TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Perlukah Kita Melawan Takdir?

Dalam teologi, ada 3 mazhab besar berbeda memandang takdir

Ilustrasi berpikir keras. (Pexels.com/Andrea Piacquadio)

Dalam hidup ini, sering kali kita diperhadapkan pada kuasa material yang membelenggu kehidupan kita. Kesempatan-kesempatan berkarier kita dihalangi oleh kuasa material itu, padahal kita sudah berusaha setengah mati untuk mencapai karier kita. Karena kuasa material yang menindas, akhirnya karier itu hancur berantakan. Pada sisi lain, manusia beragama didoktrin oleh wacana, bahwa ada takdir yang tak terelakkan yang menyetting kehidupan, tidak hanya manusia, tetapi alam semesta. Pertanyaannya adalah, apa relasi antara kuasa material dengan takdir? Apakah takdir itu mewujud dalam kuasa material, sehingga manusia tidak mempunyai hak untuk mengubahnya? Ataukah justru manusia mempunyai hak untuk mengubah takdir sehingga determinasi kuasa material yang semena-mena harus dilawan? Dengan begitu, apakah perlawanan terhadap kuasa material didefinisikan sebagai melawan takdir?

Dalam teologi, ada tiga mazhab besar yaitu; free will (kehendak bebas), jabariyah atau deterministik, dan jalan tengah (amru bainal amrain). Bagi mereka yang mempunyai cara pandang kehendak bebas berpikir bahwa Tuhan telah memberikan kekebasan kepada manusia untuk menentukan nasibnya sendiri. Batasan-batasan takdir bagi kelompok ini dianggap absurd. Absurditas itu karena manusia akan menerima balasan dari perbuatannya entah itu berupa pahala atau siksa. Sangat absurd bila manusia tidak memunyai pilihan bebas lalu harus diberi pahala atau siksa atas perbuatannya. Jika nasib manusia sudah ditentukan oleh Tuhan lalu mengapa harus diberi pahala atau siksa atas perbuatannya? Bukankah cara berpikir seperti itu berkonsekuensi pada gagasan bahwa perbuatan Tuhan telah dimanisfetasikan kepada manusia dan manusia sisa menjalani takdirnya? Lalu untuk apa manusia mempertanggungjawabkannya?

Nasib manusia sudah ditentukan

Pada ekstrem yang lain ada kaum jabariyah yang mengganggap bahwa nasib manusia sudah ditentukan Tuhan dan tidak ada yang namanya kehendak bebas, karena kehendak bebas hanya akan mempreteli kekuasaan Tuhan. Tuhan adalah Zat yang Maha Kuasa, tidak ada satu ciptaan-Nya sekalipun yang bisa mengubah atau menentang kekuasaan Tuhan. Jika Tuhan telah menentukan bahwa jenis nasibmu adalah miskin maka kamu akan jadi miskin. Jika nasibmu ditindas oleh kuasa material, maka hidupmu akan selalu ditindas oleh kuasa material. Garis tanganmu akan selalu dibawa bayang-bayang kuasa material yang menindas. Tapi jika nasibmu menjadi penguasa, maka jalan hidupmu atau garis tanganmu selalu menjadi penguasa.

Intinya, kaum kehendak bebas melihat bahwa karena manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, maka keberadaan mereka built in dengan kehendak bebas. Jika tidak demikian maka itu tidak logis. Sebaliknya kaum jabariyah memandang bahwa justru kehendak bebas adalah cara pandang yang absurd karena mempreteli kekuasaan Tuhan atas manusia dan alam semesta. Yang disebut Tuhan adalah Zat yang berkuasa mutlak. Tanpanya tidak bisa disebut Tuhan.

Baca Juga: OPINI: Rencanakan DO, Alih Fungsi Perguruan Tinggi

Berita Terkini Lainnya