Penyebaran Corona Menurun di Musim Kemarau? Ini Penjelasan Ilmuwan

Suhu hangat membuat degradasi virus jadi lebih cepat

Makassar, IDN Times - Pemerintah Indonesia, melalui Presiden Joko Widodo, telah mengumumkan kasus positif Corona pertama di tanah air pada hari Senin (2/3). Didampingi oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Jokowi menyebut bahwa seorang ibu berumur 64 tahun dan putrinya yang berusia 31 tahun terjangkit virus tersebut setelah melakukan kontak dengan WN Jepang.

Kewaspadaan pun ditingkatkan lantaran virus Corona jenis baru atau COVID-19 ini telah mewabah di nyaris seluruh negara Asia. Beberapa negara dengan kasus COVID-19 pun berada di belahan utara bumi (Northern Hemisphere) yang saat ini sedang mengalami musim dingin.

1. Lantaran COVID-19 merebak di musim dingin, beberapa ilmuwan menyebut polanya seperti flu dan demam pada umumnya

Penyebaran Corona Menurun di Musim Kemarau? Ini Penjelasan IlmuwanSeorang perempuan memakai masker pelindung berjalan di area komersial utama di Wuhan, pusat terjadinya penularan virus corona baru, provinsi Hubei, Tiongkok, pada 20 Februari 2020. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Sudah jadi rahasia umum bahwa cuaca dingin selalu identik dengan beberapa penyakit seperti influenza. Selain itu, penyebaran flu dan demam yang gejalanya mirip dengan COVID-19 mayoritas terjadi di musim dingin dan gugur, atau dari Desember hingga Juni.

Alhasil beberapa pihak mulai berpendapat bahwa penyebaran COVID-19 ini akan menurun ketika musim panas tiba. Laman majalah Time pada Jumat (28/2) menurunkan artikel yang menyebut bahwa cuaca hangat dan lembap membuat virus sulit melakukan transmisi lewat cairan tubuh seperti ludah.

"Tetesan tubuh yang membawa virus tidak bisa bertahan lama di udara lembap, dan suhu yang lebih hangat membuat degradasi virus jadi lebih cepat," ujar Elizabeth McGraw, direktur Center for Infectious Disease Dynamics di Pennsylvania State University.

2. Patogen COVID-19 yang baru membuat para ilmuwan masih mempelajari karakteristik dan caranya menyebar

Penyebaran Corona Menurun di Musim Kemarau? Ini Penjelasan IlmuwanANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Selain itu, aktivitas manusia juga berubah selama musim panas. Direktur Global Health Program yang bermarkas di Washington D.C., Thomas Bollyky, menyebut cuaca terik membuat orang lebih banyak mendekam dalam rumah ketimbang berada di luar ruangan, situasi di mana virus akan lebih mudah tersebar.

Kendati demikian, banyak juga pakar kesehatan yang ragu COVID-19 dapat melambat atau bahkan dihentikan pada musim panas. "Saya pikir terlalu dini untuk menganggapnya benar. Kami bahkan belum genap menjalani satu tahun dengan patogen ini," tutur Dr. Nancy Messionnier dari Centers for Disease Control and Prevention.

COVID-19, yang menjadi patogen teranyar virus Corona, baru muncul pada Desember 2019 lalu. Para ilmuwan pun masih mempelajari karakteristik dan cara penyebarannya. Di sisi lain, mereka sedang berlomba dengan waktu untuk merampungkan vaksin virus ini.

3. Selain itu, COVID-19 disebut belum terbukti sebagai "virus musiman", sama seperti dua turunan virus Corona lainnya

Penyebaran Corona Menurun di Musim Kemarau? Ini Penjelasan IlmuwanPetugas melakukan pendeteksi suhu tubuh (thermal scanner) saat penumpang pesawat tiba di terminal 2 Bandara Juanda Surabaya, Jawa Timur, Rabu (22/1/2020). ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Lebih lanjut, McGraw menyebut ada banyak faktor yang berperan penting dalam berakhirnya penyebaran sebuah wabah. "Ada (seberapa pesat) tingkat penyebaran virus, efektivitas praktik pengendaliannya, cuaca dan kekebalan manusia. Semua itu berpotensi memainkan peran penting," lanjutnya.

Beberapa "kerabat" COVID-19 sebelumnya, SARS dan MERS, juga tak menunjukkan tanda-tanda sebagai virus musiman. "Wabah virus corona di masa lalu, SARS dan MERS, belum menunjukkan bukti yang jelas apakah bersifat musiman atau tidak. SARS memang berakhir pada Juli 2003, tetapi tidak jelas apakah karena cuaca. MERS malah tidak menunjukkan tanda tersebut," lanjut Bollyky.

Lantaran patogen COVID-19 masih sangat baru, banyak manusia yang belum sama sekali memiliki sistem kekebalan alami khusus untuk virus tersebut. Penjelasan itu datang dari Profesor John Nicholls, seorang ahli kesehatan University of Hong Kong.

Baca Juga: Mengenal Virus Corona: Gejala, Penyebab, Pengobatan dan Cara Mencegah

4. Dibutuhkan kebijakan yang tepat rasional dari pemerintah demi mengendalikan virus ini tanpa menyaksikan lebih banyak korban

Penyebaran Corona Menurun di Musim Kemarau? Ini Penjelasan IlmuwanPetugas kesehatan mengikuti latihan persiapan kemungkinan adanya penumpang yang tiba dengan terinfeksi virus korona di bandara Sofia, Bulgaria, Selasa (25/2/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Dimitar Kyosemarliev

Bahkan jika penyebaran COVID-19 menurun pada musim panas, virusnya tetap hidup atau bahkan bisa kembali mewabah jika para ilmuwan gagal mengendalikannya dengan taktis dan cermat. Intinya, aksi harus tetap dilakukan bahkan saat musim berganti, dan tak peduli dalam cuaca apa pun.

"Satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah meminta masyarakat siaga. Pemerintah juga harus membuat kebijakan yang rasional demi mengurangi jumlah orang terinfeksi, melindungi petugas kesehatan, serta meningkatkan diagnosis dan perawatan pada mereka yang sakit," pungkas Bollyky.

Hingga artikel ini dibuat pada Senin (2/3) siang, data terbaru dari Johns Hopkins University di situs gisanddata.maps.arcgis.com melansir sudah ada 89.073 kasus positif COVID-19 di seluruh dunia. Angka kematian telah menembus 3.048 jiwa --mayoritas di Tiongkok-- dan 45.095 dinyatakan telah sembuh.

Baca Juga: Cegah Virus Corona, Pemprov Perketat Pengawasan di Pintu Masuk Sulsel

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya