KPPU Sebut Pemerintah Kurang Serius Dukung Garam Lokal Masuk Industri
Garam impor masih mendominasi industri
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah VI mencatat adanya sejumlah masalah yang muncul berkaitan dengan kebijakan industri garam di Indonesia. Dalam diskusi yang digelar di Gedung Keuangan Negara II, Kota Makassar, Jumat (7/2), KPPU memaparkan ada tiga masalah yang telah teridentifikasi berdasarkan yang sebelumnya dilakukan.
Pertama, melimpahnya hasil produksi garam di tahun 2019 tetapi hanya sebagian yang terserap pasar. Kedua, impor garam dilakukan dalam jumlah besar di tengah pasokan garam petambak. Hal itu tergambar dari jumlah impor sebesar 6 persen di tahun 2020. Ketiga, belum adanya solusi agar garam petambak dapat menjadi subtitusi garam impor.
"Persoalannya hari ini dalam temuan persidangan yang lalu, tidak banyak juga upaya yang bisa membuat garam lokal bisa masuk industri," kata Komisioner KPPU RI sekaligus Juru Bicara KPPU Guntur Syahputra Saragih, Jumat (7/2).
1. Garam impor masih mendominasi industri dibanding garam lokal
Tingkat penyerapan garam lokal untuk menjadi garam industri dinilai masih belum signifikan, sehingga terjadi kelebihan pasokan atau over supplay . Artinya, kata Guntur, garam industri masih mendominasi dan sebagian besar dipasok oleh garam impor.
Dia membandingkan garam lokal dengan garam Australia yang diklaim sebagai salah satu garam terbaik dunia. Dia menyebut Indonesia memiliki petambak garam sedang di Australia disebut petambang garam karena metode menghasilkan garam yang berbeda.
"Jadi memang, secara komparatif di Australia relatif lebih tinggi dibanding di Indonesia. Itu kenapa garam-garam di Australia bisa sampai di harga Rp550, bisa sampai di Banten," ungkapnya.
Baca Juga: Ongkos Angkut Garam 5 Kali Lipat Harga Garam, Kok Bisa?
Baca Juga: Harga Garam Lokal Anjlok, Petani Desak Pemerintah Bertindak