Kala Teater dan Upaya Bertahan di Tengah Gempuran Budaya Luar

Mereproduksi dan menerjem ulang kesenian tradisi

Makassar, IDN Times - Panggung atau lakon teater kerap menjadi alat dalam memberikan kritik sosial untuk masyarakat hingga pemerintah. Namun di sisi lain, produk budaya luar tak henti menggempur Indonesia.

Kelompok-kelompok teater daerah terpaksa harus memutar otak demi bertahan menghadapi gempuran budaya luar. Tak mudah untuk menjaga eksistensi di tengah masuknya budaya luar sementara di satu sisi, kebudayaan tradisional kian tergerus.

Kala Teater, sebuah grup teater kontemporer yang berbasis di Makassar, Sulawesi Selatan, menganggap itu sebagai tantangan yang mau tidak mau harus dihadapi. Masuknya produk budaya luar entah itu produk kesenian ataupun produk pengetahuan merupakan sebuah hal yang mutlak terjadi di era globalisasi.

Meski begitu, Kala Teater beradaptasi pada perubahan dan berupaya mereproduksi produk kesenian yang telah ada dengan gaya yang lebih modern. Mereka menggunakan beragam informasi dari produk budaya dan produk pengetahuan yang berasal dari luar menggunakannya sebagai bahan belajar. 

"Tidak menutup kemungkinan kami juga menggunakannya dalam berkarya, utamanya produk pengetahuan itu misalnya artikel-artikel tentang kesenian," kata perempuan yang disapa Naya itu saat diwawancarai IDN Times via telepon, Minggu (29/5/2022).

Kala Teater menyadari bahwa kebudayaan dari luar juga tak kalah pentingnya dengan kebudayaan lokal. Menurut Naya, hal itu dapat dijadikan sebuah referensi mengingat kesenian kebudayaan yang semakin ke sini semakin kontemporer.

"Namun dari itu, kalau kami sih sebenarnya punya satu strategi yang sejak dulu kami lakukan dan terus kami kembangkan saat ini yaitu kami selalu sadar penuh pentingnya untuk terus menelusuri kesenian dan tradisi," kata Naya.

1. Menerjemahkan ulang kesenian tradisi

Kala Teater dan Upaya Bertahan di Tengah Gempuran Budaya LuarKala Teater Makassar. Instagram/kalateater

Kala Teater sendiri didirikan di Makassar pada 2006 silam atas inisiasi Shinta Febriany, Syahrini Andriyani, Irmayani, Bakti Munir, dan Arman Dewarti. Sejak didirikan, Kala Teater aktif memproduksi pertunjukan yang dipentaskan di berbagai kota di Indonesia. 

Kala Teater ingin mengasah kepekaan antar manusia melalui program penciptaan seni pertunjukan. Salah satu metode pelatihan yang diinisiasinya yaitu menelusuri gerak tubuh dalam Tari Pakarena.
 
"Tetapi seperti produk kesenian lainnya, kami tidak bisa menduplikasi saja kesenian yang kami pelajari, utamanya kesenian tradisi. Kami berusaha menerjemahkan ulang unsur dari Tari Pakarena, direpresentasikan ceritanya dan bagaimana itu bisa dimasukkan dalam karya," kata Naya.

Pada tahun 2019 misalnya, Kala Teater pernah membuat sebuah pertunjukan teater bertajuk 'Suara-suara Gelap (dari ruang dapur)'. Dalam pertunjukan itu, Kala Teater menggunakan jiwa Pakkarena.

"Kita tahu Tari Pakarena itu tarian yang gerakannya lambat tetapi diiringi oleh musik yang keras. Kami menggunakan nilai-nilai itu dalam pertunjukan kami meskipun bentuk pertunjukan Kala Teater itu kontemporer. Jadi kami berupaya untuk selalu menelusuri itu," kata Naya.

Ada juga pertunjukan bertajuk 'Postpartum' pada Maret 2022 lalu. Pertunjukan itu mengisahkan tentang kondisi ibu setelah melahirkan. Dalam pertunjukan itu, Kala Teater berupaya menghadirkan unsur budaya dan tradisi yang digunakan ibu-ibu pada umumnya seperti menggunakan sarung.

"Strategi itu hingga sekarang kami terus pertahankan dan dievaluasi di tiap tahunnya. Jadi misalnya di akhir 2021 kemarin, kami kemudian merencanakan beragam workshop, riset dan penelusuran tentang kesenian tradisi," kata Naya.

2. Meneliti dan menelusuri kesenian tradisi

Kala Teater dan Upaya Bertahan di Tengah Gempuran Budaya LuarKala Teater Makassar. Instagram/kalateater

Pada intinya, Kala Teater ingin melestarikan dan menerapkan budaya asli dalam sebuah karya. Tahun ini, kata Naya, Kala Teater mempunyai strategi untuk menelusuri kembali kesenian tradisi yang sudah kurang diimplementasikan dalam berkesenian. Salah satunya yakni menelusuri Tari Pakkarena di Takalar, meriset tradisi massure' di Wajo.
 
Menurut Naya, menelusuri tarian Pakkarena sangat penting. Karena itu, mereka berencana belajar langsung di tempat di mana tarian tersebut masih dilestarikan yakni di Desa Kalasarena, Takalar.

"Di sini Pakarena yang dilestarikan bukan hanya hiburan belaka. Di sana ada almarhum Daeng Ille, anak dari keturunannya masih melestarikan itu, masih membuat gendang, membuat Pakarena satu hari satu malam di acara-acara akikah dan pernikahan," katanya.

Kemudian, Kala Teater juga telah menggelar riset awal pada tahun 2021 di Sengmai, Kabupaten Wajo terkait tradisi Massure' pada acara-acara seperti akikah dan pernikahan. Tradisi massure' merupakan sebuah tradisi masyarakat setempat untuk membacakan manuskrip epos La Galigo yang ditulis dengan aksara Lontara.

"Itu ternyata masih dilestarikan. Tetapi sayangnya praktisi atau pelaku budaya Massure' ini yang memang kebanyakan perempuan itu kan sudah semakin tua tapi penerusnya tidak ada. Ada satu dua orang tetapi tidak dilestarikan secara masif. Kami berniat mempelajari bagaimana cara massure' I La Galigo yang masih menggunakan Lontara asli," kata Naya.

3. Menggandeng generasi muda sebagai ulo regenerasi

Kala Teater dan Upaya Bertahan di Tengah Gempuran Budaya LuarKala Teater Makassar. Instagram/kalateater

Sebuah pertunjukan seni tradisional perlu audiens agar tak lekang oleh waktu. Namun sayangnya hal itu cukup sulit mengingat audiens yang seharusnya datang dari kalangan muda seperti milenial dan Gen Z justru menjadi penikmat produk budaya luar yang paling banyak.

Naya mengakui hal itu cukup berat. Pasalnya, diperlukan proses panjang untuk mengembalikan ketertarikan generasi muda pada seni pertunjukan lokal. Hal itu wajar mengingat tergerusnya kesenian tradisional juga tidak terjadi dalam satu atau dua hari.

"Tapi kalau dari Kala sendiri, bagaimana kami berupaya mereproduksi kesenian tradisi dan menerjemahkan ulang dengan karya kami sehingga bisa menghasilkan karya yang ada unsur tradisinya dan di satu sisi kalau generasi sekarang melihatnya bosan, tapi kalau dikemas dalam bentuk lebih modern biasanya bisa meningkatkan ketertarikan," kata Naya.

Di Kala Teater, anggota termuda saja lahir pada 1998 dari 11 orang yang aktif. Untuk itu, diperlukan regenerasi agar kelompok tersebut tetap eksis. 

Untuk menarik perhatian generasi muda, Kala Teater memiliki program bernama Studi Aktor. Program ini memberikan semacam workshop bagi peserta keaktoran dan akan berlanjut sampai produksi hingga apresiasi. 

"Mereka mengikuti sebuah proses hingga mereka pertunjukan. Ini sebenarnya salah satu upaya regenerasi aktor. Dari situlah biasanya setiap kami mengadakan pasti pesertanya tentu saja didominasi generasi milenial dan Gen Z meski ada juga generasi tua," katanya.

Baca Juga: Berburu Kuliner Buka Puasa di Gedung Kesenian Makassar

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya