Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

5 Alasan Kenapa Kariermu Stagnan Meski Sudah Bekerja Keras

ilustrasi mengkomunikasikan pencapaian (freepik.com/freepik)
Intinya sih...
  • Kerja keras gak selalu cukup buat naik karier
  • Relasi dan networking penting untuk promosi dan proyek prestisius
  • Arah karier yang jelas, keluar dari zona nyaman, komunikasi pencapaian, dan terbuka terhadap feedback juga krusial

Setiap hari masuk pagi, pulang malam. Deadline dituntaskan, rapat dijalani, bahkan kerja lembur pun udah jadi rutinitas. Tapi sayangnya, meskipun udah ngeluarin tenaga dan waktu segitu banyaknya, posisi masih di situ-situ aja. Rasanya kayak jalan di treadmill, capek iya, maju gak. Kalau udah begini, wajar kok kalau mulai ngerasa jenuh dan bertanya-tanya, "Sebenernya aku kurang apa sih?"

Nyatanya, kerja keras doang gak selalu cukup buat ngebuka jalan ke puncak karier. Ada banyak faktor lain yang ikut main, yang kadang gak disadari karena terlalu fokus di hal teknis. Mulai dari cara bersikap, komunikasi, sampai ke arah tujuan karier itu sendiri. Nah, daripada terus terjebak dalam rutinitas yang gak ngasih progres, mending cek dulu beberapa hal berikut ini yang mungkin jadi alasan kenapa karier masih jalan di tempat.

1.Kurang membangun relasi yang kuat

ilustrasi bangun relasi (freepik.com/pressfoto)

Kerja keras penting, tapi kerja bareng orang lain itu esensial. Dunia kerja gak cuma soal skill dan performa individu, tapi juga tentang siapa yang dikenal dan sejauh mana koneksi bisa bantu dorong ke level berikutnya. Kalau terlalu sibuk sama tugas tanpa pernah nyapa rekan kerja, ngobrol santai sama atasan, atau ikut komunitas profesional, jangan heran kalau nama gak pernah muncul saat ada peluang.

Relasi yang kuat bisa jadi jembatan menuju promosi atau proyek prestisius. Kadang, satu pujian dari rekan atau rekomendasi dari senior bisa punya efek lebih besar daripada seribu jam lembur. Punya network bukan berarti harus jilat, tapi lebih ke bikin koneksi yang tulus dan saling dukung. Jangan remehkan kekuatan obrolan ringan di pantry atau basa-basi di grup kerja, itu semua investasi sosial yang bisa bawa dampak besar.

2.Gak tahu arah karier sendiri

ilustrasi bingung (freepik.com/KamranAydinov)

Sering kali orang kerja keras tapi gak tahu sebenarnya lagi menuju ke mana. Akhirnya ya gitu-gitu aja, karena gak punya tujuan jelas. Mungkin awalnya cuma ngikut arus seperti lulus kuliah, cari kerja, lalu terjebak rutinitas tanpa pernah refleksi soal arah karier. Kalau gak pernah nentuin target pribadi, gimana bisa tahu udah sejauh apa melangkah?

Arah karier itu penting biar kerja keras yang dikeluarin gak sia-sia. Coba mulai tanya ke diri sendiri, pengin jadi apa lima tahun lagi? Skill apa yang dibutuhin buat nyampe ke sana? Dengan tujuan yang jelas, bisa mulai susun strategi, ambil peluang yang sesuai, dan lebih fokus dalam berkembang. Kerja keras jadi punya arah, bukan sekadar sibuk yang membingungkan.

3.Terlalu fokus di zona nyaman

ilustrasi fokus (freepik.com/freepik)

Udah ngerti alur kerja, paham sistem kantor, dan gak pernah bikin masalah, kedengerannya ideal, tapi bisa juga jadi jebakan. Kalau terlalu nyaman sama rutinitas, akhirnya jadi takut ambil risiko atau coba hal baru. Padahal, perkembangan karier seringkali datang dari momen-momen yang menantang dan bikin deg-degan.

Berani keluar dari zona nyaman berarti siap buat berkembang. Entah itu ngajuin diri ke proyek baru, belajar skill yang selama ini dihindari, atau bahkan coba pindah divisi. Saat seseorang terus eksplorasi, skill bertambah, visibilitas meningkat, dan kesempatan pun makin terbuka. Zona nyaman memang enak, tapi di sanalah pertumbuhan biasanya berhenti.

4.Kurang mengkomunikasikan pencapaian

ilustrasi mengkomunikasikan pencapaian (freepik.com/freepik)

Satu hal yang sering dilupain yaitu kerja keras yang gak kelihatan dan sering gak dihargai. Banyak orang mikir, "Kerja bagus pasti dilihat atasan." Sayangnya, kenyataan gak selalu kayak gitu. Kalau gak pintar mengkomunikasikan hasil kerja, bisa-bisa malah dianggap gak ngelakuin apa-apa.

Mengkomunikasikan pencapaian bukan berarti sombong, tapi bagian dari profesionalisme. Atasan bukan cenayang yang bisa baca semua laporan tanpa dibantu insight. Misalnya, pas presentasi atau laporan mingguan, selipkan data atau hasil yang dicapai. Biar orang tahu kontribusi nyata yang udah diberikan. Terkadang, yang bersinar bukan yang paling jago, tapi yang paling terlihat.

5.Gak terbuka sama feedback

ilustrasi memberi feedback (freepik.com/rawpixel.com)

Feedback bisa jadi bahan bakar buat berkembang, tapi juga sering jadi hal yang dihindari. Ada yang ngerasa tersinggung, ada juga yang pura-pura gak denger. Padahal, dari kritik dan saran itu bisa ketahuan apa yang perlu dibenahi. Kalau terus tutup telinga, ya kemungkinan besar bakal terus ngulang kesalahan yang sama.

Orang yang terbuka sama feedback punya peluang lebih besar buat naik level. Bukan cuma karena mereka belajar dari kesalahan, tapi juga nunjukin kalau mereka punya mentalitas berkembang. Gak semua feedback enak didengar, tapi kalau diproses dengan bijak, itu bisa jadi peta buat perjalanan karier ke depan. Terima kritik bukan berarti kalah, tapi justru tanda kesiapan buat jadi versi yang lebih baik.

Karier yang mandek meski udah kerja keras itu bukan akhir dari segalanya. Bisa jadi cuma butuh evaluasi arah dan strategi biar langkah selanjutnya lebih tepat. Jangan cuma fokus di kerjaan, tapi juga bangun koneksi, upgrade diri, dan pastikan visi tetap jelas. Karena di dunia profesional, kerja keras baru jadi kunci sukses kalau dibarengi dengan kecerdasan melihat peluang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irwan Idris
EditorIrwan Idris
Follow Us