Produksi Gula Merah Rumahan di Minahasa Utara Tembus Pasar Ekspor

Agustina membangun usahanya dari Poso sejak 1998

Manado, IDN Times – Agustina Pandoli tak pernah meninggalkan produksi gula merah rumahan yang ia bangun sejak tahun 1998. Dibantu suaminya, Yundri Goni, Agustina memproduksi gula merah sejak masih di kampung halamannya di Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng). Kini, Agustina pindah ke kampung halaman suaminya di Kelurahan Mapanget, Kecamatan Talawaan, Minahasa Utara (Minut), Sulawesi Utara (Sulut).

Kerja keras Agustina membangun usahanya selama ini membuahkan hasil. Sebagai pemain tunggal selama 2 tahun terakhir di wilayahnya, gula merah yang diproduksinya kini turut diekspor ke luar negeri.

Berdasarkan data Balai Karantina dan Pertanian (Barantan) Manado, tahun 2021 Sulut berhasil mengekspor 531,02 kilogram gula merah ke tiga negara, yaitu Hongkong, Jepang, dan Singapura.

“Ekspor terbesar ke Jepang sebesar 381,52 kilogram dengan nilai Rp 43,6 juta,” ujar Kepala Balai Karantina dan Pertanian Manado, Donni Muksidayan, Jumat (22/4/2022).

1. Agustina membuat gula merah berbahan dasar air nira

Produksi Gula Merah Rumahan di Minahasa Utara Tembus Pasar EksporYundri Goni membantu sang istri mencetak gula merah cair ke dalam batok kelapa, Jumat (22/4/2022). IDNTimes/Savi

Setiap hari, Agustina mulai memproduksi gula merah sejak pukul 08.00 WITA. Sejak sehari sebelumnya, sang suami, Yundri, sudah menyadap batang pohon nira agar air nira yang diperoleh lebih banyak.

“Butuh 5 liter air nira sekali produksi, itu cukup untuk membuat 20 biji gula merah,” terang Agustina.

Air nira yang didapat kemudian direbus dalam wajan besar di atas tungku berbahan bakar kayu selama kurang lebih 8 jam hingga mengental. Setelah mengental, gula merah cair kemudian dimasukkan ke cetakan batok kelapa berbentuk setengah lingkaran yang diberi alas daun singkong.

“Batok kelapa harus diberi lubang di dasarnya agar udara bisa masuk dan gula merah cepat mengeras. Harus diberi alas daun singkong atau daun apapun yang bisa dimakan, agar tidak berpengaruh ke gula merahnya,” tambah Yundri.

Tak butuh waktu lama, gula merah cair akan mengeras dalam waktu kurang lebih 5 menit dan siap dikemas.

2. Penuhi kebutuhan pasar lokal

Produksi Gula Merah Rumahan di Minahasa Utara Tembus Pasar EksporAgustina Pandoli mempersiapkan cetakan batok kelapa, Jumat (22/4/2022). IDNTimes/Savi

Selain diekspor, produk gula merah Agustina juga dipasarkan ke toko kelontong dan pasar tradisional di Sulawesi Utara. Setiap harinya, Agustina bisa memproduksi kurang lebih 20 biji gula merah ukuran besar dan kecil, tergantung pesanan.

“Paling banyak pernah sampai memproduksi 120 biji gula merah, itu membutuhkan sekitar 16 liter air nira,” jelas Yundri.

Agustina dan Yundri menjual gula merah ukuran besar yang mereka produksi dengan harga Rp15 ribu per biji. Sedangkan gula merah kecil mereka kemas dalam plastik dengan isi 5 biji dengan harga Rp5 ribu per kemasan.

Baca Juga: Jerit Hati Nelayan Tradisional di Manado yang Kini Kesulitan Melaut

3. Penggunaan kayu bakar masih menjadi kendala

Produksi Gula Merah Rumahan di Minahasa Utara Tembus Pasar EksporYundri Goni memasukkan gula merah cair ke dalam cetakan batok kelapa, Jumat (22/4/2022). IDNTimes/Savi

Agustina menyebut, pengolahan gula merah secara tradisional yang ia lakukan masih menemui kendala. Pasalnya, ia masih menggunakan kayu untuk merebus air nira.

“Kalau musim hujan, susah sekali mencari kayu bakar kering. Jadi kalau dapat kayu bakar yang basah harus dipanaskan dulu agar kering dan itu memakan waktu,” terang Agustina.

Tak hanya itu, Agustina menyebut penjualan gula merahnya juga terdampak pandemik virus corona atau COVID-19. “Penjualan berkurang karena pembeli juga berkurang. Produksi kudapan juga berkurang karena aktivitas masyarakat dibatasi,” tutur Agustina.

Baca Juga: Kisah Ina Tobani, Generasi Terakhir Pembuat Kain Kulit Kayu di Sulteng

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya