Saat sedang menyampaikan sesuatu, lalu tiba-tiba dipotong oleh orang lain, rasanya tentu tidak menyenangkan. Bahkan, dalam situasi yang lebih intens, interupsi bisa membuat seseorang kehilangan semangat berbicara atau merasa opininya tidak penting. Menginterupsi bukan hanya soal etika dalam komunikasi, tapi juga bisa menunjukkan banyak hal tentang cara seseorang memandang dirinya dan lawan bicaranya. Kebiasaan ini kerap dianggap remeh, padahal bisa merusak alur diskusi, menurunkan kepercayaan diri lawan bicara, hingga menghambat terciptanya rasa saling menghargai.
Di balik kebiasaan menginterupsi, ada banyak alasan psikologis maupun kebiasaan yang terbentuk dari pola komunikasi sebelumnya. Beberapa orang melakukannya tanpa sadar, sementara sebagian lain melakukannya karena merasa lebih tahu atau tidak sabar menunggu giliran. Pemahaman soal apa yang melatarbelakangi kebiasaan ini bisa membantu dalam menghadapinya dengan lebih bijak dan tidak reaktif. Berikut lima alasan seseorang suka menginterupsi saat berbicara.