Lahan Bekas Bencana di Petobo Jadi Taman Wisata Sejarah Likuefaksi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
PALU, IDN Times - Warga di Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Sulawesi Tengah, menyulap kawasan bekas bencana gempa bumi dan likuefaksi menjadi lokasi wisata sejarah.
Ide wisata sejarah likuefaksi Petobo pertama kali dikemukakan Suharyadi, 59 tahun, penyintas bencana di daerah itu. Awalnya, gagasan itu dia sampaikan pada pertemuan warga pada 2019 lalu.
“Ada yang kontra tetapi sekarang mulai menerima ide ini,” tutur Suharyadi, Kamis (22/4/2021).
1. Menggunakan dana swadaya masyarakat
Saat ini warga sudah membuat pintu gerbang menuju kawasan wisata sejarah likuefaksi. Pemilihan nama ini dimaksudkan agar masyarakat mengenang bencana hebat yang memporak-porandakan Kelurahan Petobo.
“Sabtu-Minggu banyak yang datang, makanya kita kasih nama biar masyarakat dari luar juga tahu apa yang terjadi 2018 lalu di Palu,” jelas Suharyadi.
2. Memberdayakan masyarakat dan membangkitkan perekonomian pascabencana
Rencananya warga akan memanfaatkan lahan di sekitar wisata sejarah likuefaksi Petobo untuk berjualan makanan khas Kota Palu. Hal ini telah disepakati para penyintas bencana untuk meningkatkan perekonomian mereka.
“Bukan hanya kehilangan rumah tapi usaha dan pekerjaan juga. Makanya mereka juga punya keinginan usaha lagi dan ada lahan,” ucapnya.
Selain membuka lahan untuk jualan kuliner di depan gerbang kawasan Petobo, warga akan membersihkan sisa bangunan rumah masing-masing yang kini ditumbuhi rerumputan. Mereka juga bakal memajang sejumlah foto situasi pascabencana likuefaksi.
“Yah, meskipun dilarang untuk tinggal di situ lagi, setidaknya kita coba manfaatkan untuk hal lain,” jelasnya.
Baca Juga: Kisah Kuco, Penyintas Gempa Palu Jalani Ramadan di Huntara
3. Target penyelesaian wisata sejarah likuefaksi
Suharyadi mengatakan, warga di Kelurahan Petobo berharap wisata sejarah likuefaksi bisa rampung pada 2022 mendatang. “Warga tidak berjualan di lokasi likuefaksi, hanya di pintu gerbang saja,” sebutnya.
“Kita berkeinginan cepat pengembangan wisata sejarah ini tetapi kami sesuaikan lagi dengan dana swadaya dari masyarakat,” katanya.
Baca Juga: Cerita Nelayan Desa Tompe Donggala, Bangun Huntap dari Uang Sendiri