Penerapan New Normal di Makassar Harus Dimulai dengan Data Akurat

Tidak semua orang punya kesadaran, fasilitas dan akses

Makassar, IDN Times - Pemerintah Kota Makassar sedang mempersiapkan lima protokol kesehatan sebagai konsep untuk memulai new normal atau hidup baru di tengah pandemik COVID-19.  

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Hasanuddin Andi Yani mengatakan, keputusan yang dibuat Pemkot Makassar itu memang sudah menjadi standar. Hanya saja, masyarakat belum mendapatkan data riil yang menguatkan argumen pemerintah untuk membuat kebijakan tersebut. 

Alasannya, kata Yani, angka kasus positif COVID-19 di Sulsel, khususnya di Kota Makassar, masih terus bertambah. Namun belum ada data pasti apakah kenaikan angka kasus tersebut dipicu oleh intensitas rapid test massal yang belakangan ini rutin digelar atau memang murni karena masih terjadinya kasus penularan.

"Jika misalnya memang tetap naik positif tinggi kemudian kita tetap dengan normal seperti ini, itu artinya akan terjadi seleksi alam teori Darwin yang lama, bahwa yang bertahan adalah orang-orang yang memiliki imun kuatlah yang bisa beradaptasi," kata Yani saat dihubungi IDN Times, Rabu (27/5).

Baca Juga: Makassar Tunggu Kebijakan Pemerintah Pusat soal New Normal di Sekolah 

1. Pemerintah harus melakukan intervensi pada kelompok rentan

Penerapan New Normal di Makassar Harus Dimulai dengan Data AkuratANTARA FOTO/Arnas Padda

Beradaptasi, kata Yani, adalah hidup dengan menerapkan sejumlah protokol kesehatan seperti rajin mencuci tangan, memakai masker atau memakai sarung tangan yang bagus. Bisa juga dengan tetap berada pada tempat-tempat yang mematuhi aturan dari protokol-protokol kesehatan tersebut.

Tapi persoalannya, protokol-protokol kesehatan tersebut biasanya hanya mampu dipatuhi oleh kelompok orang-orang kelas menengah ke atas. Sementara kelompok orang-orang menengah ke bawah tentu agak sulit. Kelompok orang-orang ini cenderung memiliki nutrisi yang lemah, akses kesehatan yang buruk, dan tidak memiliki fasilitas pendukung untuk membuatnya beradaptasi dengan new normal, termasuk membawa antiseptik dan sebagainya.

Hal ini kemudian menjadi stratifikasi sosial dalam penyebaran COVID-19, di mana kelompok orang-orang kelas menengah ke bawah akhirnya jadi kelompok rentan dalam new normal. Dengan demikian, pemerintah harus melakukan intervensi pada kelompok tersebut. 

"Kehidupan new normal ini kan terlihat berlaku bagi semua orang, sementara kan tidak semua orang misalnya memiliki kesadaran, fasilitas dan akses terhadap hal yang bisa membuat dia beradaptasi dengan new normal tersebut," ujar dia.

2. Kelayakan new normal di Makassar tergantung ketersediaan data

Penerapan New Normal di Makassar Harus Dimulai dengan Data AkuratPekerja beraktivitas di lokasi proyek jalan tol layang di jalan Andi Pangeran Pettarani, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin ( 27/4/2020). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Yani menyebut rencana new normal sejak awal memang selalu menjadi perdebatan. Seperti PSBB yang memicu kontroversi, mulai dari soal kapan berakhir hingga mana lebih penting antara kesehatan atau ekonomi. 

Namun menurut dia, keduanya bisa berjalan jika pemerintah punya besar untuk memastikan bahwa semua orang bisa terhindar dari penyebaran COVID-19. Demikian juga dengan penerapan new normal ini, pemerintah seharusnya memiliki data yang akurat sebelum mengambil kebijakan.

"Kita tidak punya data apakah kita ini bisa disebut berhasil PSBB atau tidak. Tidak ada kan data sebelum dan sesudah PSBB. Apakah misalnya ada evaluasi dari segi protap kesehatan dan dari sisi kesadaran masyarakat dalam melakukan langkah-langkah preventif," kata dia. 

3. Perwali protokol kesehatan tergantung kesadaran masyarakat

Penerapan New Normal di Makassar Harus Dimulai dengan Data AkuratANTARA FOTO/Arnas Padda

Selain itu, Yani juga mengatakan bahwa Perwali Makassar Nomor 31 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Protokol Kesehatan di Kota Makassar sebenarnya sudah memberikan informasi ke masyarakat. Hanya saja penerapannya tergantung dari kesadaran masyarakat, apakah mereka mau mengikuti perwali tersebut atau tidak.

Menurutnya, belum ada pihak yang akan mengecek di setiap instansi, perusahaan, rumah ibadah ataupun pasar jika ada yang tidak mengikuti protokol kesehatan. Satpol PP, kata dia, dalam kondisi sudah terbuka begini tidak mungkin lagi mengontrol semuanya. Jadi perwali ini hanya menjadi acuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau mengikutinya.

Dia sebenarnya cukup fokus dengan peran RT/RW untuk mendukung bagaimana agar perwali ini bisa berjalan dengan baik. Tapi persoalannya, otoritas RT/RW tidak bisa berjalan secara penuh. Semuanya kembali lagi pada keinginan masyarakat.

"Misalnya di pasar, siapa yang bisa melarang kalau mereka tidak mengikuti protokol kesehatan. Jadi masyarakat yang harus aktif dan sadar untuk bisa mengikuti protokol itu. Karena kalau tidak ya kembali ke kita. Selama belum ada vaksin kita belum normal," katanya.

Baca Juga: New Normal, Polisi Bakal Bubarkan Paksa Keramaian di Makassar

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya