[WANSUS] Pemilih 2024, Waktunya Pemilih Muda Berperan

Wawancara khusus Anggota KPU Makassar Endang Sari

Makassar, IDN Times – Pemilih muda dari generasi millenniaIs dan Gen Z bakal memegang peran penting pada Pemilihan Umum 2024. Sebab mereka merupakan kelompok usia dominan di daftar pemilih.

Menurut Daftar Pemilih Berkelanjutan KPU Makassar pada Juni 2022, jumlah pemilih sebanyak 902 ribu lebih dan masih bisa bertambah sebelum pemungutan suara 14 Februari 2024. Namun yang mesti digarisbawahi, lebih dari setengah dari pemilih masuk kelompok usia muda.

"Persentase Millennials dan Gen Z mendominasi jumlah di Daftar Pemilih Berkelanjutan," kata Anggota KPU Makassar Endang dalam artikel yang diterbitkan IDN Times, 30 Juli 2022.

Lebih lanjut, Endang mengatakan, lebih dari separuh DPB di Makassar diisi kelompok Millennials dan Gen Z. Rinciannya, pemilih dengan Usia 17-20 tahun ada 65.699 orang, usia 21-30 tahun ada 224.765 orang, dan usia 31-40 tahun ada 200.618 orang.

Endang menyebut situasi serupa juga kemungkinan ditemui di daerah lain. Dia membandingkannya dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, yang menunjukkan bahwa pada tahun 2020 usia produktif mendominasi penduduk Indonesia.

KPU Sulsel, menurut DPB periode September 2022, mencatat daftar 6.321.334 pemilih. Potensi pemilih pemula di Sulsel diperkirakan sekitar 858 ribu pemilih. Mereka berasal dari penduduk yang memasuki usia 17 tahun.

Dalam konteks pemilu, sebagian pemilih muda akan menyambut pesta demokrasi itu
dengan antusia, namun sebagian lagi menyambutnya dengan apatis. Tak sedikit pemilih
muda yang justru memilih golput atau tidak menyalurkan hak pilihnya.

Reporter IDN Times Ashrawi Muin mewawancarai Endang Sari, Komisoner Divisi Sosialisasi, Parmas dan SDM KPU Makassar pada 24 September 2022. Dia membicarakan seputar potensi pemilih muda dan bagaimana upaya KPU memaksimalkan partisipasi mereka di Pemilu 2024 mendatang. Berikut petikan wawancaranya.

Baca Juga: Mau Jadi Petugas PPK dan PPS Pemilu? Ini Syarat dan Gajinya

Berapa banyak potensi pemilih di Makassar pada Pemilu 2024 nanti, dan bagaimana posisi pemilih muda?

Kalau kita lihat hasil survei BPS dari 270,20 juta jiwa penduduk Indonesia, itu memang
50 persen itu pemilih millenials dan Gen Z. Itu dari komposisi penduduk Indonesia secara
keseluruhan.

Kalau kita lihat untuk Makassar, memang jumlah pemilih muda itu sangat signifikan karena jumlah pemilih di Makassar itu memang sangat besar. Hasil pemutakhiran data pemillih berkelanjutan di KPU Makassar kita temukan bahwa usia 17-20 tahun ada 65.699 orang. Kemudian usia klaster 21-30 tahun ada 224.665.

Jadi itu pemilih Gen Z ada di situ antara usia 17-20 dengan usia 21-30. Itu hampir 300.000 jumlah yang ada di Makassar. Kemudian, usia 31-40 kelompok generasi milenial itu jumlahnya ada 200.618.

Jadi kalau kita totalkan dari total DPT Makassar yang kurang lebih 902.417 maka jumlahnya Gen Z dan millenials di atas 50 persen. Kurang lebih 500.000 orang. Jadi potensinyanya memang besar sekali.

Apa perbedaan pemilih muda dengan pemilih pemula?

Kalau kita misalnya melihat bagaimana klaster generasi itu ditetapkan maka kita harus
buka yang membahas khusus. Kalau saya pedomannya itu David Stillman, ahli
manajemen generasi yang memetakan generasi setelah melalui proses panjang.

Dalam pemetaannya itu, dia melakukan klaster yang terjadi. Dia menyebutkan ada generasi Baby Boomer, generasi X, generasi Y, dan generasi Z. Itu semua dilihat pada tahun kelahirannya dan bagaimana situasi generasi tersebut tumbuh dan besar.

Kita tahu bahwa untuk generasi Baby Boomer itu generasi yang lahir di 1946-1964,
generasi orang tua kita. Kemudian ada generasi X yang lahir di tahun 1965-1980.
Kemudian ada generasi milenial yang lahir di tahun 1981-1996.

Kemudian kita kenal Gen Z yang lahir dari tahun 1997-2012. Jadi perkiraan usia Gen Z saat ini 8-23 tahun. Kemudian yang berusia23-40 tahun adalah generasi milenial.

Dari klaster tadi yang kami temukan dari hasil pemutakhiran data pemilih KPU itu
memang di atas 50 persen presentasi Gen Z dan pemilih pemula yang ada di Makassar.
Jadi, pemetaan generasinya seperti itu. Tidak sekedar dipetakan begitu saja melainkan
berdasarkan riset panjang ahli generasi.

Dengan posisi yang ada sekarang, bagaimana peran anak muda di pemilu nanti?

[WANSUS] Pemilih 2024, Waktunya Pemilih Muda BerperanPemilih mencoblos di kotak suara di TPS (IDN Times/Bagus F)

Posisinya pasti signifikan karena menang dari sisi jumlah. Mereka yang paling banyak.
Kemudian yang kedua adalah mereka native digital. Situasi kita saat ini adalah
perkembangan digitalisasi mendisrupsi semua lini.

Era kita adalah era kemenangan digital dan kita tahu bahwa native digital ada di
generasi Z dan milenial. Jadi, generasi yang begitu cepat, kreatif, inovatif, lihai
berselancar di media massa dan bisa dengan cepat memperoleh informasi melalui
jejaring di media sosial.

Tapi persoalannya adalah tantangan digitalisasi perkembangan di mana juga bertebaran di mana-mana. Takutnya, Gen Z dengan kecepatan inovasi, kreativitas itu, mereka juga
menjadi sasaran hoaks. Ini menjadi tantangan tersendiri bahwa dari sisi jumlah mereka
menjadi penentu, tapi itu harus dibarengi dengan kedewasaan dalam bermedsos,
kedewasaan dalam membagikan informasi sehingga mereka bukan menjadi bagian dari
penyebar hoaks.

Ketika itu bisa diwujudkan maka demokrasi kita akan tumbuh dengan sangat sehat. Tapi
ketika kita gagal mengkonsolidasikan generasi menjadi generasi yang tidak tergelincir di
media sosial, maka itu menjadi alarm serius tentang bagaimana arah demokrasi kita ke
depannya.

Anak muda identik dengan apatis terhadap politik, apa upaya KPU untuk mengejar partisipasi mereka?

Kita harus menjangkau mereka. Kita harus bertemu. Kami menyusun banyak program.
Ada KPU Goes to School, KPU Goes to Campus, menggaungkan program itu. Kemudian
kita massif dengan media sosial. Jadi kita menjangkau mereka lewat postingan dan
konten yang diproduksi di media sosial dan kita berharap itu bisa mewarnai informasi
yang mereka temui.

Kemudian kita harus mendiskusikan kepada mereka soal politik. Ketika berbicara soal
politik maka tidak ada satu kelompok pun yang harus apatis karena bicara politik itu
menyangkut hajat hidup orang banyak. Tidak boleh buta politik hari ini karena politik
yang mengatur kita semua lewat kebijakan yang lahir dari proses politik tersebut.

Dengan jumlah yang signifikan itu, kita berharap itu dibarengi dengan kedewasaan
dalam bermedsos. Kedewasaan dalam menentukan pilihan politiknya. Kedewasaan
untuk tidak menjadi penyebar hate speech dan hoax dan kedewasaan serta kecerdasan
untuk menetukan pilihan mana yang layak untuk dipilih dan mana yang tidak.

Karena Gen Z ini adalah generasi yang sangat terbuka dengan informasi yang beredar di
medsos, maka mereka harus menjadi yang terdepan pula bisa menyaring informasi
sebelum informasi sebelum men-sharing. Cerdas untuk mengetahui bahwa ini informasi
yang benar dan ini bukan hoaks.

Bagaimana KPU Makassar melihat partisipasi pemilih pemula pada Pemilu dan Pilkada lalu?

Kalau per klaster umur, kami belum petakan tapi memang secara jumlah itu signifikan
kehadiran mereka. Cuma kami belum petakan berapa partisipasi mereka pada pilkada
kemarin.

Ini menjadi tantangan tersendiri karena kita berharap adik-adik Gen Z tidak apatis.
Makanya penanaman kesadaran melalui Pendidikan pemilih itu harus kita lakukan
semua. Kami ajak semua stakeholder untuk bersinergi bersama melakukan pendidikan
pemilih, baik kepada penyelenggara seperti kami maupun media, akademisi,
mahasiswa, ormas, mahasiswa untuk sama-sama kita membagun sebuah gerakan
mendidik pemilih kita.

Adik-adik kita yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya harus menjadi sasaran
strategis karena kita bisa bayangkan apa yang akan terjadi ketika jumlah signifikan tapi
mereka tidak menggunakan hak pilihnya. Itu akan mempengaruhi kadar demokrasi kita.

Apa sih penyebabnya sehingga pemilih muda enggan menyalurkan hak pilihnya?

[WANSUS] Pemilih 2024, Waktunya Pemilih Muda BerperanIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Karena mereka baru. Mereka mungkin banyak terpapar informasi yang sepihak. Hanya
mendengarkan bahwa bicara politik itu adalah gawaiannya orang tua dan itu terlalu
serius dibahasa anak muda.

Padahal sebenarnya ketika kita bicara soal politik, maka kita berbicara soal bagaimana
pengelolaan nasib orang banyak lewat sebuah kebijakan formal yang diberikan ruang
oleh negara. Seharusnya anak muda tampil di situ.

Saya kira era sekarang adalah era di mana tidak ada lagi antrean. Selama punya
kompetensi maka siapa pun bisa menunjukkan diri dan aksinya. Ini peluang bagi anak
muda untuk memaksimalkan potensi dan menunjukkan bahwa anak muda juga mampu
ketika mereka diberikan tanggung jawab.

Mereka tidak boleh buta politik karena semua hal dari kita bangun pagi sampai tidur lagi
diatur oleh kebijakan politik. Maka ketika membiarkan dirinya tidak paham soal politik
maka anak muda sedang membunuh peluang bagi masa depan mereka untuk sebuah
kehidupan yang bisa dikelola dengan melibatkan publik seluas-luasnya.

Mereka harus terlibat karena jumlahnya yang banyak dan memang kita berharap
keterlibatan seluas-luasnya itu pada akhirnya akan melahirkan kebijakan publik yang
benar-benar berpihak.

Dunia digital dan anak muda adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan, bagaimana KPU memanfaatkan hal tersebut untuk menggaet mereka?

Kita memaksimalkan media sosial yang ada di KPU Makassar. Kemudian kita berjejaring
dengan media karena informasi baik itu secara online gampang sekali mereka dapatkan
ketika itu melalui media sosial.

Kemudian, kita memanfaatkan influencer, akun-akun besar yang banyak diikuti kita
jadikan agen sosialisasi untuk menjangkau adik-adik yang mungkin ke sana bukan untuk
mencari berita serius tapi ketika itu disampaikan dengan bahasa para influencer itu bisa
menjadi lebih ringan. Di samping itu juga memaksimalkan akun media sosial KPU
Makassar sendiri.

Selanjutnya adalah menanamkan kesadaran itu untuk tidak menjadi penyebar hoaks.
Untuk kecerdasan berselancar di media sosial itu harus kita tanamkan. Kemudian
membangun cara komunikasi baru ke publik yang lebih menggunakan bahasa anak
muda.

Jadi kami bisa melakukan klaster bahwa ketika komunikasi dengan masyarakat umum,
cara sosialisasinya seperti apa. Kemudian ketika kita sosialisasasi kepada anak muda
caranya seperti apa.

Kami juga harus adaptif dengan perkembagan zaman bahwa tidak bisa lagi menggunakan cara-cara dulu hanya itu saja yang kita gunakan tapi harus divariasikan. Ada yang memang khusus untuk menjangkay klaster masyarakat umum, klaster
perempuan, dan klaster netizen maupun anak muda.

Selama proses sosialiasi, bagaimana respons anak muda?

Sebenarnya tergantung pada bagaimana kita mengkomunikasikan. Jadi kalau dibawanya
serius pasti mereka juga akan melihatnya sebagai sesuatu yang serius. Tapi ketika kita
mendekati mereka dengan gaya mereka, kebiasaan mereka maka saya kira itu bisa
diterima dan kami melakukan itu pada banyak hal.

Kita massif menyosialisasikan bahwa menjadi penyelanggara pemilu itu anak muda bisa
juga. Memang kita buktikan bahwa di pilkada Makassar 2020 lalu, PPPK kita bahkan ada
yang baru semester III. Ada yang semester V. Itu khas anak muda sekali.

Cara mereka bersosialisasi ke masyarakat juga menunjukkan usianya. Itu kita kombinasi
dengan tokoh-tokoh masyarakat yang memang punya pengaruh di wilayahnya masing-
masing. Jadi mereka kita paketkan dalam satu tim antara tokoh masyarakat, ibu-ibu dan
juga kelompok anak muda tadi.

Kita dapatkan targetnya mulai dari kecepatannya, inovasinya, kreativitasnya, dan remnya itu ada pada orang-orang yang memiliki kredibiltas masyarakat yang bisa membagi pengalamannya dengan anak-anak muda.

Saya kira dua generasi ini harus diidalogkan. Harus ada dialog generasi antara generasi
pemilih pemula Gen Z, generasi milenial, generasi X, maupun generasi Baby Boomer.
Kita harus menjembatani itu. Regulasi juga kita upayakan seadaptif mungkin untuk
memberikan peluang kepada mereka yang terlibat.

Apakah pernah ada penolakan langsung secara terang-terangan dari anak muda yang enggan menggunakan hak pilih?

Yang namanya anak muda kan blak-blakan biasanya. Biasa sekali sih kami temui. Ada
yang dalam sesi tanya jawab menyampaikan bahwa betapa apatisnya mereka dengan
politik.

Tapi saya kira itu bisa teratasi ketika kita dialog. Kita sampaikan bahwa yang paling
bahaya hari ini adalah buta politik karena segala hal dalam hidup kita diatur oleh
kebijakan politik. Mulai dari apa yang kita makan, apa yang dihidangkan orang tua di
meja makan kita, bagaimana sistem pendidikan kita, bagaimana pajak yang dikenakan
terhadap segala yang kita beli baik itu pakaian, gadget, alat transportasi itu semua lahir
dari kebijakan politik. Itu mempengaruhi seluruh lini kehidupan kita mulai dari bangun
sampai tidur lagi.

Masa sih anak muda hanya mau jadi penonton pada proses itu padahal jumlahnya
signifikan, mereka native digital. Saya kira kecenderungan anak muda untuk FOMO (Fear
of Missing Out) yang paling cepat menyampaikan sesuatu dan mereka juga adalah
generasi digital itu tidak mungkin mereka ingin ketinggalan pada informasi yang lagi
booming.

Memang kelihatan sekarang bahwa informasi-informasi politik itu sudah menjadi
konsumsi yang sering didengarkan dan bahkan anak muda terlibat sendiri di proses itu.
Kita lihat di medos bagaimana mereka begitu cepat membesarkan seorang tokoh yang
mereka sukai. Kemudian membully habis-habisan tokoh yang mereka tidak sukai. Di
Twitter, Instagram, YouTube dengan cepatnya mereka bisa mengubah situasi, mengendalikan opini publik.

Mereka sebenarnya sudah menjadi pemain politik tanpa mereka sadari bahwa arah kebijakan politik ditentukan oleh sikap mereka, postingan mereka. Sisa kita yakinkan
harus datang ke TPS juga untuk menetukan siapa yang mereka pilih langsung dan tidak
diwakilkan.

Seperti apa sosialisasi pemilu yang sudah berjalan?

[WANSUS] Pemilih 2024, Waktunya Pemilih Muda BerperanAnggota KPU Makassar Endang Sari (tengah). (Dok. KPU Makassar)

Kita sosialisasikan 14 Februari 2024 sebagai hari pemilihan, yang harus kita tanamkan ke
masyarakat bahwa ingat hari kasih saying, ingat hari kasih suara. Kemudian, kami
jelaskan tahapan yang saat ini sementara berjalan.

Kemudian mengingatkan masyarakat untuk selesai pendataan pemilih secara administratif. Jadi mereka adik-adik kita yang akan menuju 17 tahun diingatkan bahwa
mereka harus melengkapi diri dengan E-KTP lalu diproses masuk ke dalam Daftar Pemili Tetap. Kemudian, mengingatkan kepada warga yang pindah domisili atau pun TNI-Polri yang sudah pension untuk segera melengkapi administrasi kependudukannya karena mereka sudah menjadi pemilih. Itu harus bisa kita tertib administrasi sehingga DPT kita juga bisa lebih akurat.

Kita aktif menjelaskan tahapan-tahapan itu kepada masyarakat. Kemudian yang
terpenting adalah pendidikan pemilih. Saya kira ini harus kita tularkan melalui gerakan
sosial mengingat pentingnya kegiatan yang harus kita lakukan tersebut. Ada atau tidak
adanya pemilu, pendidikan pemilih tetap harus dilakukan karena pemilih ini harus
dicerdaskan, diingatkan bahwa mereka harus menggunakan hak pilihnya.

Mereka harus berani mengatakan tidak pada politik uang. Mereka harus menjadi
pemilih yang tidak terpengaruh oleh isu SARA yang bisa memecah persatuan dan
kesatuan bangsa. Mereka harus jadi pemilih yang tidak jadi penyebar hoax dan menjadi
penggerak partisipasi di wilayahnya masing-masing.

Kita berharap itu semua dimiliki pemilih kita sehingga mereka akan memilih dengan
cerdas, mereka akan aktif menggunakan hak pilihnya, menjadi pemilih yang berdaulat
dan pada akhirnnya itu yang membuat negara kita jadi lebih kuat.

Seberapa penting pendidikan pemilu untuk anak sekolah?

Sangat penting karena mereka ibaratnya baru akan memasuki pintu gerbang
menggunakan hak pilihnya. Pendampingan dan pemberian inpun positif tentang pemilih
itu harus dilakukan. Kemudian melengkapi mereka dengan kesadaran sebagai pemilih
yang berkualitas.

Dengan demikian pilihannya bukan hanya karena jumlah tapi karena kualitasnya itu juga
bisa dipertanggungjawabkan. Jadi mereka datang ke TPS bukan karena ikut-ikutan atau
karena mobilisasi tapi mereka memang datang karena kesadaran sendiri untuk
menentukan siapa yang layak menjadi pemimpin.

Ada pesan KPU Makassar untuk millenials dan Gen Z?

Jangan menjadi pemilih yang apatis, pragmatis, dan buta politik. Kalian memiliki jumlah
yang luar biasa signifikan bahkan paling menentukan maka cerdaslah dan aktiflah dalam
menggunakan hak pilih. Buktikan bahwa kedaulatan pemilih dimulai dari generasi kalian.

Baca Juga: KPU Makassar Ungkap Alasan Partisipasi di Pemilu Rendah

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya