Unhas Bahas Peran Sains dan Teknologi untuk Laut Indonesia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Makassar, IDN Times - Bersamaan dengan perayaan Hari Nusantara pada 13 Desember lalu, Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) menggelar seminar hybrid di Auditorium Prof. A. Amiruddin Kampus Unhas Tamalanrea, pada Sabtu (17/12/2022).
Bertema Revitalisasi Arah Pembangunan Kemaritiman Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, seminar tersebut menghadirkan total sembilan pembicara dari beragam latar belakang. Mulai dari akademisi hingga pelaku usaha di sektor perikanan dan kelautan.
1. Potensi kemaritiman nasional bisa dimaksimalkan dengan peran berbagai pihak
Berbicara membuka seminar, Rektor Unhas Prof. Jamaluddin Jompa mengajak semua pihak kembali mengingat Deklarasi Juanda 1957, sebagai tonggak awal profil maritim Indonesia. Meski begitu, ia menyebut bahwa wilayah perairan yang luas akan percuma jika tak dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan masyarakat.
"Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah memberikan penguatan di bidang sains dan teknologi kemaritiman agar semua potensi kemaritiman yang kita miliki dapat dimanfaatkan," kata Prof. JJ, sapaan akrabnya, di hadapan para peserta webinar yang hadir langsung dan secara daring.
Menurutnya, banyak tantangan yang dihadapi untuk memaksimalkan penggunaan sains dan teknologi. Mulai dari penyiapan SDM hingga memperkuat riset kemaritiman. Sehingga ini butuh kerja sama semua pihak.
2. Pembangunan ekonomi maritim masih perlu banyak ide dari para akademisi
Senada dengan Prof. JJ, Ketua AIPI Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro menyebut perlu usaha lebih untuk menyelaraskan teknologi dan industri. Terlebih untuk sebuah negara kepulauan yang sangat luas seperti Indonesia.
"Gagasan strategic enabling technological systems untuk wilayah kepulauan sangat sejalan dengan arah pembangunan ekonomi yang sementara dibangun," ujarnya.
AIPI, lanjut Satryo, sebagai think tank siap memberi kontribusi berupa saran, pendapat dan perkembangan terkait pembangunan kemaritiman Indonesia secara lebih komprehensif.
3. Melindungi ekosistem laut juga jadi hal yang tak kalah penting
Guru Besar Hukum Internasional, Prof. S.M. Noor, menjelaskan bahwa penolakan terhadap Deklarasi Juanda datang dari para "kapitalis lautan."
"Namun kemudian negara-negara tersebut kemudian dibungkam dengan keluarnya konvensi hukum laut PBB (UNCLOS 1982) di Jamaika," jelasnya. "Dari Deklarasi Djuanda ini kemudian banyak melahirkan UU terkait penguasaan wilayah perairan di Indonesia, namun diakui jika apa yang ada sekarang itu masih belum cukup," imbuh SM Noor.
Ketiga panel seminar sendiri membahas topik-topik berbeda. Mulai dari potensi kekayaan, keanekaragaman sumberdaya, serta masalah sampah yang kini dihadapi biota laut.
Semua panelis sepakat bahwa keunikan daerah Sulawesi, Maluku hingga Nusa Tenggara harus dilindungi dari ancaman kerusakan ekosistem. Tak cuma sampah, tapi juga eksploitasi berlebihan dan limbah.
Baca Juga: Unhas dan Australia Kerja Sama Kembangkan Riset di Sulsel