Pengacara Minta Hakim Bebaskan Terdakwa Pelanggaran HAM Paniai Papua

Pengacara sebut kasus HAM Paniai tidak bisa dibuktikan

Makassar, IDN Times - Syahrir Cakkari, pengacara terdakwa pelanggaran HAM berat di Paniai Papua, Mayor (Purn) Isak Sattu, meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Makasssar membebaskan kliennya dari tuntutan dan dakwaan jaksa penuntut umum.

Menurut Syahrir, pihaknya meminta Isak dibebaskan dari semua tuntutan dan dakwaan karena berdasarkan fakta persidangan, tidak terbukti pembunuhan secara sistemik dan meluas untuk dibawa ke peradilan HAM.

"Oleh karena itu (kemarin) kita meminta kepada yang mulia majelis hakim untuk membebaskan terdakwa Mayor (purn) Isak Sattu untuk dibebaskan dari semua tuntutan dan dakwaan jaksa," ungkap Syahrir Cakkari, Rabu (30/11/2022).

Sidang sebelumnya yakni agenda tuntutan, Mayor (Purn) Isak sattu, dituntut oleh jaksa penuntut umum dengan tuntutan 10 tahun kurungan penjara.

"Satu, menyatakan terdakwa Isak Sattu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat," kata Jaksa, Muhammad Ridwan saat membacakan tuntutannya.

Isak dituntut melanggar pasal 142 ayat 1 huruf a dan huruf b Jo. pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf a, pasal 37 UU nomor 26 tahun 2000 tentang peradilan HAM, dan kedua pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b, Jo. pasal 7 huruf b, pasal 9 huruf h pasal 40 UU nomor 26 tahun 2000 tentang peradilan HAM.

1. Pengacara sebut kasus HAM Paniai tidak bisa dibuktikan

Pengacara Minta Hakim Bebaskan Terdakwa Pelanggaran HAM Paniai PapuaTerdakwa kasus pelanggaran HAM Paniai Papua, Mayor Inf. (Purn.) Isak Sattu saat berbicara dengan penasehat hukum. IDN Times/Dahrul Amri

Dalam sidang agenda pembelaan terdakwa, Syahrir mengungkapkan, dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum tidak dapat dibuktikan secara sah dan meyakinkan soal perkara ini.

Karena titik utama pemeriksaan perkara ini, kata Syahrir, ada tidaknya perbuatan yang dilakukan terdakwa dalam bentuk serangan terhadap penduduk sipil di Paniai, Papua, yang dilakukan secara sistematik dan juga meluas saat itu.

"Inti persoalan ini yang tidak bisa ditemukan dan tidak bisa dibuktikan selama dalam proses persidangan, tidak ada perencanaan terkait, tidak ada serangan yang dilakukan secara terencana oleh militer kepada penduduk sipil yang ada hanya bersifat insidentil kaitan dengan pembelaan diri," terangnya.

"Kejadian itu (tanggal 8 Desember 2014) itu insidentil, terjadinya pada saat seketika itu dan selesai juga seketika itu, tidak meluas. Oleh karena itu syarat untuk peradilan HAM berat tidak bisa dipenuhi," sambung Syahrir.

2. Syahrir: pemeriksaan proyektil tidak identik

Pengacara Minta Hakim Bebaskan Terdakwa Pelanggaran HAM Paniai PapuaPengacara Syahrir Cakkari saat diwawancarai di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Makassar. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Selain itu Syahrir menyebutkan, peristiwa yang terjadi di Paniai tidak bisa diproses dalam peradilan HAM berat, termasuk juga pemeriksaan proyektil pada korban, seperti serpihan logam yang ditemukan dalam tubuh korban yang selamat.

"Jadi ada salah satu korban yang hidup itu diambil serpihan logam menurut ahli forensik itu tidak ada yang identik dengan semua senjata yang dimiliki semua kesatuan yang ada di (Koramil) Enarotali ketika itu," jelas Syahrir Cakkari.

"Ada sekian poin termasuk tanggapan kita terhadap fakta keterangan ahli dan semuanya berakhir pada kesimpulan bahwa dakwaan terhadap pelanggaran HAM berat itu tidak bisa dibuktikan secara sah dan meyakinkan," lanjutnya.

3. Terdakwa sebut dakwaan jaksa prematur

Pengacara Minta Hakim Bebaskan Terdakwa Pelanggaran HAM Paniai PapuaIsak Sattu, terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai Papua berhadapan dengan lima hakim PN Makassar. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Sementara itu, pada sidang agenda pembelaan, terdakwa pelanggaran HAM Isak Sattu menganggap penetapan statusnya sebagai tersangka dan terdakwa atas kasus pelanggaran HAM yang terjadi 8 Desember 2014 di Paniai Papua adalah prematur.

Hal tersebut diungkapkan terdakwa saat sidang lanjutan dengan agenda pembelaan di ruang sidang Bagir Manan, Peradilan HAM Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Senin (21/11) kemarin.

"Pembelaan saya sebagai terdakwa, apa yang didakwakan jaksa penuntut terhadap saya (itu) prematur, dan belum memenuhi syarat," tegas Isak.

"Belum memenuhi syarat karena dipaksakan dijadikan saya tunggal dari sekian banyak saksi yang diperiksa, padahal ada saksi-saksi yang lebih berpotensi ditingkatkan jadi tersangka tapi tidak didalami pemeriksa," lanjutnya.

Baca Juga: Dituntut Penjara 10 Tahun, Terdakwa Kasus HAM Paniai: Dipaksakan

4. Isak: jaksa tidak dalami tembakan anggota Polri dan Paskhas TNI AU

Pengacara Minta Hakim Bebaskan Terdakwa Pelanggaran HAM Paniai PapuaJaksa, Muh. Ridwan saat membacakan tuntutan di sidang pelanggaran HAM Paniai. (Dahrul Amri/IDN Times Sulsel)

Isak juga mengatakan, dalam kasus pelanggaran HAM Paniai Jaksa hanya fokus untuk menargetkan TNI yang ada di Koramil Enarotali 1705 untuk ditersangkakan. Padahal anggota Polri yang berada di lokasi kejadian berpotensi dijadikan tersangka.

"Tetapi diabaikan (jaksa) dan tidak didali secara baik. Jaksa juga tidak mendalami secara maksimal tembakan dari pihak kepolisian yakni Dalmas Paniai, Satgas Brimob, Polsek Paniai Timur padahal berpotensi jatuhkan korban meninggal dunia dan luka-luka, karena mereka membubarkan pendemo dengan menyisir," tegas Isak Sattu.

"Juga tembakan dari Paskhas TNI AU di atas tower ke pinggir pagar tempat ditemukan korban meninggal dunia yang diduga tembakan dari timsus Paskhas TNI AU juga tidak didalami. Saya merasa tidak ada ketidakadilan," tambah Isak dalam pembelaannya.

Baca Juga: Sidang HAM Paniai, Isak Sattu: Harusnya Ada Tersangka-Terdakwa Lain

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya