Ibu Kota Pindah, Harga Tanah di Penajam Paser Utara Meroket

Tanah 8 ribu meter persegi ditawarkan Rp850 miliar!

Samarinda, IDN Times- Presiden Joko 'Jokowi' Widodo melakukan terobosan. Urusan tanah di kawasan ibu kota negara baru, boleh dibeli oleh masyarakat.

Perkiraan harga sekitar Rp2 juta per meter. Dengan demikian satu hektare tanah bisa terjual Rp2 miliar. Bayangkan saja, bila puluhan hektare lahan dibeli oleh rakyat untuk hunian.

Mantan wali kota Solo itu yakin dengan skema tersebut dapat mengurangi biaya pemindahan ibu kota, yang diperkirakan bakal memakan biaya sebesar Rp466 miliar.

Bagaimana pendapat warga Penajam Paser Utara (PPU) dan penjual tanah mengenai kebijakan itu ya?

1. Dari mulut ke mulut berganti baliho, ratusan juta menjadi miliaran rupiah

Ibu Kota Pindah, Harga Tanah di Penajam Paser Utara MeroketANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Okta Purnamasari mengaku dulu metode jual tanah di PPU hanya dari mulut ke mulut. Tetapi belakangan ini, baliho bertuliskan "Tanah Diijual" mulai menghiasi kanan dan kiri jalan.

Sebelum PPU ditetapkan jadi ibu kota, lahan kosong di sekitar area tempat tinggalnya dijual dengan harga Rp400 juta. Namun setelah diumumkan oleh presiden, harganya menjadi Rp1,5 miliar.

"Isu soal kenaikan harga yang ditinggikan berkali-kali lipat itu rasanya tidak benar. Memang benar warga coba menaikkan harga, tetapi pasti saat persetujuan antara penjual tanah dan konsumennya pasti melakukan nego harga," kata Okta, staf Bawaslu Kabupaten PPU kepada IDN Times, Rabu (4/9).

Warga Desa Giripurwa, Kecamatan Penajam ini juga tertarik untuk berinvestasi di daerahnya. Namun sebagai millennial, saat ini dia belum cukup uang. Tetapi dia optimistis karena pemerintah PPU melalui peraturan bupati akan mengatur harga jual tanah ini.

"Insha Allah bisa menabung pelan-pelan. Menunggu semuanya stabil dulu. Kalau beli sekarang, saat harga tanah sedang naik-naiknya, ya, pasti susah," sebut perempuan 23 tahun ini.

Jika Okta berminat investasi, Melinda, rekannya memilih untuk memanfaatkan harta yang sudah dimiliki sebelumnya, yakni rumah yang nantinya akan dijadikan rumah makan atau tempat berbisnis.

"Saya tidak berminat untuk berinvestasi, sebab saya yakin daerah ini akan berkembang dan maju saat pembangunan dimulai," ucap perempuan 23 tahun asal Desa Penajam tersebut.

Kemudian kabar yang disiarkan presiden mengenai harga jual tanah per meter Rp2 juta, rasanya terlalu mahal. "Saudara saya ada yang berencana membeli sebidang tanah di daerah Sepaku. Tetapi jika harganya segitu, pasti dia mengurungkan niat," sebut dia.

Baca Juga: Ini Profil Segitiga Emas Kecamatan, Pusat Pembangunan Ibu Kota Baru

2. Wajar saja harga melejit, warga memanfaatkan momen

Ibu Kota Pindah, Harga Tanah di Penajam Paser Utara Meroketwikimedia.org/Arief R. Randan

Buat warga PPU dan Kutai Kartanegara (Kukar), hal ini menjadi kesempatan berharga untuk menjadikan lahan-lahan yang mereka punya untuk dijual.

Apalagi sejak pernyataan presiden soal individu yang diperbolehkan membeli tanah di PPU, hal ini potensial dijadikan lahan bisnis buat para tuan takur alias spekulan tanah.

Menaikkan harga dirasa sah-sah saja. Demikian dikatakan Dwita Putri mahasiswi FKIP Bahasa Inggris Universitas Mulawarman.

Warga Desa Gunung Intan, Kecamatan Penajam itu tidak resah dengan kenaikan harga tanah yang sangat tinggi.

"Kabupaten ini sedang hype, dibicarakan di mana-mana karena jadi ibu kota negara. Para pendatang juga banyak yang ingin membeli tanah di PPU. Angka permintaan tinggi, jadi selaras dengan harganya yang menjadi 2-4 kali lipat. Namanya juga masyarakat sedang memanfaatkan momen," ungkap perempuan 21 tahun ini.

Dwita juga merasa bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk berinvestasi bagi mereka yang bisa membeli tanah dengan harga tinggi.

Namun, buat dia pribadi, untuk para millennial yang secara finansial masih payah, kemungkinan mereka untuk berinvestasi tanah di ibu kota hanya sedikit.

"Seperti yang saya tahu kalau orang-orang di Jakarta saja saat ini memilih tinggal di apartemen daripada membeli tanah dan membangun rumah. Karena harga tanah yang mahal. Jadi kalau harga tanah semakin naik, ya mungkin (millennial) bisa (beli) tetapi kemungkinannya sedikit," tutur Dwita.

Sependapat dengan Dwita, menurut Satria Effendi dari Babulu, Penajam kesempatan ini wajar dijadikan kesempatan untuk mendapatkan untung sebanyak-banyaknya dengan menjual tanah.

"Tetapi kalau harganya terlalu tinggi dan tidak masuk akal, orang juga berpikir berkali-kali pasti untuk membeli.

Contohnya saja rekan saya yang berminat beli tanah di Babulu. Setelah dia tahu harganya melonjak, dia enggak jadi beli," jelas Satria.

3. Laku dalam waktu singkat

Ibu Kota Pindah, Harga Tanah di Penajam Paser Utara Meroketrumah123.com

Yan Nathaniel, salah satu penjual tanah di kawasan Sepaku mengaku bila penjualan tanah di PPU memang sedang naik daun.

Harganya bisa bertambah, padahal sebelumnya nilainya tidak demikian. Bahkan, untuk menjual tanah satu hektare pun begitu susah. 

"Ini lakunya itu dua bulan lalu. Saya jual Rp300 juta," aku pengusaha asal Jakarta tersebut.

Dia menuturkan sedikit menyesal menjual tanahnya buru-buru di kawasan sepaku itu. Padahal Yan yakin nilainya bisa meningkat drastis sebab berada di pinggir jalan. Maklum saja, tanah itu dia beli pada 2017 namun terjual tahun ini."Ya, bukan rezeki saya berarti," terangnya.

Meski demikian, dia pantang menyerah. Dari situs rumah123.com, Yan tercatat masih berusaha menjual tanah seluas 8.088 meter persegi di kawasan Babulu, PPU. Nilainya fantastis, Rp850 miliar!

Baca Juga: Kaltim Jadi Ibu Kota Baru, Minimalkan Potensi Gegar Budaya

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya