Berkaca dari Sriwijaya FC, Nasib Klub yang Jadi Kendaraan Politik

Manajer kalah di Pilkada, klub tiba-tiba alami krisis

Jakarta, IDN Times - Sepakbola dan politik sering kali didengungkan tak boleh dicampuradukkan. Akan tetapi, pada kenyataanya masih saja sepakbola masuk dalam pusaran politk. Dewasa ini, seseorang yang ingin menguasai sebuah klub sepakbola kebanyakan seolah memiliki tujuan laten. Bisa urusan bisnis, bisa pula kepentingan politik.

Tak pelak, banyak kasus seseorang yang menjadi kepala negara atau kepala daerah memanfaatkan popularitas olahraga yang paling digemari masyarakat se-jagat ini untuk mendompleng namanya.

1. Banyak petinggi klub terjun ke panggung politik

Berkaca dari Sriwijaya FC, Nasib Klub yang Jadi Kendaraan Politikpontas.id

Edy Rahmayadi (PSMS/PSSI) misalnya, ia menjadi contoh sukses politisi yang berhasil menjadi kepala daerah. Terlepas dari benar atau tidaknya Edy memanfaatkan klub sepakbola demi kepentingan politik, namanya terbukti bisa lebih terangkat ketimbang dulu sebelum terlibat di sepakbola.

Namun, tak sedikit mereka yang gagal mengonversi dukungan suporter di klub yang dikelola menjadi dukungan politik, dan hal itu terjadi di Indonesia. Sebut saja, Munafri Ariffudin (CEO PSM Makassar) dan Dodi Reza Alex Noerdin (Presiden Sriwijaya FC).

Baca Juga: PSMS, Perseru, Sriwijaya, Mitra Kukar, atau PS Tira yang Degradasi?

2. Dodi Reza kalah di Pilkada, Sriwijaya FC tiba-tiba krisis

Berkaca dari Sriwijaya FC, Nasib Klub yang Jadi Kendaraan Politikinstagram/@dodirezaalexnoerdin

Nama terakhir paling malang. Sebab, klubnya langsung diterpa badai krisis. Akibatnya skuat Laskar Wong Kito harus turun kasta ke Liga 2 musim depan.

Berbarengan dengan kegagalan Dodi Reza, Sriwijaya FC tiba-tiba ditinggal beberapa pilar kunci dan pelatih Rahmad Darmawan. Hasilnya, memasuki putaran kedua, kekuatan Sriwijaya FC jadi compang-camping. Wajar jika publik beropini, krisis yang menimpa Sriwijaya FC disebabkan adanya masalah politik.

Terlebih, khalayak tahu saat memasuki tahun Pilkada 2018 lalu, Laskar Wong Kito terlihat jor-joran di bursa transfer musim ini. Hal itu berbarengan dengan pencalonan Dodi Reza sebagai Gubernur Sumatera Selatan dalam pesta demokrasi rakyat.

3. Laskar Wong Kito mencoba bangkit di putaran kedua

Berkaca dari Sriwijaya FC, Nasib Klub yang Jadi Kendaraan PolitikInstagram.com/sriwijayafc.id

Pada putaran kedua, Sriwijaya FC sebenarnya melakukan perubahan dengan mendatangkan pelatih anyar, Subangkit, dan beberapa pemain seperti Goran Gancev dan Alan Henrique. Hanya, Sriwijaya FC masih tampil kurang stabil sejak awal paruh kedua dimulai.

Gubernur Sumatera Selatan terpilih yang notabene adalah pesaing Dodi Reza, yakni Herman Deru, sempat mengambil tindakan untuk bisa menyelamatkan Sriwijaya FC. Dua bulan lalu, Herman sempat menginisiasi untuk membuat tim khusus yang bernama Tim SAR.

Bongkar-pasang pelatih pun mereka lakukan untuk memperbaikai performa tim, di antaranya dengan mendatangkan, Alfredo Vera. Namun, tetap saja mental tim sudah hancur menatap laga sisa pada putaran kedua.

Belum juga bangkit, Sriwijaya FC malah kembali harus gigit jari. Pasalnya, Dodi Reza memilih mundur dari kursi Presiden. Sontak hal itu membuat keadaan makin tak karuan. Klimaksnya, di akhir musim, Yoo Hyun-koo dan kolega tak bisa tampil stabil dan membuat mereka harus turun kasta musim depan bersama Mitra Kukar dan tim Sumatera Utara, PSMS Medan.

4. Suporter Sriwijaya FC kecewa dengan hasil musim ini

Berkaca dari Sriwijaya FC, Nasib Klub yang Jadi Kendaraan PolitikKitoSriwijayaFC.com

Terlepas dari latar belakang krisis yang melanda Sriwijaya FC, tentu hasil ini membuat banyak pihak kecewa, terlebih para suporter setianya melihat klub kesayangannya harus degradasi.

Lebih jauh, mereka pasti enggan melihat Sriwijaya FC perlahan hancur karena ditinggal para petingginya. Apalagi, usai Laskar Wong Kito harus manggung di kasta kedua, mereka akan lebih sulit mencari pendanaan karena kalah pamor oleh klub Liga 1.

Wajar demikian, sebab sejarah mencatat, satu per satu klub Sumatera Selatan terlempar dari kancah sepakbola nasional karena alasannya sama: terdegradasi karena kompetisi, bubar karena faktor manajemen, dan tak adanya sumber dana.

5. Sempat ada tim Sumatera Selatan bubar

Berkaca dari Sriwijaya FC, Nasib Klub yang Jadi Kendaraan PolitikLiga-Indonesia.id

Jauh sebelum ada Sriwijaya FC, Sumatera Selatan sudah punya klub-klub yang lumayan disegani di kompetisi sepakbola Indonesia dan keduanya jebolan kompetisi Galatama, yakni PS Pupuk Sriwijaya (Pusri) dan Krama Yudha Tiga Berlian. Sialnya, nama mereka harus hilang lantaran dilanda masalah internal.

Oleh sebab itu, manajemen tak boleh lepas tangan dengan terpuruknya prestasi Sriwijaya FC musim ini. Mereka harus bertanggung jawab untuk kembali membawa klub asal Palembang ini naik kembali ke kompetisi kasta tertinggi.

6. Target Sriwijaya FC hanya setahun di Liga 2

Berkaca dari Sriwijaya FC, Nasib Klub yang Jadi Kendaraan Politikliga-indonesia.id

Direktur Utama Sriwijaya FC, Muddai Madang, mengungkapkan kepada suporter Sriwijaya FC untuk tenang. Ia berjanji akan lebih serius menyiapkan timnya menhadapi Liga 2 musim depan. "Target kami hanya semusim di Liga 2. Kami harus kembali ke habitat, ke Liga 1 2020," kata Muddai.

Baca Juga: Ini Daftar Lengkap Peserta Liga 1 2019

Topik:

  • M Gunawan Mashar

Berita Terkini Lainnya