Kekerasan dan UU ITE, Ancaman Nyata Kebebasan Pers di Sulsel

Kekerasan dan UU ITE dijadikan senjata membungkam pers

Makassar, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Makassar mencatat tiga kasus kekerasan terhadap jurnalis yang paling menyita perhatian di Sulawesi Selatan, sepanjang tahun 2019 hingga 2021.

Pertama, kasus kekerasan yang menimpa tiga jurnalis di Makassar. Mereka masing-masing adalah, Muhammad Darwin Fathir jurnalis ANTARA, Ishak Pasabuan jurnalis Makassar Today dan Saeful jurnalis Inikata.com. Peristiwa penganiayaan itu terjadi pada, 24 September 2019.

Ketiganya menjadi korban represi aparat kepolisian saat meliput aksi demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo. Enam anggota polisi jajaran Polda Sulsel kala itu dianggap bersalah.

Dua di antaranya menjalani sidang disiplin pada Oktober 2019. Mereka dijatuhi sanksi penahanan dalam ruangan khusus selama 21 hari. Sementara empat lainnya dikabarkan diproses pidana.

"Tapi sampai saat ini belum ada sama sekali kejelasan terkait perkembangan kasus tersebut," kata jurnalis penyintas kekerasan, Muhammad Darwin Fathir kepada IDN Times, Jumat (4/2/2022).

Bersama AJI, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar serta para penyintas berulang kali meminta kejelasan mengenai perkembangan penanganan kasus tersebut di Polda Sulsel. Namun, belum ada kejelasan yang didapatkan. "Kasus ini bahkan sudah berlarut-larut," ucap Darwin.

Menurut Darwin, kasus ini menjadi pekerjaan rumah bagi aparat penegak hukum agar mau bersikap transparan. "Belum ada kabar sama sekali sampai di mana sebenarnya proses hukum ini berjalan. Kami mendesak kepolisian serius menangani kasus ini," tegasnya.

1. Kriminalisasi jurnalis melalui UU ITE

Kekerasan dan UU ITE, Ancaman Nyata Kebebasan Pers di SulselAJI Makassar berunjukrasa memperingati Hari Kebebasan Pers se- Dunia. IDN Times/Sahrul Ramadan

Selain kekerasan, kasus lain yang dicatat AJI Makassar adalah berbagai tindakan kriminalisasi terhadap jurnalis dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Salah satunya menimpa Asrul, jurnalis dari media Berita.News yang dituding mencemarkan nama baik karena memberitakan kasus dugaan korupsi di Kota Palopo, pada Mei 2019.

Pengadilan tingkat pertama PN Palopo memutus Asrul bersalah dengan pidana penjara 3 bulan, karena didakwa melanggar Pasal 45 ayat 1 juncto Pasal 27 ayat 3 UU ITE. Asrul didampingi tim penasihat dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Makassar.

2. Polisi melabeli hoaks produk jurnalistik

Kekerasan dan UU ITE, Ancaman Nyata Kebebasan Pers di SulselIlustrasi penghentian proses penyelidikan oleh polisi dalam kasus kekerasan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. (Project M/Muhammad Nauval Firdaus - di bawah lisensi Creative Commons BY-NC-ND 2.0)

Pada Oktober 2021, Polres Luwu Timur melalui akun Instagram @humasreslutim menyebarluaskan karya jurnalistik dari media Project Multatuli dengan label hoaks. Berita tentang kekerasan seksual terhadap anak itu menyita perhatian publik hingga viral di media sosial. 

Belakangan, polisi mengklarifikasi pelabelan tersebut dan menghapusya dari media sosial. Seiring berjalannya waktu, seorang yang merasa namanya dicemarkan dalam pemberitaan itu melaporkan karya jurnalistik dan jurnalisnya ke Polda Sulsel di bulan yang sama.

Pelapor menggunakan rujukan UU ITE. Belakangan, Dewan Pers kemudian menyurati Polres Lutim terkait pelabelan hoaks dalam pemberitaan Project Multatuli.

Project Multatuli juga mengadukan pihak tertentu yang berupaya mengancam Eko Rusdianto yang menulis berita tersebut.

Baca Juga: AJI Makassar: Narasumber Project Multatuli Dikriminalisasi

3. UU ITE jadi senjata bagi pihak yang tidak senang pada fakta

Kekerasan dan UU ITE, Ancaman Nyata Kebebasan Pers di SulselAJI Makassar berunjukrasa memperingati Hari Kebebasan Pers se- Dunia. IDN Times/Sahrul Ramadan

Ketua AJI Makassar, Nurdin Amir mengatakan, kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang dua tahun belakangan cukup meningkat. Pada 2019 tercatat ada 22 kasus lalu bertambah menjadi 30-an kasus di 2021. "Ini membuktikan bahwa ancaman kebebasan pers itu masih belum sama sekali dapat dituntaskan," ungkap Nurdin kepada IDN Times.

Menurut Nurdin, selain kekerasan, hampir sebagian besar kasus yang dialami jurnalis dibenturkan dengan UU ITE. Undang-undang ini, kata dia, menjadi senjata banyak pihak untuk memperkarakan jurnalis yang menulis kebenaran melalui karya atau produk jurnalistiknya.

Nurdin menegaskan, AJI konsisten menolak dan mendesak agar sejumlah pasal karet dalam UU ITE ini segera dihapuskan. Di antaranya seperti, Pasal 27 Ayat 1, 27 Ayat 3 hingga Pasal 28 Ayat 2. "Dua pasal ini memang yang membuat jurnalis itu sangat berisiko dan gampang dipidanakan," tegas Nurdin.

Menurut Nurdin, pasal karet tersebut sangat bersifat multitafsir karena tak punya dasar yang jelas menjerat jurnalis atas dugaan perbuatan yang dilakukan. "Anehnya khusus untuk di Sulsel yang kecenderungan yang melaporkan jurnalis ini adalah pejabat publik dengan pasal-pasal karet itu," ungkap Nurdin.

4. Jurnalis harus berpedoman KEJ

Kekerasan dan UU ITE, Ancaman Nyata Kebebasan Pers di SulselIlustrasi Jurnalis (IDN TImes/Arief Rahmat)

Nurdin menegaskan, pasal tersebut juga sangat bersinggungan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1990 tentang Pers. Pasal karet dalam UU ITE, dianggap menciderai kebebasan pers di Indonesia. Pada prinsipnya, menurut Nurdin, jurnalis berperan memperjuangkan keadilan dan kebenaran dalam UU Pers.

Selain itu, AJI juga mengingatkan agar jurnalis tetap mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam bekerja. KEJ menjadi pedoman jurnalis dalam melaksanakan tugas di lapangan. Media tempat jurnalis bekerja juga didorong untuk terus melakukan edukasi. Tak hanya menugaskan jurnalis meliput tanpa bekal mengenai KEJ.

"Misalnya bagaimana ketika meliput bencana, kemudian konflik, kekerasan seksual dan isu-isu sensitif lainnya. Harus memahami KEJ, karena dengan pedoman itu maka potensi bahaya dapat dikurangi bahkan tidak ada," imbuhnya.

Baca Juga: Tolak Sekretariat Digusur, Jurnalis Kampus UMI Makassar Dipolisikan

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya