Pance Pondaag, Peletak Fondasi Generasi Ambyar di Dekade 80an

Salah satu pencipta lag pop kelahiran Makassar yang gemilang

Makassar, IDN Times - Jauh sebelum Didi Kempot membius dengan tembang kepedihan, kita pernah punya Pance. Dialah yang layak disebut peletak fondasi Generasi Ambyar, dengan lagu dan musik patah hati nan menyayat.

Pria itu bernama lengkap Pance Frans Pondaag. Dikenal dengan suara khas melengking, kariernya melejit pada dekade 1980-an. Sebagian kalangan menyebutnya lebih sukses sebagai pencipta lagu, dengan melejitkan banyak solois. 

Mendiang Denny Sakrie, salah satu jurnalis musik ternama, pernah menulis pengalaman pertamanya mengenal Pance. Waktu itu, di 1970-an akhir, program musik Mana Suka Siaran Niaga di TVRI rutin memutar lagu "Mutiaraku" yang dinyanyikan Pance.

Lagu itu jadi favorit orang-orang berkat irama dan lirik melankolis. Album debut Pance yang memuat "Muatiaraku" meledak di pasaran. Tetapi Denny menyebutnya sebagai debut medioker lantaran popularitas Pance malah nanggung.

"Di saat yang bersamaan, dengan perangai musik yang berbeda, muncul ke permukaan nama Chrisye yang baru saja ngetop lewat lagu 'Lilin-Lilin Kecil' dan album Badai Pasti Berlalu (1977)," tulis Denny, dikutip dari blog pribadinya.

Baca Juga: Mengenang Lagu-lagu Iwan Tompo yang Paling 'Memorable'

1. Saat muncul, karakter vokal Pance F. Pondaag tak seperti solois pria kebanyakan

Pance Pondaag, Peletak Fondasi Generasi Ambyar di Dekade 80anDok. Denny Sakrie

Pance Pondaag lahir di Ujung Pandang (kini Makassar) pada 18 Februari 1951. Ia Orang tuanya berdarah Minahasa-Sangihe, Sulawesi Utara. Tak banyak informasi tentang masa kecil dan remaja Pance. Namun satu hal yang pasti, bakatnya di bidang tarik suara dan mencipta lagu sudah terasah sejak di Kota Anging Mamiri.

Di usia 25 tahun, Pance memutuskan hijrah ke ibu kota untuk mengadu nasib. Dengan bundel lagu ciptaan sendiri, silih berganti label rekaman ia datangi. Usai sekian lama mencari, gayung pun bersambut. Yukawi, sebuah label milik duet Nomo Koeswoyo-Dharmawan yang bermarkas di Bogor, mengorbitkan Pance ke belantika musik nasional.

Album solo debutnya, Pop Indonesia Vol. 1, laku ratusan ribu keping. Pance bahkan bersaing dengan solois baru lainnya, Chrisye. Menjadi penyanyi sudah tercapai, namun masih ada panggilan seni lain yang hendak dikejar. Usai debut, ia juga merangkap sebagai komposer.

"Suara penyanyinya agak aneh. Hampir tanpa bas sama sekali. Melengking dan cenderung mirip ambitus suara wanita," kata Denny Sakrie.

2. Di awal 1980an, lagu-lagu Pance melejitkan sejumlah biduanita

Pance Pondaag, Peletak Fondasi Generasi Ambyar di Dekade 80anSpotify.com

Sebagai hitmaker, Pance menyodorkan lagu-lagu ciptannya ke label rekaman untuk dinyanyikan orang lain. Salah satu biduanita pertama yang beruntung adalah Hetty Koes Endang. Lewat lagu "Lahir Lagi Satu" karya Pance, Hetty menjadi juara kategori wanita dan juara umum Lomba Menyanyi Pop tingkat Jakarta pada Juli 1978.

Masuk 1980-an, status Pance sebagai hitmaker kian kokoh. Sejumlah lagu ciptaannya, yang disetor kepada label JK Records milik Judhi Kristianto, laris manis bak kacang goreng. Lagu-lagu Pance dinyanyikan oleh sejumlah biduanita seperti Dian Pieshesha, Meriam Bellina, Chintami Atmanegara, Maya Olivia Rumantir, Heidy Diana dan masih banyak lagi.

Konon, angka penjualan lagu "Tak Ingin Sendiri" (1984) yang pertama kali dilantunkan Dian Pieshesha sukses menembus satu juta kopi. Akan tetapi minimnya pencatatan membuat asumsi tersebut bisa saja salah, malah lebih dari perkiraan banyak orang. Hal serupa turut berlaku pada album "Untuk Sebuah Nama" milik Meriam Bellina yang rilis juga pada 1984.

3. Pada tahun 1985, Menteri Penerangan Harmoko melarang pemutaran "lagu-lagu cengeng" di radio dan TVRI

Pance Pondaag, Peletak Fondasi Generasi Ambyar di Dekade 80anANTARA FOTO/Fouri Gesang Sholeh

Meski hidup sebagai komposer musik terkesan glamor, Pance jauh dari segala hingar bingar. Di mata rekan-rekannya, ia adalah sosok religius yang fokus membuat musik. Ia bisa berjam-jam duduk memencet-mencet tuts piano, mencari nada yang tepat bagi lirik yang baru saja ditulisnya. Saat bersama JK Records, Pance bahkan merekam lagu-lagu rohani.

Pada 1985 di usia 34 tahun, setelah merasa cukup materi, Pance memberanikan diri membina rumah tangga. Jaty Lisal, perempuan Makassar yang cukup lama menjadi kekasihnya, ia persunting sebagai istri. Dari pernikahan mereka lahir tiga orang anak, satu putra dan sepasang putri.

Di tahun 1985, muncul sebuah langkah kontroversial dari Menteri Penerangan Harmoko. Ia melarang radio-radio dan TVRI memutar "musik cengeng", sebutannya untuk lagu-lagu pop mendayu yang kental dengan suasana patah hati.

Lagu-lagu Pance memang mengangkat tema tersebut, meneguhkan posisinya ke dalam tiga sosok komposer pop tersohor selain Rinto Harahap dan Obbie Messakh.

4. Pance meninggal dunia pada 3 Juni 2010 setelah lama berjuang melawan penyakit stroke

Pance Pondaag, Peletak Fondasi Generasi Ambyar di Dekade 80anSpotify.com

Larangan pemerintah Orde Baru tak membuatnya patah arang. Pance masih terus bermusik hingga dekade 1990-an, bahkan hingga rezim Soeharto tumbang. Menginjak tahun 2000-an, penyakit mulai mendera tubuhnya. Stroke menyerangnya hingga sembilan kali, memaksa Pance untuk duduk di kursi roda sepanjang waktu.

Stroke pula yang mengakhiri perjalanan hidup Pance F. Pondaag. Ia meninggal dunia pada Kamis sore, 3 Juni 2010, di Jakarta Utara.

Dunia musik nasional boleh saja kehilangan sosok pencipta lagu kenamaan. Akan tetapi, lagu-lagunya rasanya takkan lekang oleh zaman. Sebab merasa ambyar adalah hak semua orang.

Baca Juga: 6 Penyanyi Populer yang Dulu Pernah Ikut Audisi Pencarian Bakat

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya