Pakar Unhas Sebut Banjir di Wajo karena Pendangkalan Masif Danau Tempe

Terjadi sedimentasi akut di Danau Tempe

Makassar, IDN Times - Sejumlah kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan sempat direndam banjir pada Jumat, 27 Agustus 2021. Di antaranya adalah Luwu Utara, Bone, Soppeng dan Wajo yang disebut sebagai banjir terbesar kemarin.

Banjir di kabupaten tersebut terjadi hanya dalam waktu singkat setelah hujan deras mengguyur seharian sejak Kamis 26 Agustus 2021. Daerah-daerah tersebut memang dikenal telah menjadi langganan banjir sejak beberapa tahun terakhir.

Kepala Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin Makassar, Prof Adi Maulana, mengungkap penyebab banjir tersebut. Menurutnya, banjir memang tidak terlepas dari curah hujan tinggi namun ada penyebab lain yaitu pendangkalan Danau Tempe di Kabupaten Wajo.

"Penyebabnya memang karena curah hujan. Tetapi untuk daerah-daerah seperti Wajo, Soppeng, kemudian sedikit bagian Sidrap, ini kan dia dipengaruhi adanya satu lokasi atau satu wilayah yang disebut dengan Danau Tempe," kata Prof Adi saat dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon, Minggu (29/8/2021).

1. Sedimentasi di Danau Tempe sudah sangat banyak

Pakar Unhas Sebut Banjir di Wajo karena Pendangkalan Masif Danau TempeDanau Tempe (instagram.com/rendy.febrian.5)

Adi menilai jika Danau Tempe meluap, maka ada banyak desa bahkan daerah yang akan terimbas banjir. Dia menyebut kondisi danau itu sangat mengkhawatirkan karena terjadi pendangkalan yang sangat masif.

Maka hujan sedikit saja, danau yang sedianya merupakan penampungan itu justru bisa meluap karena sedimentasinya sudah terlampau banyak sehingga berujung pada pendangkalan. Jika kondisi danau itu masih baik, maka curah hujan yang tinggi tidak akan berpengaruh.

"Khusus untuk daerah-daerah seperti Wajo, Soppeng, Bone, itu adalah daerah-daerah yang memang kalau misalnya tidak dijaga dengan baik ini Danau Tempe itu pasti ke depannya akan terus terjadi seperti ini," kata Adi.

Adi yang juga pakar Geologi Unhas ini menyebutkan sedikitnya ada 23 sungai yang bermuara di Danau Tempe. Seperti sungai dari Enrekang, Sidrap, Soppeng dan Wajo sendiri. Akan tetapi, hanya ada satu muara yaitu di Teluk Bone.

"Jadi bisa dibayangkan dari 23 sungai yang menumpahkan airnya ke Danau Tempe sementara Danau Tempe-nya menjadi dangkal. Jadi volume air yang bisa ditampung kan sangat berkurang," katanya.

2. Banjir terjadi karena kerusakan lingkungan

Pakar Unhas Sebut Banjir di Wajo karena Pendangkalan Masif Danau TempeIlustrasi banjir. Dok. BNPB

Dengan kata lain, banjir yang merendam sebagian daratan Sulawesi Selatan itu terjadi karena adanya kerusakan lingkungan, termasuk di Kabupaten Wajo. Adi menyatakan sedimentasi di Danau Tempe diakibatkan adanya ketidakseimbangan pada lingkungan.

"Kalau misalnya hutan-hutan di pinggir Danau Tempe itu tidak dialih fungsikan, itu kan pasti tidak terjadi yang namanya erosi. Erosi lahan itulah yang kemudian nanti menyebabkan banyaknya sedimentasi," kata Adi.

Adi mengumpamakan, andai tidak ada pembukaan lahan di gunung-gunung sekitar Danau Tempe, sedimentasi tidak akan terjadi. Karena material tidak akan terbawa erosi dan air tetap lancar mengalir ke danau.

"Artinya bagian hulu sungainya itu sudah tidak stabil lagi. Ketika lahan-lahan itu dibuka, (material) akan sangat mudah masuk ke sungai ketika terjadi hujan. Beda kalau tanah itu dibiarkan saja menjadi hutan. Jadi ini kombinasi antara bencana alam dan juga bencana yang disebabkan oleh ulah manusia," kata Adi.

Baca Juga: Banjir Bandang Terjang Desa di Wajo Sulsel, Ratusan Warga Terdampak

3. Pemerintah harus ambil langkah mitigasi

Pakar Unhas Sebut Banjir di Wajo karena Pendangkalan Masif Danau TempeIlustrasi banjir. ANTARA FOTO/Jojon

Pemerintah, kata Adi, harus bekerja sama untuk mengatasi hal ini. Bukan Pemda Wajo saja, bahkan kalau perlu pemerintah provinsi hingga pemerintah pusat juga bisa turun tangan.

"Tetapi kalau saya melihat ini antar kabupaten, pemerintah provinsi itu saling bekerja sama untuk melakukan usaha mitigasi," kata Adi.

Mitigasi itu ada dua yakni secara struktural dan non struktural. Mitigasi struktural yaitu pembangunan fisik misalnya membuat sedimen-sedimen trap untuk menangkap sedimen di hulu sungai atau di muara sungai yang dekat dengan Danau Tempe sehingga bisa menahan laju sedimentasi yang ada. 

Sedangkan mitigasi non struktural yaitu dengan melalui regulasi. Misalnya semua wilayah yang bermuara ke Danau Tempe membuat peraturan tidak boleh lagi mengalih fungsikan lahan.

"Artinya harus tetap dijadikan lahan hijau begitu juga hutan. Jangan dibuat seperti ladang berpindah atau perkebunan yang kemudian nanti bisa mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan," katanya.

Baca Juga: Banjir Hanyutkan Satu Rumah di Wajo

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya