PBB Hapus Ganja dari Daftar Obat Berbahaya, Boleh Dipakai untuk Medis

Di Indonesia, penggunaan ganja masih ilegal

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah merestui rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), untuk menghapus ganja dari kategori obat paling berbahaya di dunia. Itu artinya, PBB merestui penggunaan ganja untuk keperluan medis. 

Dikutip dari laman Vox, Kamis, 3 Desember 2020, keputusan itu diambil saat dilakukan pemungutan suara oleh Komisi Obat Narkotika (CND) dari 53 negara. Hasilnya, sebanyak 27 suara menyatakan dukungan dengan merestui penggunaan ganja untuk tujuan medis. Sedangkan, 25 suara menyatakan keberatan dan satu suara lainnya memilih abstain. 

Dengan begitu, maka dicapai keputusan bersejarah ganja dihapus dari daftar obat paling berbahaya yang telah diusulkan dalam 59 tahun terakhir. Meski begitu, pemungutan suara itu tidak menghapus ganja atau produk terkait dari daftar obat yang membutuhkan kontrol internasional yang ketat. 

Beberapa negara yang sepakat mengizinkan ganja untuk keperluan medis antara lain Kanada, Meksiko, Amerika Serikat, Inggris dan Maroko. Sedangkan, Rusia, Tiongkok, Brasil, dan Jepang menyatakan penolakan. 

Lalu, apakah keputusan ini bisa mendorong agar Indonesia turut melegalkan penggunaan ganja sebagai obat?

1. Kementan sempat legalkan ganja untuk tanaman obat tapi aturan itu dicabut

PBB Hapus Ganja dari Daftar Obat Berbahaya, Boleh Dipakai untuk MedisMenteri Pertanian Yasin Limpo (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Baca Juga: Ganja Berbahaya? Ini 5 Fakta tentang Ganja sebagai Tanaman Penyembuh

Sebelum voting yang dilakukan oleh PBB, Indonesia pada Februari lalu sudah memasukan ganja atau Cannabis Sativa sebagai tanaman obat binaan. Penetapan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020 tentang Komoditas Binaan Kementerian Pertanian. 

PBB Hapus Ganja dari Daftar Obat Berbahaya, Boleh Dipakai untuk MedisPotongan surat keputusan yang menggambarkan ganja dimasukan ke dalam tanaman obat (Tangkapan layar keputusan Menteri Pertanian)

Dalam diktum pertama, disebutkan empat komoditas Kementan, yaitu tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, serta peternakan, dan kesehatan hewan. Kemudian, diktum kedua menyiratkan ganja merupakan tanaman jenis holtikultura yang pengelolaan atau pengawasannya diawasi oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Holtukultura.
 
“Komoditas binaan sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU dan produk turunannya dibina oleh Direktorat Jenderal masing-masing sesuai dengan kewenangannya,” demikian bunyi diktum kedua.

Namun, keputusan Mentan Yasin menimbulkan kontroversi. Alhasil, pada Agustus 2020 lalu, Mentan mencabut kembali surat keputusan tersebut. Alasannya ketika itu, ia ingin mengkaji kembali keputusan tersebut dengan melibatkan sejumlah lembaga yang berkaitan dengan penggunaan ganja. 

Pihak Kementan menegaskan tetap berkomitmen mendukung pemberantasan dan penyalahgunaan narkoba. Oleh sebab itu, Kementan memilih untuk mencabut keputusan itu dan mengkaji bersama dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Kesehatan. 

Baca Juga: 120 Ribu Pohon Ganja di Aceh Dimusnahkan, Pemilik Lahan Masih Diburu

2. Indonesia pernah hukum ASN di Sanggau delapan bulan bui karena tanam ganja untuk obati istrinya

PBB Hapus Ganja dari Daftar Obat Berbahaya, Boleh Dipakai untuk MedisIlustrasi daun ganja (IDN Times/Arief Rahmat)

Desakan agar Indonesia segera melegalkan tanaman ganja untuk penggunaan obat medis sudah muncul sejak lama. Apalagi pada 2017 lalu seorang ASN di Kabupaten Sanggau, Fidelis Ari Sudarwoto, Kalimantan Barat divonis delapan bulan penjara karena menanam tanaman ganja untuk penyakit almarhumah istrinya. 

Selain hukuman bui delapan bulan, majelis hakim juga menjatuhkan denda senilai Rp1 miliar atau subsider hukuman penjara selama satu bulan. Fidelis bisa ditangkap oleh penyidik BNN karena mereka menemukan tanaman ganja pada awal 2017 lalu. Ia mengaku menanam ganja sebagai obat untuk istrinya yang didiagnosa mengidap Syringomyelia—sebuah penyakit di sumsum tulang belakang.

Sekitar 32 hari sejak Fidelis ditahan, istri Fidelis yang bernama Yeni Riawati meninggal dunia.

3. Para ahli menilai keputusan di PBB tidak bisa langsung berdampak ke negara lain

PBB Hapus Ganja dari Daftar Obat Berbahaya, Boleh Dipakai untuk MedisIlustrasi tanaman ganja (IDN Times/Bagus F.)

Sementara, bagi sejumlah ahli kesehatan, restu dari PBB yang memasukan ganja sebagai tanaman obat tidak serta merta akan diikuti oleh negara lainnya secara luas, termasuk Indonesia. Negara tidak langsung melakukan pelonggaran kontrol internasional karena pemerintah masih memiliki yurisdiksi tentang bagaimana mengklasifikasikan ganja.

Namun tidak sedikit negara yang menganggap hal ini menuju konvensi global sebagai panduan. Pengakuan dari PBB adalah kemenangan simbolis bagi para pendukung perubahan kebijakan narkoba.

"Ini adalah sesuatu yang besar, kemenangan bersejarah bagi kami. Kami tidak bisa mengharapkan lebih dari itu," ungkap seorang peneliti kebijakan obat-obatan, Kenzi Riboulet-Zemouli. 

Ia mengaku mengikuti dari dekat proses voting yang berlangsung pada Rabu lalu. Ia menambahkan sesungguhnya ganja sudah digunakan secara luas untuk keperluan medis. Voting pada Rabu lalu semakin menegaskan status itu. 

Perubahan di WHO kemungkinan besar akan meningkatkan riset medis menggunakan ganja. Upaya untuk melegalisasi ganja di seluruh dunia pun diprediksi akan turut meningkat. 

Baca Juga: Resmi! Kementan Tetapkan Ganja sebagai Komoditas Tanaman Obat

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya