Lokakarya SHOW, Saat Pelaku Industri Kreatif Makassar Perkenalkan Diri
Upaya crafters lokal duduk lebih dekat dengan pasarnya
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Perhatian kepada industri kreatif meningkat pesat selama beberapa tahun terakhir. Tumbuh dengan sporadis, pelaku-pelakunya tak henti bermunculan, termasuk di Makassar.
Nyaris seluruh provinsi di Indonesia menyaksikan industri ini menyeruak bagai jamur di musim hujan. Pemerintah bahkan sampai membentuk Badan Ekonomi Kreatif (BEK) sebelum berubah nama ke Bekraf.
Geliat serupa juga terjadi di kota Makassar. Berdasarkan riset yang dilakukan Tanah Indie dan British Council pada tahun 2015, ada tiga kategori dominan, yakni ranah kuliner, pemasaran, dan mode. Ditemukan juga bahwa seiring intensitas penggunaan internet yang kian tinggi, interaksi antara para pelaku usaha dengan konsumen tak lagi terhalang sekat jarak dan waktu.
Baca Juga: 7 Aktivitas Seru di BEKRAF Game Prime 2019, Bikin Gak Sabar Ikut Lagi
1. Para pelaku industri kreatif Tanah Daeng sadar dengan potensi pasar lokal
Namun, yang paling krusial adalah bagaimana jejaring ke sesama pelaku industri kreatif dibangun. Alasan pemerataan ekonomi, pertukaran gagasan --menurut penelitian, mereka mengedepankan kolektivisme demi nama Makassar-- hingga integrasi-interaksi konsumen dipandang sebagai cara membesarkan gaung dan pasar.
Setelah melalui proses lumayan panjang, gerakan SHOW --akronim dari Sight, Humanity, Opportunity and Workshop-- hadir dengan tujuan menghimpun para industri kreatif sekota Makassar dan sekitarnya. Para pelaku industri mulai dari kerajinan kulit, kerajinan bahan dasar kertas hingga gerabah coba dipadukan dalam satu wadah.
Tak melulu perihal pasar dan perputaran uang saja, SHOW mengajak para pelaku industri kreatif lebih dekat ke konsumennya. Salah satu caranya melalui lokakarya, di mana khyalayak umum dibawa mengenal proses penciptaan barang dengan terjun langsung membuatnya.
Baca Juga: Makassar Biennale 2019: Migrasi, Sungai dan Kuliner dalam Kesenian