Sultan Kemiri dari Sulsel, Eks Nakes Banting Setir Jadi Eksportir
Program Integrasi Pelabuhan diharap membantu para eksportir
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Hamzah sedang berada di Luwuk Banggai, Sulawesi Tengah, saat kami berbincang melalui sambungan telepon, Senin (20/9/2021) siang. Di sana, ia sedang mengunjungi sejumlah petani kemiri. Komoditi tersebut, sejak 2019 lalu, merupakan produk ekspor utama pria asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan itu. “Kalau kemiri banyak di Sulsel, tapi kadang kita suplai dari Sulawesi Tengah juga,” katanya.
Sebelum berkecimpung di bidang ekspor komoditi, Hamzah bekerja sebagai perawat atau tenaga kesehatan untuk Rumah Sakit Pertamina, Balikpapan, Kalimantan Timur. Kala itu, ia ditempatkan jauh dari pusat kota, “Di lokasi pengeborannya, jauh dari kota, kadang di tengah laut, kadang di tengah hutan,” kata Hamzah.
Dalam rentang waktu empat tahun bekerja di RS Pertamina, Hamzah mengaku banyak berkenalan dengan para pengusaha di Kota Minyak. Bukan hanya warga lokal, tapi juga sejumlah orang dari luar negeri. Dari mereka, Hamzah melihat, lalu belajar menjadi seorang wirausahawan. “Setelah resign, saya masuk komunitas pengusaha muslim Indonesia, saya belajar dagang dan ekspor di situ.”
Ya, Hamzah berani mengambil langkah keluar dari zona nyaman bekerja di perusahaan besar. Pada bulan September 2019 lalu, ia pertama kali mengikuti kegiatan yang mempertemukan para pengusaha eksportir. Kegiatan itu digelar di Tangerang, Banten. “Tahu tidak, yang saya bawa dari Sulawesi Selatan itu kemiri yang saya tidak tahu kemiri itu apa,” kata Hamzah sembari tertawa mengingat masa awal berjuang menjadi pengekspor kemiri Sulsel.
“Saya singgah beli kemiri di Pasar Maros (Sulsel), gula merah saya ambil dari Enrekang, Cengkih dari Siwa, Lada dari Luwu Timur,” katanya.
2. Kegigihan Hamzah membawa wangi kemiri Sulsel ke luar negeri
Di kegiatan pameran komoditi ekspor itu, Hamzah mengaku mempelajari banyak hal. Ia melakukan pemetaan terhadap produk apa saja yang diminati mancanegara. “Di sana, saya putus urat malu, maksudnya saya ajak semua pengunjung untuk singgah di stand saya agar melihat produk dari Sulsel,” cerita Hamzah. Akhirnya, ia mengetahui bahwa dua komoditas yang paling banyak diminati ialah rempah-rempah. “Cengkih dan kemiri.”
Pulang ke Sulsel, ia langsung bergerak mencari suplai kemiri dan cengkih dari para petani. Tapi, ia sempat keder saat mengetahui modal yang harus dibutuhkan sebesar Rp1 miliar. Ternyata juga, pengolahan kemiri butuh alat pemecah buah agar bijinya bisa dipilah. “Saya pelajari sistem kerjanya, satu yang saya yakini, Bismillah saja,” kata pria dua anak itu.
Menurutnya, pihak pelabuhan maupun lembaga negara lainnya telah banyak membantu kelancaran usaha ekspor dari Indonesia Timur langsung ke negara tujuan. Antara lain, ke Korea Selatan, Hong Kong dan beberapa negara Arab. “Saat itu ada buyer yang menanyakan, apakah saya bisa langsung ngirim dari Makassar ke direct ke Hong Kong?,” kenang Hamzah. Dia dengan sigap menjawab, “ 'Bisa Pak, pelabuhan Makassar sudah internasional, bisa langsung direct ke Hongkong'.”
Hamzah pun berharap, program integrasi pelabuhan Indonesia bisa meningkatkan efisiensi pengiriman barang dari Indonesia Timur ke wilayah Barat, pun untuk kebutuhan ekspor langsung dari Makassar ke negara tujuan. Meski begitu, kata dia, saat ini masih sangat minim informasi mengenai program merger empat holding perusahaan BUMN tersebut. “Informasinya masih kurang, karena kegiatan sosialisasi di daerah juga minim, hanya berpusat di Kota Makassar saja,” keluhnya. Ia berharap, ke depan, Pelindo bisa lebih giat menggelar sosialisasi kebijakan kepada para pelaku UMKM di pelosok-pelosok Nusantara.
Baca Juga: Sulsel Ekspor Perdana Rempah-Rempah ke Sepuluh Negara
Baca Juga: Ekspor Perdana Rempah-Rempah dari Sulteng Senilai Rp3,7 Miliar