Gaduh Suara: Perspektif Ilmu Balaghah

Soal TOA sebaiknya didiskusikan dengan literasi yang memadai

Oleh:

Khaeroni

Santri Lasem dan Sarang, Pemerhati Sosial Keagamaan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Selatan

Akhir-akhir ini, pengaturan suara melalui toa (pengeras suara) di rumah ibadah khususnya Masjid atau Mushalla menarik untuk didiskusikan. Terutama setelah diterbitkannya SE Menteri Agama RI Nomor 05 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushalla. Sebelum bicara lebih jauh, penulis terlebih dahulu akan memaparkan secara singkat asal muasal toa yang biasa digunakan sebagai pengeras suara di masjid dan musholla.

Asal Muasal Toa

Toa pertama kali ditemukan oleh Pastor Athanasius Kircher. Dia merupakan imam Katolik dan ilmuwan yang lahir di kota Geisa, Jerman pada 02 Mei 1602 dan meninggal di Roma diusia 78 tahun pada 28 November 1680.

Penemuannya itu ketika dia berupaya menghasilkan suara lebih jelas dan keras didengar saat memberikan khotbah atau ceramah. Ketertarikan pada ilmu teknik dapat dibuktikan dengan sejumlah penemuan alat mekanis seperti jam magnetis dan berbagai macam automan.

Kini perusahaan Toa berkembang melalui TOA Corporation yang merupakan perusahaan produsen perangkat teknologi komunikasi yang berkantor pusat di Minatojima-Nakamachi, Chuo-ku, Kobe, Jepang. Kemudian pada tahun 1970-an, TOA Corporation mulai melebarkan sayapnya ke berbagai negara termasuk Indonesia.

Pengaturan Pengeras Suara di Luar Negeri

Seyogyanya, pengaturan pengeras suara sudah diberlakukan di pelbagai negara. Arab Saudi dan beberapa negara adalah Mesir, Bahrain, Malaysia, Uni Emirat Arab, India dan Nigeria antara lain negara yang telah memberlakukan pengaturan penggunaan pengeras suara.

Khusus Arab Saudi, yang notabene hampir seluruh penduduknya beragama Islam, juga memiliki peraturan terkait dengan penggunaan pengeras suara. Pada pertengahan 2015, Pemerintah Arab Saudi mengambil kebijakan untuk me-non-aktifkannya kecuali untuk shalat Jumat, Id dan shalat Istisqa.

Menteri Urusan Islam Abdullatif al-Sheikh mengatakan bahwa kebijakan tersebut sebagai tanggapan atas keluhan warga bahwa volume keras telah mengganggu anak-anak serta orang tua.

Contoh kasus volume toa
Persoalan pengaturan pengeras suara semakin memperoleh perhatian, pemerintah semenjak seringnya pengaduan masyarakat yang merasa kurang nyaman atas kebisingan suara.

Kasus yang sempat viral terjadi di tahun 2015-2016, bahkan masuk ke ranah hukum. Seorang perempuan Buddha dari etnis Tionghoa bernama Meiliana dituntut pasal penistaan agama karena mengeluhkan pengeras suara azan yang dianggapnya terlalu keras pada 2016. Saat itu, ia meminta kepada pengurus Masjid di sekitar tempat tinggalnya untuk mengecilkan volume pengeras suara. Ia mengaku terganggu dengan pengeras suara masjid.

Pernyataan Meiliana itu ternyata memicu kemarahan warga dan menyulut kerusuhan yang menyebabkan sekelompok orang membakar serta merusak vihara dan klenteng di Tanjung Balai.

MUI Sumatera Utara kemudian mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Meiliana telah melakukan penistaan agama.

Kasus ini memasuki ranah hukum setelah jaksa menetapkan Meiliana sebagai tersangka penistaan agama pada 30 Mei 2018 dan mendakwanya dengan Pasal 156 dan 156a KUHP tentang penistaan agama. Meliana pun divonis bersalah dan menjalani masa hukuman selama 18 bulan.

Perspektif Balaghah

Ilmu balaghah mencakup ilmu bayan, ma'ani dan badi'. Ilmu bayan meliputi tasybih yang membahas tentang penyerupaan dan yang diserupakan. Selain tasybih terdapat juga hakikat, majaz, dan kinayah.

Mari kita lihat pengertian ilmu balaghah secara bahasa dan istilah berikut ini.

البلاغة لغة الوصول و اﻹنتهاء

Balaghah secara bahasa artinya sampai dan penghabisan/finishing.

Sayangnya, ruang ini tidak cukup memadai untuk membahas secara panjang lebar tentang Ilmu Balaghah.

Secara istilah dalam ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut:

البلاغة إصطلاحا تأدية المعنى الواحد بطرق مختلفة

Balaghah secara istilah ilmu pengetahuan artinya menyampaikan makna yang satu melalui redaksi atau ungkapan yang berbeda.

Begitu pentingnya Ilmu Balaghah, sehingga Kyai-kyai di pesantren sering mengingatkan santrinya saat memperdalam bahasa Arab.

"من تعلم علم النحو والصرف ولم يتعلم علم البلاغة فإنه كالجسد بدون الروح"

"Barang siapa yang telah mempelajari ilmu nahwu dan ilmu sarf tapi belum mempelajari ilmu balaghah sesungguhnya ia seperti jasad yang tidak punya ruh"

Sayangnya, ruang ini tidak cukup memadai untuk membahas secara panjang lebar tentang Ilmu Balaghah.

Respons terhadap diskursus pengaturan suara yang lagi marak, alangkah baiknya didiskusikan dengan literasi yang memadai, sehingga masyarakat dapat tercerahkan secara ilmiah. Analogi yang disampaikan oleh Gus Menteri (sudah jamak diketahui publik) menurut hemat penulis sejatinya tidak akan menimbulkan kegaduhan, jika semua pihak mencermati dari perspektif Ilmu Balaghah.

Ada contoh penjelasan dengan pendekatan balaghah via video yang disampaikan K.H. Syarif Rahmat. Secara lugas dia menyampaikan surat Al Qiyaamah ayat 22-23 yang kemudian diperjelas oleh Rasulullah SAW melalui sabdanya.

Allah SWT berfirman:

وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إلى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat." (QS Al Qiyaamah: 22-23)

Dalam suatu majelis, Nabi Muhammad SAW memberitahu bahwa orang-orang beriman melihat Tuhan mereka pada Hari Kebangkitan kelak dengan mata mereka seperti saat mereka melihat bulan pada malam bulan purnama. Konon saat Nabi memberikan penjelasan tersebut, bulan sedang menampakkan dirinya dengan sempurna.

Dari Jarir bin Abdullah, dia berkata:
كُنَّا عِنْدَ النبيِّ صلى الله عليه وسلم، فَنَظَرَ إلى القَمَرِ لَيْلَةً - يَعْنِي البَدْرَ - فقال: إنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كما تَرَوْنَ هذا القَمَرَ

"Kami berada ketika Nabi SAW melihat ke bulan (purnama), lalu Nabi SAW bersabda, 'Kamu akan melihat Tuhanmu seperti kamu melihat bulan ini..." (HR Bukhari).

Penjelasan: "kelak orang yang beriman akan melihat Allah, seperti kita melihat bulan pertama", apakah Nabi Muhammad SAW sedang posisi memperbandingkan Allah dan bulan? Tentu saja tidak, karena yang diperbandingkan adalah kejelasan penglihatan, bukan memperbandingkan objek penglihatannya. Hal yang semisal juga dikemukakan oleh Menteri Agama.

Ternyata memperkaya literasi bisa membuat hati semakin damai, jaga emosi. Ayo ngopi...!!

Baca Juga: Kemenag Sulsel: Aturan Pengeras Suara Masjid Demi Keharmonisan

Baca Juga: Kemenag Sulsel Masih Sosialisasikan Surat Edaran Pengeras Suara Masjid

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya