Merawat Kesehatan Mental Dimulai dari Diri Sendiri

Orang cenderung hanya peduli pada isu kesehatan fisik

Makassar, IDN Times - Kesehatan mental merupakan isu penting, apalagi di situasi pandemik COVID-19 yang mengubah berbagai kebiasaan manusia. Namun nyatanya, masih banyak orang belum memahami soal kesehatan mental. 

Dosen Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi, Universitas Hasanuddin Makassar, A. Juwita Amal, memandang hal itu sebagai bentuk ketidakpedulian masyarakat terhadap kesehatan mental. Menurutnya, orang-orang cenderung hanya perhatian kepada kesehatan fisik.

"Memang saat ini orang tidak terlalu aware (perhatian) dengan kesehatan mental. Mereka lebih aware dengan kesehatan fisik," kata Juwita ketika dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon, Jumat (8/10/2021).

Dia mencontohkan banyak orang kerap merasa sakit fisik seperti sakit kepala atau sakit seluruh tubuh padahal tidak mengerjakan tugas berat. Namun yang tidak mereka sadari adalah sakit fisik itu bisa saja disebabkan oleh faktor psikologis yang berujung pada gangguan kesehatan mental.

"Kesehatan mental juga berkaitan dengan fisik. Ketika seseorang mengalami ketidaknyamanan emosional, misal ada konflik dengan orang lain, terus dia secara emosi tertekan, ujung-ujungnya akan muncul ke fisik," katanya lagi.

Baca Juga: 4 Dampak Medsos pada Kesehatan Mental Remaja, Bisa Memicu Bunuh Diri

1. Masyarakat cenderung tak menyadari soal kesehatan mental

Merawat Kesehatan Mental Dimulai dari Diri Sendiriilustrasi keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Di zaman serba modern dengan akses informasi yang luar biasa, masyarakat seharusnya bisa lebih memahami pentingnya kesehatan mental. Namun faktanya tidaklah demikian. 

Kesehatan mental seringkali menjadi nomor dua dibandingkan kesehatan fisik. Padahal keduanya sama-sama penting.

"Banyak orang tidak aware dengan kesehatan mental karena terfokusnya ke fisik. Karena kita terbiasa dengan apa yang tampak. Tapi kesehatan mental itu kan sesuatu yang dirasa. Itu mungkin kurang pada masyarakat pada umumnya," kata Juwita.

Juwita menjelaskan banyak orang mengetahui dirinya tak merasa nyaman di sebuah lingkungan. Namun mereka tak bisa menjelaskan alasan ketidaknyamanan itu.

Dia mencontohkan saat seseorang menerima perkataan kasar, dia akan merasa tidak nyaman. Namun dia tak bisa menjelaskan mengapa dia tak nyaman. Juwita menyebut ketidaknyamanan itu karena orang yang dikasari merasa tidak dihargai.

"Pengolahan ke dalam diri itu yang kurang sehingga orang kadang tidak menyadari bahwa dia sedang mengalami sesuatu yang tidak nyaman secara psikologis," kata Juwita.

2. Stigma dan masih minimnya layanan kesehatan mental

Merawat Kesehatan Mental Dimulai dari Diri SendiriIlustrasi rumah sakit. IDN Times/Arief Rahmat

Masalah lain dalam isu kesehatan mental yaitu keengganan orang untuk mengakses layanan kesehatan mental. Salah satu penyebabnya adalah stigma negatif pada mereka yang mengakses layanan kesehatan mental secara profesional.

"Kalau ke psikiater atau psikolog berarti sakit jiwa. Itu kan stigma, padahal tidak mesti juga begitu," kata Juwita yang juga Sekretaris Himpsi (Himpunan Psikologi Indonesia) wilayah Sulsel.

Dia menyebut gangguan kesehatan mental tak melulu soal gangguan jiwa. Orang-orang yang mengalami masalah karir, masalah keluarga, maupun hubungan asmara juga bisa berkonsultasi ke psikolog.

Orang juga tidak mengakses layanan kesehatan mental profesional karena masih minimnya layanan profesional terkait psikologi. Mereka yang mungkin menyadari sedang mengalami gangguan psikis terkadang kesulitan mencari di mana mereka harus konsultasi.

"Kalau orang sakit fisik, orang tahu ke mana kliniknya, rumah sakitnya, sedangkan untuk layanan terkait psikologis, bironya masih sedikit. Tidak ada terintegrasi di layanan rumah sakit. Jadi memang fasilitas yang menyediakan layanan psikologi masih terbatas," kata Juwita.

3. Perbanyak informasi dan pahami diri sendiri

Merawat Kesehatan Mental Dimulai dari Diri SendiriIlustrasi gawai/ponsel. (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Untuk lebih peduli dan sadar akan pentingnya kesehatan mental, Juwita menekankan perlunya memperbanyak informasi. Hal itu tidak sulit sebab informasi kini sangat mudah diakses di mana pun.

"Kita dapat informasi misalnya saat sakit kepala, kita bisa baca sakit kepala apa saja. Sudah dicek ternyata inilah faktor-faktor yang mempengaruhi, kalau dikaitkan lagi dengan masalah apa yang dihadapi," kata Juwita.

Sebenarnya, kata Juwita, pendekatan untuk kesehatan mental pada dasarnya berawal dari pemahaman terhadap kondisi diri manusia. Dari memahami diri sendiri, seseorang akan sadar dan bisa menilai dirinya apakah dia sedang sakit fisik atau sakit psikis yang berkaitan dengan masalah.

Juwita lagi-lagi menekankan bahwa fisik dan psikis adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan. Walaupun fisik terlihat, namun psikis bisa dirasakan meski tak dapat dilihat oleh orang lain.

"Kesehatan mental itu dimulai dari bagaimana kita menyadari diri kita sendiri. Kalau tiap orang sadar dengan kondisi dirinya, dia pasti tahu bagaimana mencari pertolongan dan itu bisa memotong rangkaian gangguan kesehatan mental," kata Juwita.

Baca Juga: Ponpes Darut Tasbih, Perjuangan Syiar Islam Lewat Rehabilitasi Mental

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya