Indahnya Merajut Persahabatan Tanpa Perlu Memandang Agama

Agama menjadi ranah privasi setiap individu

Makassar, IDN Times - Sebagai negara multikultural, Indonesia terdiri dari ragam suku bangsa, bahasa, dan agama. Namun sayangnya, perbedaan itu terkadang justru menimbulkan konflik. 

Meski begitu, perbedaan tak selamanya berujung konflik. Masih ada orang-orang di masyarakat yang bisa hidup rukun dan harmonis dengan perbedaan. Bahkan tak sedikit yang menjalin relasi persahabatan dari agama berbeda.

Seperti Syamsi Nur Fadhilah (26), Perempuan asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Syamsi yang beragama Islam ini bersahabat dengan beberapa orang yang punya keyakinan berbeda. Sebut saja, misalnya, Sa'adillah Mursik Sadly Tri A. Putra dan Ade Rezkiawan Embas yang beragama Islam, Hendrik Thio yang memeluk Buddha-China-, serta Michael Manggabarani Syam beragama Katolik.

Perbedaan agama ini tak lantas menimbulkan jurang pemisah. Buktinya, hubungan persahabatan mereka telah terjalin selama 5 tahun yaitu sekitar 2016 lalu hingga sekarang.

"Awalnya karena ketemu di satu komunitas, sering handle project komunitas bareng-bareng. Jadi lebih intens ketemu, lebih sering ngobrol, sampai akhirnya kebawa di luar komunitas juga," kata Syamsi, kepada IDN Times, Minggu (25/12/2021).

Baca Juga: 5 Tantangan yang Harus Dihadapi Pasangan Beda Agama, Yuk Pikirkan!

1. Persahabatan beda agama seharusnya jadi hal yang lumrah

Indahnya Merajut Persahabatan Tanpa Perlu Memandang AgamaIlustrasi toleransi agama (IDN Times/Mardya Shakti)

Bagi Syamsi, memiliki relasi persahabatan beda agama rasanya sama dengan persahabatan lainnya. Karena menurutnya, manusia memang perlu menjalin hubungan dengan manusia lain tanpa perlu melihat agama dan etnisnya.

"Tapi entah kenapa zaman sekarang ini kalau kita punya punya relasi dengan orang yang berbeda agama dengan kita, malah jadi semacam hal yang langka, dianggap tidak lumrah. Padahal itu hal yang normal, yang seharusnya bisa jadi biasa saja tanpa perlu diromantisasi," katanya.

Dia sering heran saat orang lain memandang hal itu sebagai sesuatu yang aneh. Jangankan persahabatan, keluarganya yang beda agama saja sering dipandang aneh. Padahal menurutnya, agama merupakan hak dan privasi setiap individu.

"Intinya ya bergaul saja, jangan membatasi diri, selama itu tidak menyangkut urusan keimanan. Urusan agama cukuplah jadi urusan masing-masing kita dengan Tuhan," kata Syamsi.

Hal yang menjadi kesyukuran bagi Syamsi, karena relasi persahabatannya sejauh ini tak pernah mendapati hal-hal tidak mengenakkan. 

"Jangan sampailah terjadi hal-hal seperti itu," katanya.

2. Saling menghargai keyakinan satu sama lain

Indahnya Merajut Persahabatan Tanpa Perlu Memandang AgamaIlustrasi Bhinneka Tunggal Ika (IDN Times/Mardya Shakti)

Sikap toleransi antar umat beragama pun tak lepas dari hari-hari mereka. Kuncinya, kata Syamsi, adalah bagaimana mereka saling menghargai satu sama lain.

"Salah satu dari kami ada yang tidak setuju dengan memberi ucapan ulang tahun dan memberi ucapan selamat untuk hari raya untuk agama lain. Itu tidak jadi masalah di kami. Kami hargai prinsipnya dia, begitu pun sebaliknya," katanya.

Momen Ramadan dan hari raya keagamaan masing-masing selalu jadi bagian yang berkesan bagi Syamsi. Karena di momen itu mereka selalu merasa tersadarkan bahwa ternyata pertemanan bisa terjalin meski agama dan suku berbeda.

"Tidak ada yang aneh dari hal itu. Kami ingin orang-orang bisa menormalisasi lagi hal-hal seperti ini tanpa ada saling cap siapa paling beriman dan siapa yang tidak. Urusan itu biarlah jadi urusan Tuhan," katanya.

3. Bukan berarti tak ada perdebatan

Indahnya Merajut Persahabatan Tanpa Perlu Memandang AgamaIlustrasi Bhinneka Tunggal Ika (IDN Times/Mardya Shakti)

Karena terdiri dari banyak kepala, pemikiran yang timbul juga berbeda-beda. Hal ini, kata Syamsi, lumrah terjadi setiap mereka nongkrong.

Mereka juga pernah silang pendapat sewaktu zaman Pilpres 2019 lalu. Tapi tidak sampai bertengkar hebat. Mereka hanya saling beradu argumen tentang pilihan siapa yang terbaik. 

Beruntung, ada salah satu dari mereka yang menjadi penengah sehingga akhirnya perdebatan soal Pilpres berhenti. Si penengah itu mencoba membuat mereka sadar bahwa adu argumen tentang hal itu sama sekali tidak ada gunanya. Hal itu justru malah berpotensi menimbulkan perpecahan. 

"Kami sadar bahwa kunci toleransi adalah menghormati pendapat orang lain, walaupun kita tidak setuju. Karena mengalah tidak selalu kalah, dan rendah hati menanggapi perbedaan bukanlah sikap pengecut," kata Syamsi.

4. Jangan menutup diri dengan perbedaan

Indahnya Merajut Persahabatan Tanpa Perlu Memandang AgamaIlustrasi toleransi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Syamsi pun mengajak masyarakat, khususnya generasi millennials agar tidak menutup diri dengan perbedaan. Bergaul dengan orang yang berbeda, kata dia, justru akan memberikan pandangan yang lebih luas. 

Syamsi merasakan sendiri bagaimana dia bisa melihat berbagai hal dari banyak sudut pandang. Karena semakin memahami perbedaan, maka manusia akan semakin paham makna kebersamaan.

"Seperti yang Almarhum Gus Dur pernah sampaikan, 'Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, maka orang tidak pernah tanya apa agamamu'," kata Syamsi.

Baca Juga: Diversity Award 2021: Toleransi Saja Tidak Cukup

Topik:

  • Aan Pranata

Berita Terkini Lainnya