Polemik Guru Honorer di Bone, IGI: Fenomena Gunung Es

Guru curhat karena merasa terabaikan

Makassar, IDN Times - Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim merespons pemecatan terhadap VN, guru honorer di sebuah SD di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. VN dipecat usai mengunggah status di Facebook tentang gaji Rp700 ribu per empat bulan dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Ramli memandang pemecatan sepihak oleh sekolah itu dipicu keresahan si guru honorer. Curhatan guru yang jadi pemicu, sekaligus menjadi bukti bahwa dunia pendidikan masih dipandang sebelah mata.

"Ini adalah implikasi dari ketidakberpihakan pemerintah daerah dan pusat dalam dunia pendidikan," kata Ramli kepada IDN Times saat dihubungi, Senin (15/2/2021). 

Baca Juga: DPRD Bone Bakal Panggil Kadis Pendidikan soal Pemecatan Guru Honorer

1. Apresiasi terhadap guru honorer tidak sebanding dengan tugas dan tanggung jawab

Polemik Guru Honorer di Bone, IGI: Fenomena Gunung EsIlustrasi. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Menurut Rahim, polemik guru honorer SD di Bone mencerminkan kelamnya sistem pendidikan di Indonesia. Terutama di daerah yang kualitas pendidikannya masih sangat minim. Dia menilai upah yang diterima guru honorer tidak sebanding dengan tugas dan tanggung jawab besar mereka untuk mencerdaskan peserta didik.

"Apa yang terjadi dengan kawan kita di Bone, sesungguhnya adalah puncak dari keluh kesah guru yang terabaikan," ucap Ramli.

IGI, kata Rahim, mencatat bahwa Bone merupakan salah satu kabupaten di Sulsel yang tingkat perhatiannya terhadap sistem pendidikan sanat minim.

"Di tahun 2019, alokasi APBD dalam dunia pendidikan hanya 0,4 persen. Bukan salah bupati sendiri, melainkan salah semua anggota DPRD di Kabupaten Bone," ucap Ramli.

2. Kasus guru di Bone seperti fenomena gunung es

Polemik Guru Honorer di Bone, IGI: Fenomena Gunung EsIlustrasi guru honorer. Antara/Irfan Anshori

Kasus guru VN di Bone, lanjut Ramli, juga terjadi di hampir sebagian besar daerah di Indonesia. Guru-guru bahkan masih ada yang mendapati gaji Rp100 hingga Rp200 ribu perbulan.

"Dan bukan diterima setiap bulan. Tapi per empat bulan sekali. Jadi ini semacam fenomena gunung es, yang hanya terlihat di permukaan tapi banyak terjadi," kata Ramli. 

Ramli mensyukuri kasus guru di Bone muncul kepermukaan. Kasus itu dinilai bisa menjadi pesan kepada khalayak ramai bahwa dunia pendidikan di Indonesia sebenarnya berada dalam kondisi kritis. Selain anggaran pendidikan yang dipotong, jaminan dan status guru juga sangat terabaikan. 

Ramli mendorong agar pemerintah daerah dan dewan segera menyelesaikan permasalahan ini. Sebab, dampaknya jika terus menerus dibiarkan akan semakin mencemaskan.

3. IGI harap kasus pemecatan guru VN jadi bahan evaluasi pemerintah

Polemik Guru Honorer di Bone, IGI: Fenomena Gunung EsIlustrasi guru honorer (Dok. Pribadi/Ahmad Syaiful Bahri)

Di sisi lain, Ramli meluruskan anggapan bahwa kesalahan terletak oleh pengurus sekolah yang memecat guru VN secara sepihak. Jika dicermati, menurutnya kasus ini hanya kesalahpahaman antara guru dan pihak sekolah.

"Ada kesalahan kode etik dan kesalahan silaturahmi saja di situ," kata Ramli.

Ramli mengungkapkan, kepala sekolah tidak punya kewenangan untuk menyejahterakan guru agar mendapatkan upah yang layak. Mereka seharusnya berjuang bersama agar mendapat tunjangan kesejahteraan yang dijanjikan pemerintah. IGI berpesan kasus ini bisa menjadi pembelajaran sekaligus bahan evaluasi pemerintah agar lebih perhatian terhadap sistem pendidikan.

"Bagi guru yang sudah belasan tahun mengabdi seperti VN, harusnya diberikan kesempatan yang layak untuk bisa diangkat statusnya agar mengabdi kembali," dia menambahkan.

Baca Juga: Sedih! Guru Honorer di Bone Dipecat hanya karena Unggahan FB soal BOS

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya