbow Lorikeet, Nuri Cantik Pemakan Bunga dari Australia

Rainbow lorikeet mudah dikenali dari warnanya yang bak pelangi. Dilansir dari Australian Museum, bagian kepala dan perutnya berwarna biru sementara bagian dadanya bisa berwarna kuning, oranye atau merah terang. Selain itu, nuansa hijau yang terdapat di bagian sayap, punggung dan ekor turut menambah kecantikan burung ini.

Sexual dichromatism atau kondisi di mana salah satu jenis kelamin punya warna bulu yang lebih cerah dari lawan jenisnya biasa terjadi pada burung. Namun, hal tersebut tidak dialami rainbow lorikeet. Kedua jenis kelamin punya corak dan warna yang sama. Untuk membedakannya, the Posh Perch melansir burung rainbow lorikeet jantan biasanya berukuran sedikit lebih besar dari betina.

Burung rainbow lorikeet biasanya dijumpai sedang terbang dengan suara berisik bersama kelompoknya. Satu kawanan terdiri dari 10 hingga 25 ekor burung. Dilansir Bird Feeder Hub, mereka akan mencari makan bersama-sama. Kawanan ini bisa terbang hingga 65 kilometer per hari untuk mendapatkan makanan.

Diet utama rainbow lorikeet ialah nektar dan serbuk sari  tanaman berbunga. Menurut Birdfact, bunga yang mereka senangi ialah banksia, hibiskus, serta eukaliptus. Untuk memudahkannya makan, ujung lidah burung ini bertekstur seperti sikat untuk menyapu nektar dan serbuk sari dalam sekali usap. 

Cara makannya ini ternyata punya manfaat bagi ekosistem, lho. Rainbow lorikeet berperan sebagai polinator atau perantara proses penyerbukan tanaman. Serbuk sari yang menempel pada leher dan dahi burung ini saat makan akan terbawa dan membuahi tanaman lainnya. Beberapa jenis tanaman yang reproduksinya terbantu oleh rainbow lorikeet ialah eukaliptus dan tanaman kelapa.

Di samping mengkonsumsi nektar dan serbuk sari, terkadang rainbow lorikeet juga memakan buah-buahan dan serangga kecil. Populasi burung yang tinggal di perkotaan juga diketahui punya diet yang sangat beragam dan 'melenceng' dari diet alaminya.

Jurnal Corella melaporkan jika rainbow lorikeet memakan apa saja yang tersaji di bird feeder yang sering dipasang di taman/pekarangan rumah, termasuk roti dan daging. Padahal mengkonsumsi terlalu banyak protein bisa berakibat kurang baik untuk kesehatan rainbow lorikeet. 

Rainbow lorikeet bukanlah satwa native Australia Barat. Mereka berasal dari pesisir timur Australia. Namun, pada akhir 1960-an, terdapat tujuh atau delapan ekor burung yang terlepas dari sebuah aviary di Pulau Rottness.

Kawanan tersebut kemudian menetap di Perth dan berkembang biak secara pesat. Dilansir Landscope, di tahun 1990-an, jumlahnya sudah lebih dari 1000 ekor! Populasinya sekarang diperkirakan lebih dari 40.000 ekor di seantero negara bagian ini.

Rainbow lorikeet dianggap meresahkan karena mengganggu populasi burung lokal dan juga perkebunan buah penduduk. Birdlife Australia melaporkan bahwa rainbow lorikeet kerap menghalangi burung lokal untuk bersarang di sekitarnya bahkan bisa membunuh anakan dari spesies burung lain. Burung ini pun dinyatakan Pemerintah Australia Barat sebagai hama.

Rainbow lorikeet (Trichoglossus moluccanus) merupakan satu dari sepuluh spesies nuri dalam genus Trichoglossus. Ada saudaranya yang rupanya mirip dan kerap disangka rainbow lorikeet, yakni Trichoglossus haematodus (coconut/green-naped lorikeet). Dalam bahasa Indonesia, burung ini dikenal dengan nama nuri atau perkici pelangi.

Burung Trichoglossus haematodus punya corak warna hampir serupa dengan rainbow lorikeet. Australian Geographic melansir perbedaannya terletak pada ekor coconut lorikeet yang lebih pendek, serta adanya warna hitam pada bagian perutnya yang tidak ada pada rainbow lorikeet.

Di Australia, coconut lorikeet hanya ditemukan di Kepulauan Selat Torres yang memisahkan Australia utara dengan Papua Nugini. Sementara di Indonesia, burung yang dilindungi pemerintah ini terdapat di bagian timur seperti Maluku dan Papua Barat.

Burung rainbow lorikeet selain memiliki visual menawan juga punya peran penting dalam reproduksi beberapa jenis tanaman. Tapi, siapa sangka kalau di beberapa wilayah di Australia mereka bisa menjadi hama dan populasinya harus dikendalikan. Duh, semoga ada solusi terbaik ya!