Bakal Vaksin COVID-19 yang Dibuat Oxford Terbukti Picu Imunitas

Hasil uji klinis sudah dilakukan terhadap 1.077 orang

Jakarta, IDN Times - Kabar baik dari penelitian vaksin COVID-19 di Inggris. Vaksin yang diteliti Universitas Oxford dengan AstraZeneca dan diberi nama ChAdOx1 nCoV-19, menunjukkan hasil yang positif. 

Berdasarkan uji klinis yang melibatkan 1.077 orang, sebanyak 90 persen dari responden menghasilkan antibodi terhadap virus Sars-CoV-2. Lantaran awal yang positif ini, Pemerintah Inggris langsung memesan sebanyak 100 juta dosis. 

Menteri Bisnis Inggris, Alok Sharma, mengatakan dengan adanya hasil ini membuat Negeri Kerajaan itu memiliki harapan dalam melawan pandemik COVID-19. 

"Kami berharap bisa satu langkah lebih dekat dalam penemuan vaksin yang bisa menyelamatkan jutaan nyawa di Inggris dan di seluruh dunia. Untuk penelitian vaksin itu, Inggris mengeluarkan dana senilai 84 juta Poundsterling atau setara Rp1,5 triliun," ungkap Sharma dan dikutip dari situs resmi Universitas Oxford pada Selasa (21/7/2020). 

Bagaimana cara vaksin ini bekerja?

1. Vaksin dibuat menyerupai virus corona dan dapat menyebabkan demam pada simpanse

Bakal Vaksin COVID-19 yang Dibuat Oxford Terbukti Picu ImunitasIlustrasi Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Dikutip dari stasiun berita BBC pada hari ini, vaksin yang diberi nama ChAdOx1 nCoV-19 dikembangkan dengan sangat cepat. Hal semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam pengembangan vaksin. 

Vaksin itu dibuat dari virus yang secara genetik bisa menyebabkan demam ke hewan simpanse. Virus itu sudah dimodifikasi tujuannya agar tidak menular ke manusia dan agar terlihat menyerupai virus corona. 

Para ilmuwan melakukan itu dengan cara memindahkan instruksi genetik protein kunci ke vaksin yang tengah dikembangkan. Protein kunci ini lah yang menjadi alat penting untuk menyerang sel-sel tubuh manusia. 

Ini bermakna vaksin nantinya menyerupai virus corona, sehingga sistem imunitas tubuh dan mempelajari, beradaptasi dan menyerang virus tersebut. 

Baca Juga: Vaksin COVID-19 Hasil Kerjasama RI-Tiongkok Sudah Tiba di Bandung

2. Apakah vaksin yang diteliti Oxford ini cukup ampuh?

Bakal Vaksin COVID-19 yang Dibuat Oxford Terbukti Picu ImunitasIlustrasi Vaksin (IDN Times/Arief Rahmat)

Peneliti dari Universitas Oxford, Andrew Pollard mengaku sangat gembira dengan hasil positif yang dihasilkan dari vaksin ChAdOx1 nCoV-19. Sebab, vaksin itu bisa menetralisir antibodi dan T-cells. 

"Vaksin-vaksin ini sangat menjanjikan dan kami yakini tipikal respons ini yang mungkin diasosiasikan dengan perlindungan. Tetapi, yang kini sedang ditunggu oleh semua orang yaitu apakah vaksin ini ampuh dan bisa memberikan perlindungan (bagi manusia dari COVID-19)? Itu yang masih ditunggu," ungkap Pollard. 

Tetapi, berdasarkan kajian terhadap 90 persen pasien yang diberi vaksin itu berhasil menetralisir antibodi usai diberikan satu dosis. Hanya 10 pasien sukarelawan saja yang diberikan 2 dosis vaksin dan semuanya menghasilkan antibodi yang berhasil dinetralisir.

"Kami masih belum mengetahui agar manusia terlindungi (dari COVID-19) harus diberikan berapa banyak dosis. Tetapi, kami bisa memaksimalkan respons antibodi terhadap vaksin dengan dosis kedua," tutur dia lagi. 

Pollard juga menjelaskan netralisir bermakna antibodi dapat mengalahkan virus corona. Sedangkan, dalam perlawanan terhadap virus, vaksin juga harus mampu memicu munculnya T-cells, semacam sel darah putih yang membantu agar bisa mengkoordinasikan imunitas tubuh. Sel itu juga mampu mendeteksi sel tubuh mana saja yang telah diinfeksi oleh virus corona. T-cells kemudian bisa menghancurkan virus itu. 

3. Vaksin yang dikembangkan oleh Oxford aman bagi kesehatan tetapi ada efek samping

Bakal Vaksin COVID-19 yang Dibuat Oxford Terbukti Picu ImunitasIlustrasi Penyuntikan Vaksin (ANTARA FOTO/AAP Image/David Mariuz via REUTERS)

Pertanyaan lain yang kemudian muncul yaitu apakah vaksin yang dikembangkan oleh Universitas Oxford dengan perusahaan farmas AstraZeneca ini aman. Mereka menjamin vaksin itu aman bagi tubuh manusia meskipun memiliki efek samping. 

Universitas Oxford memastikan efek sampingnya tidak berbahaya bagi manusia. Namun, berdasarkan kajian, sebanyak 70 persen pasien sukarelawan yang diberikan vaksin itu mengeluhkan sakit kepala atau demam. Tetapi, menurut para peneliti, keluhan itu bisa diredakan dengan diberikan obat paracetamol.

Baca Juga: Biofarma Mulai Uji Klinis Calon Vaksin COVID-19 pada 3 Agustus 2020 

Topik:

Berita Terkini Lainnya