Sebulan Minim Pasien, Efektivitas Isolasi Apung Makassar Dipertanyakan

Total hanya 245 orang diisolasi pada bulan pertama

Makassar, IDN Times - Sudah sebulan KM Umsini dialihfungsikan sebagai tempat isolasi apung terpusat, untuk pasien positif COVID-19 tanpa gejala maupun bergejala ringan. Namun, jumlah pasien yang menjalani isolasi di kapal milik PT Pelni itu terhitung sedikit jika dibandingkan dengan kapasitas tempat tidur yang disiapkan dan jumlah kasus harian COVID-19 di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Berdasarkan data Pemerintah Kota Makassar, jumlah pasien COVID-19 yang telah diisolasi di kapal Umsini hingga 1 September 2021, baru mencapai 245 orang. Jumlah itu terhitung sejak dioperasikan pertama kali pada 2 Agustus 2021.

Pasien yang masih dirawat saat ini berjumlah 40 orang. Pasien yang baru masuk hari ini hanya 3 orang dan 2 orang selesai isolasi. Sementara hingga kini, hanya ada 2 orang yang dirujuk ke rumah sakit untuk menjalani perawatan lebih lanjut.

Efektivitas layanan yang bertajuk Isolasi Apung itu pun dipertanyakan. Pasalnya, jika melihat angka kasus harian COVID-19 Kota Makassar yang terus mencapai ratusan, maka jumlah itu dianggap tidak sebanding. Selain itu, Pemkot juga menyiapkan kapasitas 804 tempat tidur.

Legislator DPRD Kota Makassar Fraksi PKS, Yeni Rahman, menyebut isolasi apung di KM Umsini tidak efektif. Akan lebih efektif jika isolasi terpusat dialihkan ke tempat lain. 

"Dari awal kan memang saya sudah sampaikan bahwa isolasi itu kurang tepat dilakukan dengan bebagai pertimbangan yang selama ini sudah dijelaskan. Yang pertama kan dari kenyamanan pasien itu sendiri. Kedua, dengan fasilitas yang ada di dalam," kata Yeni, saat dihubungi IDN Times via telepon, Kamis (2/9/2021).

1. Isolasi terpusat sebaiknya menggunakan hotel atau gedung

Sebulan Minim Pasien, Efektivitas Isolasi Apung Makassar DipertanyakanIlustrasi hotel

Keraguan Yeni seolah terbukti setelah adanya pasien yang mengeluhkan soal kecoak dan toilet. Dia juga meragukan soal sirkulasi udara yang menggunakan hepa filter. Alat itu diyakini mampu mengurangi risiko penularan COVID-19 melalui aerosol atau medium udara.

"Itu kan hanya untuk mensterilkan ruangan. Hepa filter itu bukan untuk menyerap virus dan mematikan virus," kata Yeni.

Menurut Yeni, isolasi terpusat sebaiknya menggunakan hotel seperti yang dulu dilakukan Pemprov Sulsel. Setidaknya itu juga bisa membantu pemulihan ekonomi yang kini juga pasang surut akibat pandemik COVID-19.

"Kalau misalnya kita menggunakan tempat-tempat untuk isolasi, taruhlah misalnya Makassar memang tidak mau nanti dianggap bahwa itu mirip Wisata Covid, kan bisa dipakai gedung-gedung yang lain," kata Yeni.

Tapi kalaupun isolasi di hotel, tambah Yeni, sebaiknya tidak menggunakan hotel yang terlalu mahal. Hal itu juga demi efisiensi dana namun hasilnya tetap optimal.

"Sebenarnya kan titik poinnya adalah tidak hanya melihat yang mana murah yang mana mahal. Tetapi bagaimana efektif dan efisien. Kita menjadikan pertimbangan seperti itu," kata Yeni.

2. Pemerintah seharusnya memberi bantuan kepada pasien isolasi

Sebulan Minim Pasien, Efektivitas Isolasi Apung Makassar DipertanyakanIlustrasi bansos dari pemerintah (Dok. IDN Times)

Anggota Komisi D DPRD Makassar ini juga menyebut minimnya pasien di KM Umsini karena mereka yang positif lebih memilih isolasi di rumah. Sebab tak ada jaminan dari pemerintah bagi keluarga pasien yang diisolasi. Hal ini tentu akan sulit bagi mereka yang berpendapatan harian.

Untuk itu, Yeni menyarankan supaya pemerintah mau berlapang dada untuk menyampaikan kepada masyarakat yang terkonfirmasi positif bahwa pemerintah akan menjamin keluarga mereka selama masa isolasi mandiri. Dia yakin bahwa dengan begitu, masyarakat akan secara sadar untuk melaporkan dirinya jika terkonfirmasi positif COVID-19.

"Ini kan melihat yang mana efek manfaatnya buat masyarakat karena pandemik ini sebenarnya musuh kita bersama dan harus kita selesaikan bersama," kata Yeni.

3. Pemanfaatan isolasi apung dinilai tidak efisien

Sebulan Minim Pasien, Efektivitas Isolasi Apung Makassar DipertanyakanSejumlah pasien COVID-19 tanpa gejala (OTG) mengikuti senam pagi dari atas KM Umsini di Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (8/8/2021). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Sementara itu, Epidemiolog Universitas Hasanuddin Prof Ridwan Amiruddin juga menilai, pemanfaatan KM Umsini yang baru menampung total 245 pasien itu tidak efisien dengan kapasitas tempat tidur yang disediakan. Apalagi Pemkot telah mengeluarkan biaya besar yakni Rp1,5 miliar untuk sewa kapal itu bulan lalu.

"Itu tidak efisien karena besarnya bujet yang dikeluarkan, itu tidak sebanding dengan pemanfaatannya," katanya.

Ridwan menyebut saat ini memang ada kecenderungan kasus mengalami penurunan. Kendati demikian, tetap saja kasus harian Kota Makassar masih berkisar 100-200 kasus.

"Jadi masih cukup besar sebenarnya kasus yang dapat memanfaatkan fasilitas isolasi terpusat yang disiapkan oleh Pemkot," kata Ridwan.

Namun, kata Ridwan, memang ada tren baik belakangan ini karena beberapa tempat isolasi terpusat mulai berkurang pasiennya. Salah satunya asrama mahasiswa Unhas yang pasiennya telah berkurang 20 persen.

"Itu indikasi bahwa secara umum sebenarnya kasus ini untuk Sulsel kalau kita lihat juga petanya sebagian besar sudah mulai menguning, oranye. Jadi ada tren 1 atau 2 pekan ke depan kasus mulai terkendali," katanya.

Baca Juga: Kemenhub Tanggung Biaya Sewa Kapal Isolasi Apung di Makassar

4. Pemanfaatan isolasi terpusat harus diimbangi dengan tracing

Sebulan Minim Pasien, Efektivitas Isolasi Apung Makassar DipertanyakanIlustrasi Tes Usap/PCR Test (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Lebih lanjut, Ridwan kembali menegaskan soal urgensi isolasi terpusat. Karena tidak semua orang yang positif COVID-19 mau isolasi di tempat yang disediakan. Kebanyakan masih memilih rumah padahal itulah yang justru menjadi sumber penularan.

"Setiap orang yang dia temui akan menular oleh aktivitasnya karena ada kecenderungan mereka tidak patuh terhadap protokol kesehatan. Bahkan ada yang tidak mengetahui dirinya sebenarnya positif," kata Ridwan.

Alasan orang tidak mengetahui dirinya positif COVID-19 karena tak semua orang bergejela. Mereka inilah yang sebenarnya menjadi sasaran untuk isolasi mandiri terpusat karena isolasi di rumah jelas tanpa pengawasan sementara rumah sakit hanya untuk pasien bergejala berat.

"Mereka tidak menyadari dirinya terkonfirmasi karena tes yang tidak ter-cover kepadanya sehingga dia menjadi sumber penularan. Sekiranya tracing dilaksanakan dengan baik tentu kemudian dites, kemudian isolasi maka pengendalian itu semakin cepat," katanya.

5. Tracing jadi agenda yang harus diupayakan Pemkot

Sebulan Minim Pasien, Efektivitas Isolasi Apung Makassar DipertanyakanIlustrasi Tes Usap/PCR Test (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Sebelumnya, Juru Bicara Makassar Recover, Henny Handayani menyatakan sebenarnya isolasi di KM Umsini bukan minim pasien sehingga terkesan minim peminat. Hanya saja, setiap hari ada pasien yang sembuh.

"Bukan masih minim. Tapi pasien yang pulih usai menjalani isolasi di KM Umsini makin bertambah. Logikanya begitu," kata Henny.

Soal memaksimalkan fungsi dan keterisian KM Umsini sebagai Isolasi Apung Terpadu, Henny menilai hal ini sebagai upaya bersama oleh segenap perangkat yang bertugas menangani COVID-19 hingga level paling bawah.

"Jadi, tracing menjadi agenda yang harus diupayakan semaksimal mungkin. Bayangkan ada 2 ribuan OTG di Makassar yang semestinya melakukan isolasi dan sebaiknya tidak berkeliaran," kata Henny.

Henny menegaskan OTG yang berkeliaran tentu berpotensi menularkan virus ke orang lain, belum lagi jika orang-orang di sekitarnya memiliki penyakit komorbid. Hal tersebut justru akan memperparah kondisi penularan.

"Faktanya banyak warga terkapar di rumah. Kematian di rumah. Karena kita abai terhadap hal ini," katanya.

Baca Juga: Pemkot Makassar Lanjutkan Program Isolasi Apung di KM Umsini

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya