Orang Tua Mulai Keluhkan Sistem Belajar dari Rumah

Belajar daring diperpanjang hingga 22 Agustus

Makassar, IDN Times - Kegiatan belajar dari rumah di Provinsi Sulawesi Selatan kembali diperpanjang. Perpanjangan ini berlaku 10 - 22 Agustus 2020 mendatang. 

Masa belajar dari rumah ini pun memaksa orangtua, siswa, dan para guru untuk putar otak. Sudah banyak persoalan yang terjadi mulai dari alat belajar seperti handphone atau laptop yang tidak tersedia hingga kendala jaringan internet yang selalu jadi masalah utama.

Tak sedikit orangtua murid yang merasa terbebani dengan kebijakan ini. Erni (38) salah satunya. Ibu tiga anak ini merasa fasilitas belajar seperti handphone dan kuota internet cukup mahal baginya yang hanya ibu rumah tangga biasa. Apalagi suaminya yang bekerja sebagai satpam di salah satu mal di Makassar terpaksa dirumahkan.

"Biaya belajar mahal. Harus ada HP dan kuota untuk belajar online. Ini terasa sekali di tengah sulitnya ekonomi seperti sekarang. Mana lagi ada 2 orang anak yang mau pakai belajar. Baru bapaknya juga tidak ada pemasukan," kata Erni kepada IDN Times, Selasa (11/8/2020).

Baca Juga: Cegah Virus Corona, Pemerintah Siap Tes COVID-19 di Sekolah-Sekolah

1. Orangtua juga masih khawatir dengan COVID-19

Orang Tua Mulai Keluhkan Sistem Belajar dari RumahIlustrasi belajar dari rumah (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Lain lagi dengan Nurul (36). Ibui 4 anak ini justru mendukung langkah pemerintah untuk memperpanjang masa belajar dari rumah. Sebab menurutnya virus Corona masih menyebar dan dia tidak ingin anak-anaknya terpapar akibat sekolah tatap muka. 

"Saya setuju kalau belajar dari rumah diperpanjang. Saya malah belum mau kalau sekolah tatap muka. Kalau belajar di sekolah kan meskipun ada protokol kesehatan tapi saya tidak yakin kalau anak-anak akan patuh, siapa yang bisa jamin anak-anak tidak akan saling bermain dengan temannya," katanya.

Soal biaya kuota internet yang banyak dikeluhkan, dia mengaku tidak terlalu mempermasalahkan. Meski harus merogoh kocek lebih dalam untuk membeli kuotaa internet, dia mengaku itu bukan masalah selama anak-anaknya bisa aman belajar di rumah.

"Memang mahal, tapi mau diapa? Daripada anak kita sekolah tatap muka kan takutnya kalau terpapar virus di luar, padahal selama ini kita sudah melindungi mereka," katanya.

2. Kebijakan belajar dari rumah masih fleksibel

Orang Tua Mulai Keluhkan Sistem Belajar dari Rumah(Ilustrasi siswa saat belajar di rumah) ANTARA FOTO/Arnas Padda

Menurut Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah. kebijakan untuk belajar dari rumah ini bersifat fleksibel tergantung kondisi daerah di tiap kabupaten/kota. Dia menyebutkan, untuk daerah yang akan membuka sekolah dengan pembelajaran tatap muka, itu menjadi kewenangan kepala daerah masing-masing.

"Yang penting bagi kita, bupati atau wali kota membuat kajian, secara  mendalam sebelum membuka sekolah. Kalau pun misalnya kajiannya memungkinkan untuk mulai tatap muka dengan terbatas, harus sekolah-sekolah yang dianggap sudah layak. Tetapi yang saya ingin titipkan adalah betul-betul pastikan bahwa protokol kesehatan secara ketat dilakukan," kata Nurdin.

Meski demikian, dia menyebutkan, Pemprov Sulsel masih terus mengkaji daerah-daerah yang dianggap kira-kira sudah bisa membuka sekolah secara bertahap.

"Saya kira itu tadi saya bilang, pastikan bahwa daerah itu aman, karena yang lebih tahu itu bupati dan wali kotanya. Kalau dia merasa itu aman, terus dia merasa bisa terapkan protokol kesehatan secara ketat, why not," katanya Nurdin. 

3. Pemprov masih memetakan zonasi risiko penularan COVID-19

Orang Tua Mulai Keluhkan Sistem Belajar dari RumahIlustrasi belajar di rumah. ANTARA FOTO/Arnas Padda

Pemprov Sulsel pun melalui tim Gugus Tugas telah memetakan zonasi risiko penularan COVID-19 di kabupaten/kota di se-Sulsel ada 4 kategori, dengan risiko tinggi, sedang, rendah dan penularan terkendali.

Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin mengatakan, daerah dengan risiko sedang paling banyak, ada 13 kabupaten/kota. Risiko tinggi masih ada 6 kabupaten/kota, yaitu Luwu Timur, Sidrap, Makassar, Takalar, Gowa dan Jeneponto.

"Risiko rendah 3 kabupaten yaitu Enrekang, Bone dan Bulukumba. Serta daerah dengan penularan terkendali, yaitu Wajo dan Barru. Meski demikian, tidak berarti itu aman untuk melakukan sekolah dengan tatap muka," jelas Prof Ridwan.

Baca Juga: Nadiem Izinkan Sekolah di Zona Kuning Buka, KPAI: Sangat Berisiko!

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya