Tim KATA Sulsel Ungkap Dugaan Pelanggaran Izin Tambang PT CLM di Lutim

Empat temuan pelanggaran PT CLM

Makassar, IDN Times - Perusahan tambang PT Citra Lampia Mandiri (CLM) di wilayah Kabupaten Luwu Timur (Lutim) Sulawesi Selatan (Sulsel), diduga telah melakukan serangkaian praktik melawan hukum.

Hal itu diungkapkan tim Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulsel saat konferensi pers di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Jl Nikel, Kota Makassar, Rabu (29/6/2022).

Dalam konferensi pers tersebut, tim KATA Sulsel yang terdiri atas enam organisasi masyarakat sipil, membeberkan dugaan kekeliruan tata kelola sumber daya alam (SDA) Sulsel pada kasus PT CLM.

Tim KATA mengemukakan, penguasaan SDA di kawasan hutan Sulsel lebih banyak didominasi perusahaan di sektor industri pertambangan, ketimbang warga lokal.

1. KATA: PT CLM harus ditindak

Tim KATA Sulsel Ungkap Dugaan Pelanggaran Izin Tambang PT CLM di LutimIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Salah satu aktivis KATA Sulsel, Ady Anugrah Pratama yang juga pengacara di LBH Makassar, mendesak pihak berwenang untuk segera menindak tegas PT CLM di Lutim karena melakukaan serangkaian praktik melawan hukum.

"Ya, dugaan tindakan melawan hukum itu antara lain PT CLM diduga tidak memiliki izin limbah B3, sementara perusahaan ini mendominasi dugaan pencemaran sungai Malili (Luwu Timur)," beber Ady Anugrah.

Menurut Ady, perusahaan tambang nikel PT CLM dalam melakukan produksi, diduga tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan. Lalu, dalam membangun pelabuhan di perairan Lampia Malili, tidak melakukan konsultasi transparan dengan masyarakat.

"Sementara dampak dari operasionalnya pelabuhan ini selain diduga mengakibatkan pencemaran pesisir, juga sumber mata pencarian masyarakat di sana," tegas Ady.

Catatan KATA Sulsel hingga 2022, sekitar 128.824,82 hektare kawasan hutan Sulsel telah dibebani oleh konsesi izin industri pertambangan dengan jumlah Izin Usaha Pertambangan atau IUP eksplorasi dan operasi produksi sebanyak 114 izin.

Sejak 2021, KATA telah melakukan peninjauan perizinan atas beberapa perusahaan. Salah satunya perusahaan PT CLM yang diduga kuat memiliki banyak pelanggaran sejak pengurusan awal perizinan hingga mulai melakukan operasi produksi tambang.

2. Empat temuan pelanggaran PT CLM

Tim KATA Sulsel Ungkap Dugaan Pelanggaran Izin Tambang PT CLM di LutimIlustrasi pertambangan nikel. ANTARAFOTO/Jojojn

Ady menyebutkan, ada empat temuan pelanggaran atas dugaan praktik yang dilakukan PT CLM. Mulai dari limbah B3 yang mencemari lingkungan, hingga terkait Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).

Pertama, CLM disebut mengabaikan rekomendasi dari Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengurus Izin Pembuangan Limbah B3.

"Hingga kini CLM belum menindaklanjuti rekomendasi tersebut, hal ini menandakan CLM bebal terhadap aturan yang berlaku, serta lemahnya penindakan dari penegak hukum dan juga pemerintah," jelas Ady.

Kedua, aktivitas pertambangan PT CLM menjadi salah satu sumber pencemaran sungai dan pesisir laut Malili, Lutim. Hal ini diperkuat dari hasil investigasi Tim KATA Sulsel yang menyebutkan sepanjang 2020-2021 PT. CLM empat kali mencemari air sungai Malili, terparah November 2021.

Ketiga, selama melakukan aktivitas, PT. CLM tidak memiliki surat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Hal ini diperkuat dokumen AMDAL sebelum Addendum.

Karena dalam dokumen itu lanjut Ady, juga tidak dijelaskan secara eksplisit bahwa PT. CLM telah memiliki IPPKH. Bahkan PT CLM disebutmenggunakan IPPKH kedaluwarsa dalam melakukan aktivitas operasi produksi.

"Karena dalam dokumen IPPKH 2012, jika pelaku usaha tidak melakukan aktivitas nyata di lapangan selama dua tahun sejak diterbitkan izin, maka IPPKH tersebut batal dengan sendirinya," tutur Ady Anugrah.

KATA Sulsel menemukan bahwa PT. CLM baru melakukan aktivitas operasi produksi bulan Januari 2018, sebagaimana tertuang di dalam laporan Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB) PT. CLM 2019.

Keempat, penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dalam Rencana Pertambangan Nikel dan Pengikutnya dan Pembangunan Pelabuhan di perairan Lampia yang dilakukan oleh pemrakarsa, tidak terbuka dan partisipatif.

3. Dampak yang ditimbulkam PT CLM

Tim KATA Sulsel Ungkap Dugaan Pelanggaran Izin Tambang PT CLM di Lutimilustrasi pencemaran air (ANTARA FOTO/Maulana Surya)

Untuk itu KATA menilai, PT CLM diduga tidak melakukan konsultasi publik secara terbuka dan partisipatif terkait penyusunan dokumen AMDAL sebelum dan sesudah adendum.

Sehingga nelayan, petani merica, petani tambak dan perempuan yang bermukim di Desa Harapan, Desa Pasi-Pasi dan Desa Pongkeru, Kecamatan Malili, Luwu Timur, mendapatkan dampak buruk dari aktivitas pertambangan tersebut.

"Oleh karena itu kami dari koalisi advokasi tambang Sulawesi Selatan mendesak pihak-pihak terkait untuk menindak tegas PT CLM. Selain itu kami meminta agar PT CLM untuk memulihkan kembali sungai di malili dan pesisirnya," tambah Ady.

Untuk mengonfirmasi apa yang menjadi dugaan tim KATA Sulsel, IDN Times Sulsel sudah menghubungi pihak PT CLM melalui situs resmi perusahaan dengan mengisi pesan yang ingin disampaikan dan juga mengirim email.

Baca Juga: Di DPRD, WALHI Sulsel Beberkan Dampak Buruk Tambang PT Vale di Lutim

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya