Walhi Minta Presiden Evaluasi soal Banjir Bandang di Luwu Utara

Bencana alam akibat izin pengelolaan SDA yang kacau balau

Makassar, IDN Times - Banjir Bandang di Luwu Utara pada 13 Juli 2020 jadi perhatian Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Walhi meminta presiden mengevauasi Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pemerintah Kabupaten Luwu Utara soal kejadian itu.

Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin mengatakan, bencana alam di Luwu Utara akibat maraknya aktivitas pembalakan liar serta izin usaha pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Aktivitas itu dianggap bisa berlangsung karena pemerintah memberikan izin bagi pengusaha dan perusahaan nakal.

"Kami melihat memang ada ketidakberesan, ketidaksesuaian, atau model pengelolaan (perizinan) yang keliru di Pemprov Sulsel. Makanya hendaknya pak presiden wajib me-review kembalin izin pengelolaan sumber daya alam di Sulsel," kata Amin kepada IDN Times, Kamis (23/7/2020).

Baca Juga: Walhi: Banjir di Luwu Utara karena Pembalakan Hutan Berskala Besar

1. Dari 2,6 lahan hutan di Sulsel, setengahnya bukan lagi tutupan alami

Walhi Minta Presiden Evaluasi soal Banjir Bandang di Luwu UtaraDirektur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin - Sahrul Ramadan/IDN Times

Walhi menyarankan Presiden Jokowi meninjau langsung kondisi hutan di Luwu Utara. Kondisi hutan harus jadi perhatian serius, selain melihat dan membantu korban terdampak bencana di posko-posko pengungsian.

Amin mengatakan, kondisi hutan di Luwu Utara menggambarkan Sulsel. Dari 2,6 juta lahan hutan di Sulsel, hanya 1,3 juta hektar yang disebut masih alami. Yakni dengan vegetasi atau tumbuhan yang murni bersumber dan terbentuk dari alam.

"Sementara yang 1,3 hektar lagi itu bukan dan tidak lagi kami kategorikan sebagai hutan. Tapi semak belukar dan lain sebagainya," Amin menyebut.

2. Sebagian besar hutan Sulsel ada di wilayah Utara

Walhi Minta Presiden Evaluasi soal Banjir Bandang di Luwu UtaraANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Amin mengungkapkan bahwa mayoritas lahan hutan Sulsel terletak di wilayah utara. Termasuk di dalamnya daerah Luwu Utara.

"Kalau hutannya rusak, ancaman bencana ekologis yang serupa itu terjadi lebih luas dan bisa menelan korban yang lebih banyak," kata Amin.

Menurutnya, pembukaan lahan di Lutra untuk perkebunan kelapa sawit ditambah pembalakan liar secara masif membuat kontur hutan khususnya lapisan tanah di kawasan hulu menjadi rapuh. Walhi mencatat pembalakan liar marak terjadi sejak sudah berlangsung cukup lama. Sedangakan pembukaan lahan untuk kelapa sawit dimulai sejak 2018.

"Kalau ini terus dirusak, maka yakin dan percaya potensi ancaman bencana bisa terjadi. Terutama di musim penghujan," Amin melanjutkan.

3. Pemerintah diminta untuk mengakui kesalahan terkait pengelolaan izin sumber daya alam

Walhi Minta Presiden Evaluasi soal Banjir Bandang di Luwu UtaraANTARA FOTO/Indra

Berdasarkan hasil analisis dan pemetaan yang dilakukan Walhi, luas lahan hutan yang rusak di Luwu Utara mencapai 2000 hektar lebih. Kerusakan ini, kata Amin, akan terus meluas jika pemerintah tidak tegas dalam urusan izin pengelolaan kepada pengusaha.

"Bukan hanya me-review bagaimana perizinan dan ancaman yang terjadi ke depan, tapi pemerintah juga harusnya berani mengakui kesalahan terkait izin yang diterbitkan itu. Jika tidak, ancaman ini bisa menjadi nyata dan berdampak ke kehidupan masyarakat di sana," ungkap Amin.

Presiden Jokowi sebelumnya sempat diagendakan meninjau lokasi sekaligus kondisi korban terdampak bencana di Luwu Utara pada Rabu 22 Juli. Tapi agenda itu belakangan batal.

Baca Juga: Cuaca Belum Stabil, BMKG Ingatkan Potensi Hujan Lebat di Luwu Utara 

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya