E-Voting Belum Siap pada Pilkada 2020, Mendagri: Angka Bisa Diubah

Tito sebut masih banyak daerah yang internetnya lelet

Makassar, IDN Times - Pemungutan suara secara elektronik atau e-voting belum menjadi opsi di tengah merebaknya virus corona atau COVID-19. Padahal, pemilihan kepala daerah dalam situasi pandemik ini harus benar-benar menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. 

Salah satunya yaitu dengan menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Sementara sebagian besar tahapan dalam pilkada kerap melibatkan banyak orang, termasuk pemungutan suara. Dengan demikian, e-voting dinilai bisa menjadi solusi di tengah kondisi pandemik COVID-19.

Menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, ada beberapa hal yang menyebabkan e-voting belum bisa diterapkan. Salah satunya ialah belum memadainya infrastruktur jaringan.

"Saya sudah konsultasi diskusi dengan ketua KPU, e-voting mereka tidak siap dengan sistemnya karena memerlukan waktu untuk melaksanakan membangun jaringan," kata Tito Karnavian usai menghadiri rakor persiapan pilkada serentak tahun 2020 di Kantor Gubernur Sulsel, Rabu (8/7/2020).

1. Kualitas jaringan internet belum merata di tiap daerah

E-Voting Belum Siap pada Pilkada 2020, Mendagri: Angka Bisa DiubahIlustrasi jaringan telekomunikasi XL Axiata. Dok. XL Axiata

Selain itu, kata Tito, e-voting juga harus didukung oleh kemampuan teknologi internet. Sayangnya tidak semua daerah didukung dengan kualitas jaringan internet yang memadai.

Dengan kondisi seperti itu, kata Tito, tentu sulit untuk menerapkan e-voting meskipun pandemik COVID-19 masih mengancam.

"Beberapa daerah itu internetnya gak jalan dan lemot. Di Papua, daerah laut, atau di pulau-pulau terpencil," katanya.

2. Ada ketidakpercayaan terhadap e-voting

E-Voting Belum Siap pada Pilkada 2020, Mendagri: Angka Bisa DiubahSeorang penyandang disabilitas netra menunjukkan jarinya yang berlumur tinta usai melakukan pemungutan suara pada Pemilu 2019 lalu (IDN Times/Prayugo Utomo)

Bukan itu saja, Tito juga menyebut ada semacam arus balik dalam dunia perpemiluan di mana pemungutan suara manual dianggap yang paling transparan. Karena suara yang dihitung per TPS hingga kecamatan, lalu dari kabupaten/kota sampai ke tingkat nasional bisa dilakukan pemeriksaan.

Sementara pemungutan suara e-voting justru dinilai akan menimbulkan kecurigaan dan rasa tidak percaya masyarakat dengan hasil yang akan ditampilkan oleh sistem. Hasil pemilihan berdasarkan e-voting dinilai rawan dimanipulasi.

"Kalau melalui e-voting itu dari pemilih langsung ke sistem sehingga ada semacam rasa kekurangpercayaan, apalagi sekarang dengan adanya kemampuan untuk melakukan hacking dan lain-lain. Bisa terjadi orang mengubah angka di tengah jalan," katanya.

Baca Juga: Mendagri: Tidak Boleh Lagi Rombongan saat Pendaftaran Paslon Pilkada

3. E-voting tidak jadi pilihan dalam pilkada

E-Voting Belum Siap pada Pilkada 2020, Mendagri: Angka Bisa DiubahIlustrasi pemilihan kepala desa. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

Berdasarkan hal tersebut, Tito pun menegaskan bahwa e-voting belum bisa diterapkan dalam pilkada serentak 2020 nanti. Walau demikian, semuanya masih bersifat dinamis.

"Sistem checking-nya kurang sehingga e-voting itu tidak menjadi pilihan di pilkada 2020 ini namun nanti kita lihat ke depannya seperti apa," kata mantan Kapolri itu.

Baca Juga: Mendagri Desak Pemda di Sulsel Segera Cairkan Dana Pilkada 2020

Topik:

  • Irwan Idris

Berita Terkini Lainnya