Melalui Petisi, Epidemiolog Desak Vaksinasi COVID  Lansia Didahulukan

Vaksin COVID-19 terbukti aman disuntikan ke lansia

Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, mendesak agar pemerintah juga memprioritaskan kaum lansia untuk divaksinasi COVID-19. Desakan itu dituangkan dalam bentuk petisi di platform Change.org dan mulai diunggah pada Jumat, 29 Januari 2021 lalu. Petisi itu ditujukan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. 

Dikutip dari platform Change.org, Pandu memulai petisi berdasarkan kisah nyata koleganya yang merupakan dokter spesialis penyakit dalam, dr. Suwandhi Widjaja. Ia kini berusia 70 tahun. Bila mengikuti time line yang telah disusun oleh pemerintah, artinya ia harus menunggu hingga April 2021 untuk memperoleh jatah vaksin COVID-19 CoronaVac. 

"Padahal, kelompok lansia di atas 59 tahun merupakan mereka yang paling rentan tertular dan meninggal karena COVID-19. Selain itu, data juga membuktikan bahwa angka kebutuhan akan perawatan di rumah sakit bagi lansia di atas 60 tahun jauh lebih tinggi dibanding kelompok usia lainnya," ungkap Pandu ketika dihubungi oleh IDN Times, Senin (1/2/2021), melalui sambungan telepon. 

Ia menambahkan, sebanyak 15-20 persen pasien COVID-19 yang meninggal di DKI Jakarta saja merupakan lansia. Berdasarkan data dari satgas penanganan COVID-19, hingga hari ini sudah ada 4.312 pasien yang meninggal di DKI Jakarta. Artinya, sekitar 862 pasien COVID-19 yang meninggal di ibu kota merupakan lansia. 

Angka itu bisa lebih tinggi bila ditambah pasien lansia yang masih masuk dalam kategori suspek dan hasil tesnya belum keluar. Jumlahnya terus bertambah bila dimasukan pasien lansia dari daerah lainnya. 

Pandu dan dua koleganya yang lain terus memperjuangkan agar petisi itu dikabulkan oleh pemerintah. Dari target 2.500 orang yang teken, saat ini sudah ada 1.618 individu yang menandatangani. Mereka berharap pemerintah bersedia mengubah kebijakannya. 

Apa alasan pemerintah tidak mendahulukan kaum lansia disuntik vaksin COVID-19 meski masuk dalam kelompok rentan?

1. Pemerintah beralasan belum memiliki vaksin COVID-19 yang aman untuk lansia

Melalui Petisi, Epidemiolog Desak Vaksinasi COVID  Lansia DidahulukanTarget vaksinasi COVID-19 di Indonesia (IDN Times)

Menurut Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Sri Rezeki Hadinegoro, pemerintah memutuskan memasukan warga lansia di kelompok kedua penerima vaksin karena hingga saat ini Indonesia belum memiliki vaksin COVID-19 yang aman bagi kelompok itu. Namun, Sri tak membantah bila kelompok lansia memang butuh perhatian lebih awal dalam vaksinasi. 

Ia mengatakan, pemerintah harus berhati-hati ketika memilih vaksin yang aman dan cocok untuk kaum lansia. Sebab, kondisi tubuh lansia membutuhkan perhatian lebih ketimbang orang di usia produktif yakni 18-59 tahun. 

"Reaksi tubuh lansia merespons sistem imun dari vaksin kan berbeda. Tak sekuat yang menerima di usia muda," ujar Sri ketika dihubungi IDN Times pada malam ini. 

Ia mengakui sudah membaca hasil studi mengenai vaksin CoronaVac di Brasil yang terbukti aman untuk kaum lansia. Tetapi, ITAGI belum memperoleh secara resmi data soal studi itu. 

"Kami harus mengkaji dulu (soal kaum lansia yang didahulukan untuk menerima vaksin CoronaVac), karena semuanya harus didasari publikasi ilmiah (di jurnal) bukan publikasi dari media. Karena bila hanya mengandalkan publikasi di media (hasil studi) tidak lengkap dan tak bisa dipertanggung jawabkan," tutur dia. 

Ia menegaskan, ITAGI dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya akan menggunakan hasil publikasi resmi untuk dikaji lebih lanjut. ITAGI mengatakan, baru akan mengubah rekomendasinya bila sudah diberi lampu hijau dari BPOM. 

"Tapi, ini sedang dibicarakan lebih lanjut dengan BPOM," ungkapnya. 

Baca Juga: Dokter Tirta: Publik Mikir Vaksin Mandiri Pakai Merek yang Lebih Baik

2. ITAGI akui kelompok produktif divaksinasi lebih dulu untuk mempercepat pemulihan ekonomi

Melalui Petisi, Epidemiolog Desak Vaksinasi COVID  Lansia DidahulukanPetisi agar kaum lansia ikut didahulukan terima vaksin COVID-19 (Tangkapan layar platform change.org)

Strategi vaksinasi COVID-19 yang diterapkan di Indonesia sempat disorot oleh dunia internasional. Sebab, alih-alih mendahulukan kelompok lansia untuk divaksinasi, pemerintah memprioritaskan memberi vaksin kepada kelompok usia produktif 18-59 tahun. Itu pun juga dengan catatan kelompok produktif yang sehat. 

Menurut Pandu, dengan memvaksinasi lansia justru terbukti efektif akan mengurangi tingkat kematian akibat COVID-19. Ia mengambil contoh Israel.

"Karena lansianya sudah divaksinasi, maka angka lansia yang kritis karena COVID-19 berkurang dari 30 persen menjadi 7 persen saja," ungkap pria yang kerap disebut oleh warganet sebagai juru wabah itu. 

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang berusia di atas 59 tahun juga aman dan tak mengalami efek samping usai disuntik vaksin CoronaVac. Lalu, mengapa Indonesia malah memprioritaskan kelompok usia produktif untuk divaksinasi?

"Ya, karena untuk mempercepat pemulihan ekonomi. Ketika masih ada opsi vaksin berbayar itu. Dulu kan judulnya vaksin untuk pemulihan ekonomi. Makanya yang dipentingkan usia produktif," kata dia secara blak-blakan. 

Selain itu, kata Pandu, dengan memilih relawan yang berasal dari usia produktif saat uji klinis vaksin CoronaVac menyebabkan efikasi akan tinggi. Di sisi lain, Sri tak membantah mendahulukan kelompok usia produktif demi kepentingan ekonomi. Tetapi, ia menjelaskan untuk memvaksinasi lansia tidak mudah. Pemerintah harus berhati-hati karena data mengenai lansia dan jenis penyakit komorbid yang diidap tidak terkontrol. 

"Misalnya dia punya penyakit darah tinggi, tidak pernah berobat. Lalu, setelah divaksinasi kena stroke, yang salah siapa? Pasti nanti yang akan disalahkan vaksinnya," ujarnya lagi. 

3. Vaksin mandiri yang diadakan perusahaan swasta tidak mungkin diberikan gratis

Melalui Petisi, Epidemiolog Desak Vaksinasi COVID  Lansia DidahulukanEpidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono dalam diskusi daring bertajuk Proyeksi Kasus COVID-19 dan Evaluasi PSBB Jumat (23/10/2020) (Tangkapan layar/YouTube KGM Bappenas)

Hal lain yang juga sempat disinggung oleh Pandu yaitu mengenai vaksin mandiri yang diadakan oleh perusahaan swasta. Menurut Pandu, perusahaan swasta tak mungkin memberi vaksin COVID-19 tersebut secara cuma-cuma kepada pegawai atau buruh. 

"Konsep bahwa perusahaan akan memberikan vaksin itu gratis ke karyawan tak mengubah pemahaman bahwa vaksin akan diperjualbelikan. Perusahaan kan nantinya akan memotong biaya pembelian vaksin itu dari gaji karyawan. Mereka tentu tidak akan sadar," ungkap Pandu. 

Bagi dia, vaksinasi mandiri tetap merupakan salah satu bentuk perampasan hak rakyat. Sementara, ketika dikonfirmasi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Rosan P. Roeslani, tak membantah salah satu cara mereka memperoleh vaksin dengan membeli jatah yang diperoleh pemerintah.

"Atau kami bisa juga mengimpor langsung dari produsen (vaksin) tetapi bila diberi izin oleh pemerintah," kata dia melalui pesan pendek kepada IDN Times pada 27 Januari 2021 lalu. 

Ia berharap vaksinasi mandiri itu bisa terealisasi dua bulan usai vaksinasi tenaga kesehatan. Rosan membantah pihak swasta akan memperjualbelikan vaksin COVID-19. 

"Pengusaha intinya yang membeli (vaksin COVID-19) dan diberikan gratis ke pekerjanya," tutur dia. 

Saat ini KADIN, ujar Rosan, masih menunggu mekanisme soal vaksin mandiri yang akan dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan dalam waktu dekat.

https://www.youtube.com/embed/6RJMFZ_sbkk

Baca Juga: Brasil Umumkan Efikasi Vaksin Sinovac 78 Persen, Aman untuk Lansia

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya