TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Cerita Joki Skripsi-Tesis di Makassar, Bisa Raup Puluhan Juta Rupiah 

Jasa joki banyak digunakan oleh orang-orang sibuk

ilustrasi mengerjakan skripsi menggunakan laptop (unsplash.com/Christine Hume)

Intinya Sih...

  • Joki skripsi kembali ramai diperbincangkan setelah unggahan pengguna X tentang penipuan yang dialaminya.
  • Agus, salah satu joki skripsi di Makassar, mengaku telah melayani 43 orang selama 7 tahun dengan tarif Rp4,5 juta per skripsi.
  • Ismail, joki lainnya, telah membuat karya tulis untuk lebih dari 200 klien dengan harga bervariasi mulai dari Rp3 juta hingga Rp30 juta.

Makassar, IDN Times - Topik mengenai joki skripsi kembali memanas baru-baru ini. Musababnya, adalah unggahan seorang pengguna X tentang penipuan yang dialaminya.

Secara gamblang dia menceritakan telah membayar sejumlah uang untuk membayar seorang joki skripsi. Jasa kadung dibayar, tapi sang joki malah kabur.

Unggahan itu pun viral. Bukan tentang penipuan, para pengguna X malah menyoroti soal bagaimana dia secara blak-blakan menceritakan praktik culas itu di depan publik.

Berbicara tentang joki skripsi memang bukanlah fenomena baru. Di dunia pendidikan, joki akademik bagaikan fenomena gunung es. Dari luar dia hanya tampak ujungnya padahal ternyata sangat menjamur.

IDN Times pun berkesempatan mewawancarai dua orang joki akademik di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Selama ini, mereka cukup aktif dalam menjalankan usaha jokinya itu.

1. Berawal dari kebutuhan hidup

Agus (bukan nama sebenarnya), salah satu joki skripsi yang ditemui IDN Times di Kafe Red Corner, Makassar, Jumat (2/8/2024). Dia mengaku telah menjalankan aktivitas jokinya sejak 2017.

Awalnya, dia hanya bingung akan bekerja apa setelah lulus kuliah. Namun bak gayung bersambut, ada beberapa orang yang meminta untuk dibuatkan skripsi.

"Jadi 2017 pada saat mau selesai itu ada 3 skripsi saya kerja. Akhirnya dari mulut ke mulut. Kalau untuk posting semacam media sosial, tidak pernah," kata Agus.

Sepanjang aktivitasnya sebagai joki akademik atau 7 tahun, Agus telah melayani 43 orang. Rata-rata adalah mahasiswa se-kampusnya.

"Saya mulai kerja begini di akhir 2017. Kalau untuk klienku yang sudah saya kerjakan selama ini 43 orang. Itu termasuk skripsi dan tesis," kata Agus.

Saat kuliah, Agus tergolong mahasiswa yang gaptek. Begitupun saat menggeluti dunia perjokian. Hanya saja, dia tak patah arang dan mulai belajar.

"Kursuslah saya di Perintis hanya untuk Word. Di luar daripada itu, otodidak," kata Agus.

Dia juga cukup terbantu dengan perkembangan teknologi saat ini, utamanya Artificial Inteligence (AI). Sejak 2021, dia mulai memanfaatkan AI pro. Biasanya, klien yang akan membayarnya.

"Saya pakai itu dari 2021. Tapi yang pro. Enaknya bukan saya yang bayar tapi klien. Dengan AI, pekerjaan perjokian justru semakin mudah, katanya. "Di AI itu semacam kasih masuk aba-aba ada semua keterangan ke bawah. Saya pakai sampai sekarang. Itu terkoneksi di office. Bisa masuk di PPT, Word, Excel."

2. Ingin berhenti jika tak ada lagi klien

Agus bukannya tak mau meninggalkan dunia perjokian ini. Hanya saja, ada alasan kuat sehingga dia tetap bertahan dan menekuni aktivitas ini. Faktor ekonomi jelas menjadi yang utama.

"Kalau dibilang saya disuruh berhenti, ya, saya berhenti kalau misalnya tidak ada lagi yang tanya saya. Tapi sekarang saya negosiasi harga," kata Agus.

Baginya, usaha joki skripsi cukup menggiurkan. Dalam sekali menyelesaikan proyek skripsi, dia bisa mematok tarif Rp4,5 juta per satu skripsi. Itupun hanya untuk klien yang menyertakan judul dan rumusan masalah.

Harga Rp4,5 juta itu, sudah termasuk dengan bimbingan. Dia tentu akan melakukan bimbingan juga dengan kliennya. Dia juga tidak ingin kliennya sekadar terima jadi tanpa tahu isi dari skripsi itu sendiri.

Untuk itu, dia selalu meminta dua hal dari kliennya. Pertama, rekaman suara apa yang disampaikan pembimbing. Kedua, hasil coretan dari pembimbing dibuat catatan supaya bisa disatukan apa keinginan pembimbing.

"Saya bimbing orangnya, online juga begitu. Saya kasih lihat titik kesalahannya. Apa yang diinginkan pembimbing, penguji," katanya.

3. Promosi joki mulai merambah media sosial

Joki lainnya, Ismail, juga menceritakan pengalamannya saat ditemui IDN Times di Kafe Beruang Coffee, Sabtu (3/8/2024). Dia mengaku penggunaan media sosial cukup berpengaruh pada promosi kerja-kerja joki.

"Kalau di penggunaan sosial media dia efektif. Kan sekarang banyak fenomenanya yang kulihat penggunaan sosial media sebagai media sarana promosi joki skripsi," kata Ismail.

Meski begitu, dia termasuk joki yang dikenal dari mulut ke mulut dan tidak mengandalkan media sosial. Tanpa sosmed pun, dia bisa mendapatkan klien dari luar Makassar.

"Kalau saya lebih banyak teman ke teman. Sudah mulai tersebar. Jadi ada yang di Yogyakarta, Jakarta, Bandung, dan Papua," kata Ismail.

Rata-rata pelanggannya adalah mahasiswa S2 sehingga dia lebih banyak membuat tesis dibandingkan skripsi.

"Kalau S1 dulu mungkin sering tapi karena biaya rendah terus revisiannya lebih banyak, mending S2, lebih profesional," katanya.

Harga yang dipatok pun bervariasi. Untuk S1 berada di kisaran Rp3 juta - Rp7 juta per skripsi. Untuk S2, berada di kisaran Rp6 juta -Rp10 juta per tesis. Kemudian, S3 berada dipatok minimal Rp30 juta per disertasi.

Berita Terkini Lainnya